{Si Bontot}

Bagian 5:

{Si Bontot}

Kesan pertama orang-orang saat melihat Vino itu.... Tengil. Anak itu memang punya wajah rupawan yang menawan. Jika dia bungkam maka penilaian orang akan berbeda. Ia terlihat tenang dan bagai memiliki dunia tersendiri dengan diamnya. Tapi kalau sudah mulai berulah, hawa tengilnya membuat siapapun ingin menonjok wajah tampannya itu. Satu lagi, Vino ini walau yang paling muda diantara anggota sekte yang lain. Tidak bisa dipungkiri, dia adalah seorang brengsek sejati. Kerjaannya kelayapan dari hati ke hati tanpa ada niatan terikat hubungan pasti. Rayu sana sini dan pergi setelah membuat anak orang melambung tinggi. Kampret.

Terlepas dari itu, Vino adalah Si Bontot Sekte. Sekaligus juga Si Bungsu dalam keluarganya. Ah, bicara tentang keluarga, agak tidak mengenakkan. Orang tua Vino sudah pisah sejak ia umur 8 tahun. Hak asuhnya berada di tangan Sang Papa, sementara dua saudaranya dibawa pergi Sang Mama. Sejak saat itu Virza, Papa dari Vino belum bisa move on dari Gehna, yang tak lain adalah Mama Vino. Sampai kini pun Virza masih sering modusin mantan istrinya itu. Hanya saja dua anak tertuanya seperti bermusuhan dengannya dan terus menghalangi langkahnya mengejar Gehna. Hanya Vino anak paling berbakti dan berbudi pekerti luhur yang satu frekuensi dengan dirinya. Makanya dia sayang banget dengan bungsunya itu.

Saking sayangnya sama anak, Virza bahkan rela ngebabu di hari minggu mengurus pekerjaan rumah sementara Vino masih bergelung di balik selimut. Semua pekerjaan rumah memang dilakukan sendiri. Tidak ada asisten rumah tangga. Paling mentok bakal ngandalin go clean saat malas beberes atau pesan go food saat kelaparan. Itu semua karena Vino yang terbiasa apa-apa diurus Gehna, jadi dia menolak keras adanya ART meski Sang Mama tak lagi tinggal dengan mereka. Vino tidak suka orang luar masuk mencampuri kehidupannya, bahkan hal sekecil menyapu atau mencuci piring sekalipun.

"Pa, lapar."

Virza sedang berdiri di depan kompor, menumis bawang untuk memasak mie. Saat tiba-tiba Vino datang dengan muka kusut khas bangun tidur sambil mengeluh memegang perut. Lalu dengan mata terpejam anak itu dengan santai menyender di punggung Virza, menumpukan berat badannya di sana.

Dihari libur yang indah ini, Virza super sibuk dari pagi. Mencuci pakaian kotor yang sudah menumpuk bagai gunungan dosa, menyapu debu yang kayak setan terus datang meski di basmi berkali-kali, mengepel lantai sampai kinclong hingga membuatnya bisa melihat cerminan masa depan saking mengkilatnya. Pokoknya semua pekerjaan babu ia kerjakan. Sedangkan bujang kesayangannya masih asik terawang-awang dalam mimpi. Matahari sudah naik sepenggalahan dan anak itu bangun-bangun minta makan. Ah, Virza sabar, Virza jodohnya Gehna.

Masih dengan tangan sibuk dengan spatula berlagak bagai koki handal Virza menyahuti anaknya, "Bukannya kamu lebih rela kelaparan daripada keracunan?"

Vino membuka mata teringat kejadian semalam.

Flash Back On.

Malam minggu, Vino tak ada tujuan kalau keluar rumah. Jadilah ia goleran main HP depan TV dengan kaki naik ke atas sofa.

"Mau apa?"

Virza datang-datang nyodorin ponselnya ke depan muka Vino, suruh milih, "Papa pesen go food, malas masak."

Vino kontan merotasikan bola matanya malas, "Papa masak pun gak ada gunanya. Aku lebih milih kelaparan ketimbang keracunan."

Virza yang sepet duluan, inisiatif pesanin promag buat makan malam anaknya. Kelaparan, kelaparan dah.

"Pa," panggil Vino yang tiba-tiba teringat sesuatu. Dia dengan kurang ajarnya menyenggol Virza yang duduk di sofa dengan kakinya. "Kangen Mama," katanya kemudian.

Virza yang awalnya mau marah mendadak excited. Dia menyorot anaknya dengan  kamera HP, "Ulangin coba, Nak," titahnya.

Meski bingung Vino ikuti juga kemauan random ayahnya itu, "Kangen Mama," ulangnya lalu bertanya saat Virza tampak sibuk mengutak-atik ponsel sambil mesem-mesem setelah merekamnya.

"Buat apa, Pa?"

"Modusin Mama-mu dong! Pake nanya," sahut Virza tanpa menoleh.

Vino spontan melotot dan berseru, "WEH JANGAN!"

"Telat, udah kekirim."

Mendadak Vino hilang semangat hidup, "Pasti nanti diledekin sama Si Abang Kampret."

Virza mengibaskan tangannya acuh, "Alah, gampang. Papa cabein mulutnya kalau berani ngatain kamu."

Pilih kasih emang bapak yang satu ini.

"Yahh...." Virza mendesah kecewa lalu melempar ponselnya asal dan ikut goleran di samping Vino. "Kamu disuruh main ke rumah Mama. Harusnya Papa bilang kamu sakit aja kali, ya, biar Mama kamu mau kesini."

Vino ngeliatin bapaknya itu kemusuhan, "Salah gak sih kalau aku getok kepala papa? Sekaliiii aja."

"Serah kamu deh, Nak. Papa galau."

Flash Back Off.

Virza masih dendam soal anaknya yang mengatai dia tak bisa memasak. Makin dengki lagi saat ingat Vino benar-benar menggetok kepalanya dengan  kurang ajar tadi malam. Capek dia tuh dinistain sama anaknya sendiri. Makin lelah lagi batinnya saat Vino kembali buka suara.

"Kalau masak mie instan pun papa gagal, resign ajalah jadi manusia."

Gimana gak cacat mental Si Virza punya anak modelan begitu. Dia ketar ketir saja sambil menuang air kedalam bumbu yang sedang ditumisnya. Lalu membesarkan api kompor agar kuah mie cepat mendidih. Ujung-ujungnya juga dia kasihan liat anaknya yang kelaparan, bocah tengik itu sudah beralih duduk di meja makan dengan kepala terkulai lemas di atas meja.

Selang beberapa menit dua mangkuk mie rebus dengan kuah minim tersaji di meja makan. Meski payah dalam memasak menu lainnya, tapi Virza percaya diri memasak mie instan karena sudah jadi kebiasaan dari jaman kuliah.

Perpaduan aroma bawang, kuah kaldu dan telur dalam mie membuat Vino duduk tegak dengan semangat. Ia mengucek mata sebentar menghapus sisa-sisa rasa kantuknya sebelum ngacir ke kamar mandi untuk cuci muka.

"Kamu jadi ke rumah Mama hari ini?" tanya Virza saat mereka sudah pindah makan di depan TV nonton doraemon.

"Enggak, deh. Kan Papa libur," sahut Vino kalem sambil meniup mie yang masih mengepulkan uap panas.

"Ya justru itu! Karena papa libur kamu harus maen kesana, biar Papa ada alasan ikut."

Ah, modus melulu duda satu ini.

Vino manggut-manggut sambil mengunyah, "Ya justru itu! Karena papa mau modus aku males pergi. Aku mau ke rumah Aslan hari ini."

"Lah, papa ditinggal?"

Vino yang sedang minum bergumam pelan dan mengangguk. Ia meneguk air dimulut lalu bicara, "Kemarin-kemarin papa keseringan lembur, istirahat aja di rumah."

Virza sudah terharu dan ingin meluk anaknya dengan berurai air mata. Tapi gak jadi. Ekspetasinya keburu hancur saat Vino menandaskan ucapannya.

"Takutnya papa cepat mati keseringan kerja, aku masih butuh pengasongan dari Papa untuk bertahan hidup."

………………………………..

Aldevino Gerrant Wijaya. Anak bungsu pemilik Wijaya Corp ini memang brengsek sejati. Dia terkenal dengan reputasi playboy nya meski belum pernah sekali pun menjalani hubungan bernama pacaran. Vino belum pernah pacaran, asli single dari lahir. Kerjaannya cuma PHP in anak orang sana-sini. Membuat banyak perempuan menggila karena ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.

Dan sekarang...

"Ge, ayok pacaran."

... bocah itu mendapatkan karmanya.

"Bekas lo dikasih ke gue? Lo kira gue tempat pembuangan?!"

"Y-ya gak gitu. Belom gue masukin mulut kok. Sumpah!"

Gea berdecak lantas menerima permen yang disodorkan Vino saat mengajaknya pacaran tadi. Bungkus permen itu entah kemana, wajar Gea mengira itu sisa Vino. Lagian aneh banget. Dimana-mana kalau mau nembak cewek itu setidaknya kasih bunga kek, coklat kek, apa kek, ini malah permen. Permen susu rasa stroberi. Rasa yang paling Gea benci. Asu!

Vino sudah sumringah karena Gea menerima permen darinya. Tapi cuma beberapa detik sampai senyumnya berubah kayak joker. Itu semua karena Gea yang dengan seenak hati mengoper permen itu pada seorang cowok yang kebetulan lewat.

"Gib, mau permen?"

Gibran mah apa atuh. Dia lagi bawa tumpukan buku paket untuk dipulangkan ke perpus. Jadi ketika Gea menyodorkan permen, ia membuka mulut dan menyambut suapan dari Si Mbak Crush. Ber-flower-flower dah tuh hati.

"Manisnyaaa.... Tapi masih manisan Mbak Cemceman. Makasih jodohku."

"Bukan dari gue," Gea menyahut dengan  muka lempeng nya lalu menunjuk Vino, "Dari dia." Kemudian dia pergi begitu saja meninggalkan Gibran dan Vino yang saling menatap penuh permusuhan.

"Ngapain lo ngasih-ngasih permen ke cewek gue?!" Gibran bertanya galak.

"Pedekate bertahun-tahun tapi gak jadian, ini nih akibatnya. Halu!" Cerca Vino lalu pergi dengan sengaja menubruk bahu Gibran hingga cowok itu sedikit oleng, nyaris buku-buku yang dibawanya terjatuh.

"Kalau gak bawa buku, udah gue pites lu, bontot!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!