Bab 13

Bab 13, POV Keluarga Tyo di solo.

Setelah hampir seminggu Tyo dan Nafisa tinggal di Jogja.

Pukul delapan malam Bu rona dan pak Mardi sedang asyik menonton acara dangdut kesukaan mereka, tiba tiba terdengar suara deru mobil dan pagar rumah di buka.

Pak Mardi dan Bu rona saling pandang, sedetik kemudian.

"Mobil siapa itu pak," Bu rona buka suara.

"Ngga tau Bu, paling Adi atau rio, gak mungkin Tyo kan," timpal pak mardi sambil tertawa kecil.

"Idiiih, bapak, serius loh, nanti kalau~~,"

"Assalamualaikum," suara Rio dan Adi memberi salam, sebelum sempat Bu rona menyelesaikan ucapan nya.

"Wa'alaikumasallam," pak Mardi dan Bu rona menjawab salam dari anak nya.

Bu rona yang sejujur nya kesepian dengan tidak ada nya Tyo Noni dan Nafisa di rumah itu, nampak sumringah dengan kedatangan dua anak dan menantu nya itu.

'aaah lumaian ada Rara dan Nuri bisa tak suruh cuci piring numpuk,' batin Bu rona, senyuman tersirat dari sudut bibir nya.

"Eeh, kalian Dateng, aduuuh cucu nenek," Bu rona memeluk dua cucu nya di keluarga itu.

"Iya nih Bu, tadi aku mampir ke Rio dulu," tutur Adi.

"Eh, yang lain mana pak Bu, kok tumben sepi," sambung Adi lagi.

"Iya nih tumben sepi, mana si Nafisa, suruh buat minum dong Bu," celetuk Rara, seraya menghempas kan diri di sofa berseberangan dengan mertua nya.

"Nafisa gak ada," timpal Bu rona singkat.

Pak Mardi hanya menatap jengah ke arah menantu nya itu, Tampa mau berkata apa apa, pak Mardi tak ingin bersitegang dengan Rio atau pun adi.

"Ah kalian telat sih ke sini," timpal pak mardi santai, Tampa mau mengalihkan pandangan nya dari TV.

"Telat apa sih pak maksud nya," tanya Rio bingung.

"Iya nih bapak, mana Noni dan Novi," sambung Nuri.

"Itu Novi ada di kamar," ucap Bu rona.

"Yaa telat lah, emang kalian gak pernah komunikasi satu sama lain toh, masa gak tau adik kalian di mana, udah satu bulan lebih sih kalian gak pada kesini," ujar pak Mardi lagi.

"Aiiish, bapak ngomong apa sih, kan yang penting di kirimin uang pak, kami kan semua sibuk, maklum lah pak, nama nya juga kerja," celetuk rara.

"Hmm, iya iya deh," timpal pak mardi mengalah.

"Terus Nafisa kemana Bu, kok ibu bilang gak ada padahal aku haus banget ini," celetuk Nuri.

"Yaa ambil minum sana nur," timpal pak mardi jengah.

"Iiii-iya pak," Nuri tak mau membantah bapak mertua nya jika sedang dalam mode jengah seperti itu.

"Mana si Tyo pak," Rio masih tidak mengerti.

(Akibat tidak ada kekompakan antara mereka, mereka hanya berkomunikasi saat membutuh kan satu sama lain, semua anak Bu rona terlihat bahwa semua mereka gila uang, bahwa bagi mereka fokus bekerja cari uang itu lebih baik)

"Kan bapak udah bilang tadi, kalian terlambat, Tyo, Nafisadan Noni ke Jogja," timpal pak mardi santai.

"Haaaa?, Ngapain ke jogja, bulan madu?, Kaya punya duit aja si Nafisa minta bulan madu," Rara terkejut, sambil terkekeh geli.

" Iya nih, ibu kok boleh boleh aja sih, kasih tau dong si Nafisa," sambung Nuri dari arah dapur sambil membawa nampan berisi minuman.

"Bulan madu kok Noni ikut?," Sambung Adi tak kalah geli dengan Rara dan Nuri.

"Mereka bukan bulan madu keles," celetuk Novi dari dalam kamar, menghempas kan diri di samping Bu rona dan pak Mardi.

"Lah terus apa kalau gak bulan madu," tanya Nuri dengan dahi berkerut.

"Yaa tinggal di sana lah, apes nya aku gak bisa ikut," ujar Novi dengan wajah kesal nya.

"Loh ngapain mereka tinggal di Jogja?," Seru Rio dan Adi bersamaan.

"Tyo di minta mertua nya mengurus perusahaan mereka," timpal pak mardi santai, masih enggan mengalihkan pandangan dari tv.

Rasa nya malas kalau harus memandang wajah anak mantu nya Rara dan Nuri, yang menurut pak Mardi, etika mereka kurang baik meski mereka tamatan sarjana.

"Hahahaha," tawa berderai dari mulut Nuri dan rara.

"Perusahaan apa sih pak pak, sampai sampai-sampai Nafisa, dan Tyo mesti harus pindah ke Jogja, warung apa emang yang mereka jaga, aneh aneh aja bapak ini, kok malah kasih izin sih, kasian tau pak si Tyo, udah jadi sarjana udah kerja kantor di suruh jaga usaha gak jelas," celetuk Nuri dengan nada mencibir.

"Kalau orang ngomong di dengerin dulu, jangan nyela omongan orang tua, tamatan sarjana kok gak pake otak," cetus pak Mardi geram.

Spontan saja, mata mereka terbelalak tak menyangka pak Mardi akan bereaksi sekeras itu.

"Mereka itu nerusin perusahaan nya papa Rizal di Yogyakarta, kalau kalian gaul sih pasti tau sama perusahaan itu," cetus novi, sambil memainkan ponselnya.

"Perusahaan apa maksud nya nov," tanya Rio penasaran.

"Nanggom Batik grup," timpal Novi singkat.

"Haaaa- Nanggom Batik grup?," Ujar Nuri dan rara bersamaan, mulut mereka membulat menganga tak percaya.

"Aah, yang bener aja kamu nov," ujar Nuri tak percaya.

"Iya nih, nanggom Batik grup, itu perusahaan batik yang bergengsi loh nov, cabang nya di solo ini ada loh, di Jakarta ada, kalau emang bener mereka ngurus itu ngapain ke Jogja, wong di sini juga ada cabang nya, barang nanggom grup itu gak sembarangan loh nov, aku mah punya cuma dua, itu pun hadiah dari bos ku," sambung Rara.

"Lah itu tau," cetus pak Mardi santai.

"Yaa karna tau makanya kami bilang gak mungkin pak, Ngada Ngada si Novi ni," timpal nuri tak kalah cetus pada bapak mertua nya.

"Enggak percaya amat di kasih tau," cetus novi sinis ke arah Rara dan Nuri.

Sementara itu Bu rona hanya jadi penonton saja, dalam hati dia pun mengakui, bahwa awal nya dia pun tak kalah terkejut nya, sama seperti Rara dan Nuri.

"Ibuk kok diem aja, Ngada Ngada kan Bu si Novi," ucap Rara membuyarkan lamunan Bu rona.

"Emm, eh, engga, apa kata Novi bener kok Ra," timpal Bu rona.

"Kalau emang bener mah, kenapa enggak ngurus cabang nya yang di sini Bu," sangkal Rara. Sebenarnya Rara sudah mulai jengah dengan Nafisa ketika Adi suami nya sering memuji masakan Nafisa, dan lagi semua orang bisa melihat bahwa Nafisa tak kalah cantik dari diri nya, itu yang membuat Rara jengah dan selalu membandingkan diri nya dengan istri tyo, dia merasa diri nya lebih sempurna karna dia sekolah tinggi dan menghasilkan uang.

'Tidak, ini gak boleh terjadi, mana mungkin kan si Nafisa anak pengusaha, masa seberuntung itu, udah cantik pinter masak, anak orang kaya, kan gak mungkin, lagi pula kalau dia anak orang kaya, mana mungkin sekolah cuma sampai SMA,' monolog Rara pada diri nya sendiri, Tampa sadar kepala nya geleng geleng sendiri.

"Ra, kenapa kamu, kok kaya orang linglung gitu," celetuk Bu rona.

"Ennng, engga sih Bu," timpal Rara gugup.

"Iya Bu gak mungkin kan, si Nafisa itu anak nya pengusaha, Ngada Ngada kalian, udah lah Bu gak usah bikin cerita, kita maklum kok kalo Tyo mau hidup susah sama Nafisa, tapi kita kasian ibu sama bapak, udah ngurus anak sampe gede, gede nya jadi orang susah," celetuk Nuri.

'masa sih, si Nafisa anak pengusaha kaya itu, tapi kalau dari nama nya emang nyambung sih, tapi gak mungkin deh kaya nya, tapi gimana kalau beneran ya, aduh bisa malu aku, mana sering ngatain dia lagi,' Nuri berkecamuk dalam hati, sama seperti rara, Nuri Tampa sadar menggeleng geleng kan kepala.

" Ini mba Nuri kenapa lagi, geleng geleng gak jelas," celetuk novi.

Nuri langsung tersentak, dan menguasai diri nya.

"Engga kenapa kenapa kok," ketus Nuri sembari menyambar gelas minuman di atas meja, dan mulai menegak nya hingga habis.

"Emang bener tau, mba Nafisa itu ternyata anak orang kaya, kita salah selama ini menilai, papa dan mama nya mba nafisa, ternyata papa Rizal itu pemilik perusahaan itu Mbak, iya sih dari nama nya juga kan udah jelas, Arizal nanggom," jelas Novi panjang lebar.

"Iiih tapi sayang, aku gak bisa ikut, karna masih sekolah, kak Noni tuh enak, mana dia mau di kuliah in lagi sama mba Nafisa," sambung Novi dengan wajah masam.

"Haaaa?, Di kuliahin?," Enak dong Noni, seru Adi.

"Iya mas, waktu itu, waktu mas Tyo sama mbak Nafisa main ke rumah mertua mas tyo, pulang pulang bawa belanjaan banyak, dan kalian pasti gak percaya, mbak Nafisa di kasih hadiah mobil RUB**ON dan rumah, di Jogja," Novi bercerita sambil menggebu gebu.

"Haaaa?, Serius kamu nov?," Seru Rara dan Nuri bersamaan.

"Iya lah serius, ngapain aku Ngada Ngada, tanya aja ibuk sama bapak kalau gak percaya," timpal Novi santai.

Rara dan Nuri saling pandang, lalu menoleh ke arah Bu rona dan pak Mardi bersamaan.

Dan di balasan anggukan oleh mereka, seringai puas terbit di sudut bibir pak Mardi.

'Aaduuh, gimana nih mana aku udah terlanjur sering ngata ngata in, si permpuan sok sempurna itu, gimana pun cara nya, aku harus sok baik baik in dia, kan lumaian kalau bisa dapet batik gratis,' batin rara.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!