Denis hampir terlelap ketika dia mendengar suara dikamar yang ada pria asing itu. Dia terlonjak bangun dari sofa tempat dia membaringkan diri. Sebuah selimut yang dia jadikan penghangat tubuhnya jatuh teronggok di lantai.
Dia segera membuka pintu kamar. Pria itu nampak duduk disisi pembaringan sambil memijit keningnya. Matanya terpejam rapat. Dia mungkin sedang mencoba mengumpulkan nyawanya yang sempat tercecer dan hampir saja menghilang.
Denis mendekatinya dengan waspada. Dia berdiri agak jauh dari jangkauan pria itu dan memperhatikannya dalam diam. Menunggu tanpa mengeluarkan suara.
Pria itu memicingkan matanya. Menyadari ada orang lain yang sedang memperhatikannya di dalam kamar itu.
"Siapa kamu? Aku berada dimana?" Pria itu bertanya sambil meringis. Suaranya pelan dan menahan sakit.
"Minum dulu." Denis tidak menjawab pertanyaan pria itu. Dia menggerakkan kepalanya menunjuk gelas berisi air minum yang sudah tersedia diatas meja kecil disebelah pembaringan. Pria itu melirik gelas yang ditunjuk oleh Denis. Dia mengambilnya. Meneguk isinya dalam satu kali tegukan sampai habis.
Dia menggoyangkan kepalanya mencoba membuang rasa pusing yang menderanya. Tubuhnya terasa lemas tak berdaya. Dia kembali menatap Denis dengan matanya yang semakin melebar.
"Apa kamu orang yang telah menolongku? Atau kamu anggota penjahat itu?" tatapannya berubah jadi tatapan penuh waspada. Mata elangnya terlihat tajam menatap Denis. Lebam dibagian wajahnya mengaburkan ketampanannya. Tubuhnya tinggi kekar. Harusnya dia tidak kalah begitu saja saat berkelahi kalau saja lawannya tidak curang dengan cara membiusnya.
"Aku menolongmu dari dalam jurang," Denis berujar sebelum pria itu salah paham. Tatapannya yang tak kalah dingin membalas tatapan pria itu.
"Dari dalam jurang?" pria itu terkejut.
"Mereka melemparkanmu ke dalam jurang. Kebetulan aku lewat disana dan segera menolongmu."
Pria itu merapatkan kembali matanya. Menyugar rambutnya sambil mendongakkan wajah nampak tidak percaya dengan kejadian yang menimpanya.
Dia membuka kembali matanya dan menatap Denis.
"Aku Alex."
"Denis."
Tak ada jabatan tangan selayaknya orang yang sedang berkenalan.
"Kamu lapar?" tanya Denis sesaat setelah keduanya sama-sama terdiam. Pria yang bernama Alex itu mengangguk.
"Ikut aku."
Denis keluar dari kamar itu. Alex sedikit terhuyung ketika dia mulai melangkah mengikuti Denis. Tubuhnya masih terasa oleng pengaruh dari obat bius yang diberikan oleh para penjahat.
Denis membawa pria itu ke meja makan. Mengambilkan sepiring nasi dan sisa lauk makan malam tadi. Pria itu menyantapnya dengan lahap. Dia tidak mempedulikan Denis yang duduk dihadapannya sambil terus memperhatikannya.
"Dari mana asal kamu?" Denis kembali bertanya.
"Jakarta..." pria itu menjawab. "Ini berada didaerah mana?" tanyanya kemudian.
"Ciamis."
"Apa? Kamu tidak bercanda 'kan?" Alex nampak kembali terkejut. Ini sangat jauh dari tempat dia berasal. Denis hanya tersenyum tipis.
Alex menyelesaikan makannya. Dia kelihatan sangat kelaparan. Entah sejak kapan dia tidak makan. Denis masih sabar menunggu. Alex mengedarkan pandangannya. Menyusuri tiap tempat disekitarnya. Kemudian kembali menatap Denis.
"Thanks, bro. Kamu sudah menyelamatkan nyawaku. Aku pasti akan membalas semua kebaikanmu."
"Kami tidak menemukan identitasmu, jadi kami gak bisa menghubungi keluargamu."
"Kami?"
"Ya. Semua orang yang ada dirumah ini. Aku tidak sendirian menolong kamu."
Alex memijit pelan pertemuan kedua alisnya. Sepertinya pengaruh obat bius belum sepenuhnya hilang.
"Tidurlah. Kamu butuh istirahat." Denis melihat jam dinding. Pukul sebelas malam. Diapun merasa sangat mengantuk. Matanya terasa perit.
Pria itu menurut dengan kata-kata Denis. Dia kembali kekamar tempat dia pertama kali tersadar tadi. Merebahkan kembali tubuhnya. Mencoba untuk melupakan sejenak apa yang dia alami. Denis benar. Dia butuh istirahat. Dia harus memulihkan staminanya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Sekarang dia cukup merasa tenang karena berada ditempat yang aman. Alex memejamkan matanya dan tidak lama kemudian dia sudah terlelap.
Di luar kamar itu Denis kembali merebahkan tubuhnya disofa. Udara dingin memaksa dia menarik selimut dan merapatkan ke tubuhnya. Matanya masih terbuka untuk beberapa saat. Memandang kearah pintu kamar yang tertutup. Semakin lama kelopak matanya terasa semakin berat. Diapun terlelap tidak lama kemudian.
****
Hari masih gelap, tapi Denis sudah terjaga dari tidurnya. Suara berisik di dapur menandakan sudah ada aktifitas disana. Denis melipat selimut. Membawanya ke kamar yang saat ini didiami oleh pria bernama Alex. Pria itu masih tertidur. Denis mengambil baju dari lemari disudut ruangan. Membawanya keluar dan langsung kekamar mandi yang berada dekat dapur.
Seorang wanita setengah baya sedang memotong sayuran disana.
"Sudah bangun kamu. Kenapa tidur diluar?" sapanya kepada Denis.
"Bibi kapan datang?" Denis malah balik bertanya.
"Tadi sebelum subuh."
Tak bertanya lagi, Denis langsung masuk kedalam kamar mandi. Membersihkan tubuhnya beberapa saat lamanya. Keluar lagi dengan baju yang sudah berganti. Stylenya masih sama. Celana jeans belel dan kaos dibalut jaket jeans yang tidak dikancingkan. Dia mengacak-acak rambutnya yang basah. Nampak begitu segar dipagi yang masih temaram. Dia kemudian duduk dimeja makan. Bi Nani meletakkan secangkir kopi yang masih mengepulkan asap dihadapannya.
Lukman keluar dari kamarnya dengan mata yang masih mengantuk. Denis hanya meliriknya sekilas sambil menghirup kopinya.
"Gimana orang itu? Udah sadar?" tanyanya pada Denis. Dia menarik kursi diseberang Denis.
"Sudah." jawabnya singkat. Seorang lelaki seusia bi Nani datang menghampiri sambil membawa dua cangkir kopi. Satu dia letakkan dihadapan Lukman dan satu lagi untuk dia sendiri. Dia adalah mang Jana. Suami bi Nani. Dia bekerja apa saja dirumah ini. Semua bisa dia lakukan. Tukang kebun, tukang listrik, menjadi sopir pribadi. Apa saja. Kerjanya sangat fleksible. Tergantung kebutuhan. Dia sudah lama bekerja di keluarga bang Theo. Bersama istrinya, dia mengabdi dengan tulus dikeluarga ini. Dia dan istrinya sudah menjadi orang kepercayaan bang Theo. Mereka sudah dianggap sebagai keluarga.
Bang Theo ikut bergabung tidak lama kemudian. Mbak Fani nampak memasuki mobilnya dan bersiap untuk pergi ke klinik. Ini masih terlalu pagi bagi sebagian orang. Tapi tidak bagi penghuni rumah ini.
Bi Nani menyiapkan sarapan dirumah utama. Membangunkan Sisil dikamarnya. Kemudian menyiapkan sarapan untuk orang-orang di rumah belakang.
Alex keluar dari kamar dan bergabung dengan semua orang disana. Dia merapikan rambutnya yang berantakan menggunakan jari tangannya. Bi Nani menyeduhkan dia kopi dan menghidangkan dihadapannya dengan tatapan penuh tanya. Dia hanya berfikir bahwa mungkin pria itu adalah tamunya bang Theo.
Bang Theo mengulurkan tangannya pada pria itu sambil memperkenalkan namanya.
"Theo."
"Alex."
"Yang itu Lukman. Ini Denis." bang Theo mengenalkan semua orang pada pria itu. Termasuk bi Nani dan mang Jana. Alex menatap setiap orang yang dikenalkan bang Theo kepadanya. Tatapannya yang dalam dinaungi sepasang alis yang tebal.
"Siapa orang-orang yang sudah mencelakaimu itu?" Tanya bang Theo penasaran.
"Aku tidak tahu." Alex menggelengkan kepalanya.
"Apa rencanamu sekarang?"
"Boleh aku tinggal disini untuk beberapa hari? Aku belum tahu siapa yang telah mencelakaiku. Dan aku harus mencari tahu." Alex menatap bang Theo penuh harap. Bang Theo menatap Denis dan Lukman bergantian seolah menanyakan pendapat kedua orang itu. Denis dan Lukman saling beradu pandang. Mereka menyerahkan keputusan kepada bang Theo. Nampaknya bang Theo percaya dengan orang bernama Alex itu.
"Baiklah." Kata bang Theo akhirnya. "Tapi gak ada kamar yang lain. Jadi sementara ini lo berbagi kamar sama Denis aja."
Denis terbatuk mendengar penuturan bang Theo. Matanya melebar menatap pria itu.
"Apa? Kenapa gak di kamar Lukman aja?"
"Lukman kan sekamar sama Farid. Kamu gak apa dong sekamar sama Alex. Lagian cuma sebentar aja. Iya kan?"
Farid merupakan anak bungsu mang Jana dan bi Nani. Dia sering menginap disana dan selalunya tidur dikamar Lukman. Dia suka tidur dengan Lukman karena mereka memiliki hobi yang sama yaitu bermain gitar dan main game. Sedangkan Denis orangnya tidak suka berisik. Dia lebih suka sendiri.
"Aku bisa tidur dimana saja. Aku tidak masalah." Alex mengedarkan pandangannya pada orang-orang disana. Tatapannya terpaku sesaat diwajah Denis. Dia dapat melihat kalau Denis sangat keberatan harus berbagi kamar dengannya.
"Terserah bang Theo aja." Kata Denis akhirnya. Dia kembali menghirup kopinya.
Bang Theo mengambil baju miliknya untuk diberikan kepada Alex. Postur tubuh mereka hampir sama. Tinggi besar dengan dada lebar dan bahu yang kekar. Dia memperkirakan kalau ukuran baju Alex sama dengan ukuran bajunya.
"Sorry ya. Lu pakai ini aja dulu." kata bang Theo ketika menyerahkan baju ganti pada Alex.
"Gak apa-apa bang. Terima kasih. Kebaikan kalian akan selalu aku ingat."
"Kak Denis!! Ayo!!" seorang gadis cantik dengan seragam putih biru memanggil Denis. Hampir semua orang mengalihkan perhatiannya pada gadis itu. Sisil tersenyum manja dengan matanya yang menyipit melihat semua orang menatap kepadanya. Dia menghampiri bang Theo dan mencium punggung tangannya. Matanya melirik Alex ketika dia melepaskan tangan papanya. Tapi dia tidak bertanya apa-apa.
Denis bergegas menuju motornya yang terparkir berdampingan dengan mobil bang Theo. Memasang helm dan menghidupkan motornya. Gadis cantik berambut sebahu itu segera naik dibelakang tubuh Denis.
Denis mengulurkan satu helm kepada Sisil tanpa menolehkan wajahnya.
"Pakein," Sisil tidak menerima helm itu.
"Pake sendiri." Denis tetap mengulurkan helm itu. Gadis itu cemberut. Bibir tipisnya yang berwarna merah muda alami itu manyun menggemaskn. Tapi Denis tidak melihat itu karena dia tidak menoleh sedikitpun ke belakang.
"Ihh. Kak Denis." gerutu gadis itu sambil mengambil helm dari tangan Denis agak sedikit kasar. Denis tidak mempedulikan itu. Dia memainkan gas motornya sambil menunggu Sisil memasang helmnya.
"Sudah." ketus gadis itu.
Denis langsung menjalankan motornya meninggalkan rumah itu. Bang Theo yang melihat kelakuan anak gadisnya hanya tersenyum geli.
Motor yang dikendarai Denis meluncur dijalanan beraspal. Meliuk-liuk dengan lincah disela kendaraan yang memadati jalanan di pagi hari. Kesibukan dimana-mana. Semua orang seolah berlomba untuk segera tiba ditempat tujuan masing-masing.
Didepan gerbang sebuah SMP kesibukan semakin ketara. Murid laki-laki dan perempuan berbaur menuju gerbang sekolah yang beberapa menit lagi akan segera ditutup.
Dua orang guru piket berdiri di kedua sisi gerbang memberi arahan kepada murid-muridnya agar bergegas masuk.
"Sisil!!" koor dari tiga orang teman Sisil menyambut kedatangannya dengan riuh. Denis mengambil helm yang disodorkan Sisil. Dia ingin cepat-cepat berlalu dari tempat itu. Malas sekali kalau sampai harus berurusan dengan bocah-bocah itu. Dia sudah hafal dengan kelakuan mereka.
"Kak Denis!!" betul saja, mereka beralih kepada Denis sekarang. Denis hanya melirik anak-anak ABG itu. Kemudian segera memutar motornya untuk kembali masuk ke jalan raya. Namun naas baginya. Begitu ia memutar motornya, sebuah motor matic sedang mundur dibelakangnya.
Brak! Roda depan motor Denis menabrak motor matic itu. Walaupun tidak terlalu kencang tapi akibat benturan itu membuat motor itu oleng dan pengendaranya terjatuh. Denis terkejut. Pekikan beberapa orang yang melihat kejadian itu membuat suasana menjadi gaduh.
Sisil dan teman-temannya yang masih berada disana segera mendekati Denis.
"Kak Denis!!" mereka memekik bareng. Khas anak ABG.
Denis turun dari motornya dan segera membantu mengangkat motor matic yang rebah diatas aspal. Gadis pengendaranya nampak meringis. Dia berusaha bangkit dibantu oleh beberapa orang yang berada disana.
"Kak Denis gak apa-apa?" tanya Sisil sambil melihat Denis dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.
"Gak apa. Masuk sana telat lo ntar." Dia malah mengusir Sisil.
Sisil menuruti ucapan Denis. Dia segera mengajak tiga orang temannya untuk masuk ke kelas.
Gadis yang terjatuh dari motor itu nampak duduk di trotoar. Terlihat ada luka lecet dikakinya. Denis segera menghampiri gadis itu.
"Apa perlu ke rumah sakit?" tanyanya menunjukan kekhawatiran. Gadis itu mendongakkan wajahnya. Kepalanya menggeleng perlahan.
"Gak usah." bibirnya mengeluarkan desisan. Denis melihat ke sekitar tempat itu. Ada sebuah minimarket tidak jauh dari sana.
"Aku beli plester dulu disana. Kamu tunggu disini."
"Gak usah. Saya langsung pulang aja." gadis itu bangkit dari duduknya. Melangkah sedikit tertatih menuju motornya. Denis membantu gadis itu menghidupkan mesin motor matic itu.
"Kalau ada apa-apa, saya ada di Diamond Motor." kata Denis. Gadis itu mengangguk dan menaiki motornya. Melemparkan senyuman manisnya kepada Denis dan segera berlalu dari sana.
Denis memandangi gadis itu sesaat sebelum akhirnya dia pun menaiki motornya sendiri dan melaju meninggalkan kawasan sekolah.
Dia langsung menuju bengkel. Lukman nampak baru saja membuka rolling door. Seorang pekerja lain membantunya. Dia bernama Andi.
Andi tinggal bersama keluarganya. Rumahnya tidak begitu jauh dari bengkel. Dia lulusan SMK tahun lalu dan langsung bekerja di bengkel bang Theo. Bang Theo sudah mengenalnya karena anak itu melaksanakan Prakerin di bengkel bang Theo ketika dia kelas dua SMK.
Bang Theo nampaknya belum datang. Mobilnya belum ada ditempat parkir.
Denis masuk kedalam sebuah ruangan khusus untuk para pegawai. Mengambil baju kerjanya dan menggantinya didalam toilet. Dia keluar dari ruangan karyawan berbarengan dengan kedatangan bang Theo dibengkel. Dia turun dari mobil. Seseorang mengikutinya. Alex.
Denis tidak mempedulikan kedua orang itu. Dia lebih memilih menghampiri seorang customer yang baru saja datang.
Bang Theo yang baru saja datang bersama Alex langsung masuk ke ruangannya. Alex mengikuti dibelakangnya.
"Inilah tempat usaha gue. Usaha kecil-kecilan," ucap bang Theo. Alex mengedarkan pandangannya. Dia tersenyum tipis. Bang Theo duduk dikursi kebesarannya. Mempersilakan Alex untuk duduk juga dihadapannya.
"Aku berterima kasih banget bang. Abang sudah menolongku dan percaya padaku."
"Sudahlah. Tidak perlu membahas itu. Gue ikhlas bantu orang. Dan gue percaya, lo orang baik-baik." Bang Theo menatap pria didepannya itu. Seorang pria muda yang ditaksir berusia masih dibawah tiga puluhan dengan karakter yang kuat. Bang Theo menduga pria ini orang kaya jika melihat pakaian bermerk yang digunakannya kemarin. Sebenarnya dia ingin menanyakan banyak hal pada pria didepannya itu. Tapi dia sadar kalau dia perlu menghargai privasi orang itu. Dia akan mencari tahu sedikit demi sedikit.
Ketukan dipintu membuat keduanya menoleh. Lukman berdiri disana dengan menggunakan seragam kerjanya.
"Ada teman abang didepan."
"Siapa?"
"Bang Fandi."
Mendengar Lukman menyebut nama itu bang Theo segera bangkit dari kursinya dan bergegas keluar. Alex hanya mengikuti bang Theo dengan pandangannya. Dia lebih memilih untuk tetap duduk disana.
"Fandi!" Bang Theo nampak senang dengan kedatangan temannya. Dia segera menghampiri Fandi. Menggenggam tangannya dan mengguncangkannya. Tangan kirinya menepuk bahu Fandi agak keras. Fandi meringis.
"Gimana? Bermasalah lagi mobil lo?" tanyanya dengan seringai dibibirnya.
"Enggak sih. Tapi gue mau anak buah lo ngecek kondisi mobil gue secara keseluruhan. Gue mau pergi keluar kota lagi nih. Gue gak mau terjadi lagi kayak kemaren."
"Lo memang harus rutin servis kalo lo gak mau kejadian kayak kemaren. Lagian nih ya, kalau keluar kota tu jangan pergi sendiri. Apalagi jaraknya jauh. Bahaya banget nyetir sendiri."
"Iya. Gue kapok kalau ingat yang kemaren itu. Haha.." Fandi tertawa sumbang. "Gue pengen si Denis yang ngecek mobil gue. Gue percaya sama dia."
Bang Theo melihat ke arah Denis yang sedang melayani seorang pelanggannya.
"Tapi lo harus nunggu sebentar. Denis masih ngerjain yang lain sekarang."
"Gak masalah. Gue tinggal mobilnya disini. Nanti gue ambil lagi."
"Baguslah kalau begitu. Jam berapa lo ambil?"
"Siang mungkin. Gue ada urusan yang lain dulu."
"Oke."
Fandi kemudian berlalu dari bengkel. Dia pergi dengan menggunakan ojeg yang bisa mangkal tidak jauh dari bengkel Bang Theo, sementara mobilnya ditinggal di bengkel. Dia menyerahkan kunci mobilnya pada bang Theo.
Bang Theo menghampiri Denis yang masih sibuk dengan sebuah mobil.
"Habis ini lo ngerjain mobil si Fandi." kata bang Theo sambil menyerahkan kunci mobil Fandi kepada Denis. Denis melirik mobil yang dimaksud oleh bang Theo dan mengangguk Faham. Kunci mobil dia masukkan kedalam saku bajunya.
"Oke."
Singkat saja jawabannya.
Bang Theo sudah terbiasa dengan sikap Denis yang seperti itu. Dia sudah sangat hafal dengan karakter anak buahnya yang satu ini. Sejak pertama kenal Denis, bang Theo dapat melihat kalau Denis sangat pendiam dan tertutup orangnya. Tidak suka banyak bicara dengan siapapun. Dia hanya mengeluarkan suaranya seperlunya saja. Dia sangat membatasi interaksi dengan orang lain. Terutama dengan makhluk yang bernama perempuan.
Wajah Denis yang manis, tampilannya yang unik, sikap dinginnya yang membuat dia nampak keren, tak urung membuat para cewek penasaran. Beberapa orang terang-terangan mencoba mendekati Denis. Tapi tak ada satupun yang dibiarkan Denis untuk mendekatinya. Dia sangat menjaga dirinya agar tak tersentuh oleh siapapun.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Mommy Gyo
3 like hadir thor mampir di karyaku cantik tapi berbahaya
2021-08-13
0
Shellia Vya
Penasaran sama Denis
2021-08-13
0
Nrfhdilh
Likenya sudah mendarat..🤗🤗
TERJERAT CINTA SATU MALAM menunggu kedatangan kk semuanya ayo mampir!.
#MariSalingMendukung❤
2021-08-08
0