Edgar terlihat kesal ketika sang sekertaris menjelek-jelekkan gadis yang sudah membuatnya berpikiran luas, dengan menganggap mantan adalah barang rongsokan.
Namun, satu hal yang mengejutkan hadir saat tim HRD memberikannya berkas karyawan baru yang sudah masuk ke sesi wawancara.
Tim itu memberikan semua data, namun Edgar belum paham jika gadis yang sangat ingin ia temui akan bekerja bersama dirinya.
.
.
.
Sore hari, pukul 16.00 ...
Di saat semua karyawan sudah pulang, sang bos masih saja bekerja, dia melihat sosok yang sangat mirip dengan gadis aneh waktu itu.
Bos Edgar langsung mengkonfirmasi dengan tim HRD.
Dia memanggil salah satu anggota tim untuk menemuinya di ruangannya.
Tak butuh waktu lama, orang yang di maksud sudah ada di hadapannya.
Bos dan orang bernama Adiva itu berbincang cukup intens, awalnya membahas potensi karyawan baru yang lebih profesional dari segi apapun, karena seleksinya sangat ketat.
Hingga sampai ke pembahasan, tentang gadis aneh.
"Kamu tahu orang ini?" tanya Edgar sambil memperlihatkan berkas yang ada foto gadis aneh.
"Iya, dia adalah orang yang sudah mengirim lamaran menjadi Office Girl. Dia merasa gaji di tempat ini sangat banyak, alasannya bekerja di sini itu. Namun, karena kita butuh orang, mau tidak mau aku harus merekrutnya."
"Oh, dia itu memang aneh sejak dua bulan lalu, aku yakin dia adalah orang yang sama," batin Edgar.
Adiva merasa sang bos bersikap tidak wajar, tapi saat dikonfirmasi, justru sang bos meminta Adiva pergi karena urusan telah usai.
Setelah Adiva pergi dari hadapannya, Edgar mulai mencari tahu tentang sosok gadis bernama Mila yang datanya sedang ia pegang itu.
"Namanya Mila Laurens. Anak keturunan Korea-Amerika. Duh, kerena juga dia. Bapaknya namanya Kim Joon, ibunya Mila Laurens. Sulit di percaya, wajahnya sama sekali tidak ada mirip-miripnya dengan bapak dan ibunya, anak siapa dia? Hehe, kenapa aku harus repot-repot memikirkan hal ini? lebih baik cari sebanyak mungkin tentang gadis ini. Kemunginan dia adalah gadis yang sedang aku cari," ujar Edgar dengan semangat yang membara.
Dia perlahan sudah melupakan sakit hati karena sang istri telah berselingkuh, padahal dua bulan lalu, baru saja Edgar dan Yolanda menikah. Keduanya sedang melangsungkan acara honeymoon di sebuah negara, tak di sangka sang istri justru memilih bermalam dengan selingkuhannya dan memaksanya menjadi duda yang masih perjaka.
Jika teringat akan hal itu, dia malu, sebab tangisan menyayat hati, membuatnya seperti seorang pecundang.
Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah memilih untuk bersedih dahulu bersenang-senang kemudian.
Tak terasa sudah satu jam lamanya sang bos bekerja lebih dari jam yang sudah ia tentukan, dia meminta Johan untuk mengantarnya pulang ke rumah.
Johan yang bekerja 24 jam untuk Edgar, tidak masalah saat sang bos selalu menganggunya.
.
.
.
Beberapa menit berlalu, Edgar dan sang bos terlihat sudah berada di lantai dasar gedung megah itu, saat ingin keluar dari pintu utama, terlihat ada Yolanda datang.
Sang pria langsung membuang muka, dia malas menatap wajah mantan istrinya.
"Sayang, maafkan aku. Seharusnya aku tidak jahat kepadamu. Maaf! aku menjadi bangkrut, kau tahu kan rasanya sakit hati? aku pun merasakannya sekarang."
Sang mantan istri bahkan memeluk kaki kanan Edgar, meminta agar sang mantan suami mau memberikan maaf dan kembali padanya.
Akan tetapi Edgar sudah tidak peduli dengan Yolanda, dia lebih fokus tentang hidupnya kini.
Johan yang mengetahui sang bos sedang mendapatkan ancaman, langsung meminta Yolanda melepaskan genggaman tangan kepada kaki Edgar.
Namun, semua itu tidak di lakukan dengan serta merta, Yolanda ternyata sangat keras kepala.
Bahkan sang mantan mengancam akan menabrakan diri di depan mobil Edgar jika sang mantan tak mau mendengarkan semua keluh kesahnya.
Edgar lalu meminta Johan masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, dia akan berbicara dengan mantan istrinya.
"KIta duduk di kedai kopi depan kantor, jalan kaki."
"Terima kasih Ed, kamu sangat baik."
.
.
.
Pukul 17.30 ...
Di kedai kopi kantor Berlin Corp ...
"Sudah setengah jam lebih kau hanya menangis, apa sebenarnya yang kau inginkan?" tanya Edgar.
Dia merasa waktunya telah terbuang sia-sia karena satu hal, yaitu mantan istrinya.
"Edgar, aku sudah menunjukkan jika aku menyesal, aku tidak bisa bersama pria lain. Kamu yang pertama dan terakhir bagiku. Kau percaya padaku kan?"
"Tidak, kamu bisa pergi dari sini. Aku juga akan pulang."
Edgar terlihat sangat sadis, sang mantan istri terdiam, dia hanya bisa pasrah saat Edgar meninggalkannya sendirian di kedai itu bersama selembar uang kertas di atas meja.
.
.
.
Edgar keluar dari tempat itu dan merasa lega, pada akhirnya dia bisa memberikan hal yang akan menjadikan jera bagi Yolanda.
Sang pria bukan pria lemah yang selama ini di bicarakan.
Perlahan tapi pasti, langkah sang pria sudah ada di depan mobil yang juga mengikutinya ke kedai kopi.
"Kamu baik Johan, sampai menyusul kemari."
"Iya dong pak, aku butuh gaji lebih."
"Sepuluh juta perbulan, deal?"
"Astaga banyak sekali bos."
"Jika tidak mau, berikan saja padaku."
"Jangan dong, aku sangat ingin naik gaji, ini yang kedua bagiku, terima kasih ya bos?"
"Iya, sama-sama."
Sang sekertaris lalu tancap gas menuju rumah sang bos yang berada di perumahan elit.
Tempat itu tidak jauh dari kantor tempat sang bos bekerja.
.
.
.
Rumah Mila ...
Di ruang keluarga ...
Petang hari, pukul 18.00 ...
Satu jam lagi adalah makan malam, dua anak yang selalu ribut, tumben diem-diem bae.
"Bang, lu kagak ada rencana ganggu adik lu?" tanya pak Kim yang ingin memulai war.
"Memangnya bapak gak tahu? si tahu gejrot kan mau kerja besok pagi, buat apa gue bikin ribut. Bapak ada-ada saja," jawab Alex, si abang yang tidak kalah gesreknya.
"Lu sekate-kate ya bang, darimana gue di bilang tahu gejrot. Gue cantik begini, sialan lu!"
"Eh, bukan gue yang bilang, tapi amal buruk gue. Lu paham kagak? bocah mana paham sih, ya ya gue seharusnya gak banyak nanya sama lu."
"Bang! Napa sih, suka banget bikin gue kesel, gue teken juga muka lu pakai bantal!"
Gara-gara sang bapak, dua anak yang sering ribut, kembali dalam war bantal, dan endingnya bisa di tebak, omelan mak Jenifer.
"Lex! Mila! kena lu berdua berantem? Nih lagi, bapaknya cuman nyengir mulu lihat anak anak pada ribut, pisahin kek."
Sang emak memang sangat peka dengan keributan, bawaannya marah kalau melihat si Alex dan Mila mulai adu mulut sampai war.
"Biarin aja lah Jen, anak-anak ini udah gede, mulut kita gak ada gunanya. Daripada capek doang."
"Oh gitu, malam ini kagak ada makan malam, emak ogah siapin! Mak mau karokean sama mpok Luna!"
Saat sang emak justru kabur dari permasalahan makan malam, ketiga orang itu merasa gembira.
"Yey, bisa makan mie instan," ucap Mila.
"Dih, bukan lu aja, gue juga mau. Mak jarang bolehin kita makan mie, jadinya stock mie di rumah kagak ada, untung gue pinter. Ada satu dus mie instan di dalam kamar," cetus bang Alex.
"Heh, kenapa kalian makan mie? bapak beliin aja nasi goreng janda hot."
Dua anaknya menatap mata pak Kim dengan tajam.
"Bapak pergi ke sana, nanti kita ngadu ke emak."
"Busetdah, lu berdua kejam amat sama bapak, mau lihat yang bening-bening kagak boleh."
"Makk, bapak mau pergi ...." Belum sempat mengatakan segalanya, mulut Mila langsung di bungkam.
Sang bapak setuju jika malam ini makan mie instan, dia menyerah, daripada di cuci sama si bini yang galaknya level 20.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments