"Astaga. Aku salah sasaran" ucap Sisil dalam batinnya sambil menatap Langit yang sudah pergi dari kantin itu dengan wajah tanpa ekspresi
Jingga yang melihat raut wajah Langit seperti itu sudah membuatnya paham jika saat ini pria itu sedang sangat marah. "Ya alllah. Pasti kak Langit sangat marah" batinnya sambil menatap punggung langit
Sedangkan teman-temannya langsung mengejar Langit sambil menatap tajam Sisil"Dasar mak lampir, Tunggu saja hukuman yang akan Langit berikan buat lho!" ucap Rey sambil berjalan melewati Sisil yang sudah terdiam.
Mendadak Sisil merasa sangat takut. Pasalnya Sisil tau bagaimana Langit jika sedang marah"Aduuh mati aku. Kenapa harus salah sasaran segala sih. Semua ini gara-gara wanita sok alim itu. Awas saja ya nanti" batin Sisil sambil menatap Jingga tajam.
Setelah itu, Sisil memilih pergi dari kantin itu, Membawa rasa takut yang tentu saja saat ini dia rasakan. Entah apa yang akan Langit lakukan untuknya nanti. Tapi yang pasti, Langit tidak pernah main-main dengan apa yang dia katakan.
Semua pasang mata menatap Langit yang berjalan cepat dengan baju basahnya. Wajahnya datar, Tidak menampakkan ekspresi apapun dari wajah itu.
"Apa yang terjadi. Kenapa Langit basah seperti itu" ucap salah satu siswi di sana.
"Entahlah. Tapi dari raut wajahnya saja sudah terlihat jika saat ini Langit sedang marah sih. Memang wajahnya tak berekspresi, Tapi kedua sorot matanya merah. Bikin takut ya"
"Iya kamu benar. Apa yang sebenarnya terjadi ya" jawab satunya
Kedua teman Sisil yang mendengar itu hanya bisa saling lirik"Mati si Sisil. Dia akan mendapat hukuman dari apa yang dia lakukan. Lagian kok bisa sampek salah sasaran ya" ujar Viona pada Fika
"Iya, Aku takut deh liat Langit seperti ini. Bagaimana nanti kamu Sil, Sudah tau kan Langit seperti apa. Kok masih bisa salah sasaran begitu"
"Diam kalian berdua! Gak usah bicara kalau hanya mau nakutin gue!"
Ray, Doni, Lana dan juga Faro mengikuti langkah Langit yang sangat cepat. Tidak ada satupun dari mereka yang berani mendekat pada Langit. Karna mereka tau seperti apa Langit kalau sedang marah. Hingga mereka memutuskan untuk membiarkan Langit menenangkan diri sendiri.
15 menit kemudian. Mereka melihat Langit yang baru saja masuk ke dalam kelas. Tapi bukan untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Melainkan hanya untuk mengambil tas dan juga jaketnya saja.
"Mau kemana kamu Langit?" tanya Rey yang memberanikan diri bertanya pada Langit saat melihat pria itu mengambil tasnya tanpa memperdulikan mereka
"Pulang. Kalian tetap di sini. Jangan ikutin gue" jawabnya dingin tanpa menoleh pada mereka bertiga.
Langit mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu orang kepercayaannya. Tak butuh waktu lama, Orang di ujung telpon langsung menjawab panggilan dari tuan mudanya.
📲:Halo tuan muda, Ada yang bisa saya bantu?
📲:Saya minta kamu berhentikan operasional club Sanjuda sekarang juga
📲:Kenapa tuan muda. Apa apa?
📲:Tidak perlu banyak tanya. Lakukan saja apa yang saya perintahkan
Setelah mengatakan hal itu, Langit langsung memutuskan sambungan telponnya. Pria itu berjalan cepat menyusuri koridor sekolah sambil mengepalkan kedua tangannya.
Jika di tanya apakah Langit marah? Jawabannya sudah tentu iya. Langit marah bukan karna dia terkena siraman Sisil. Namun karna dia merasa tidak suka jika ada seseorang yang dengan sangat berani mengganggu ketenangan Jingga.
"Kurang ajar lho, Sisil. Akan gue pastikan lho menyesal sudah mengganggu wanita yang begitu berharga buat hidup gue!" batinnya sambil terus melangkahkan kakinya.
Sisil dan juga kedua temannya yang melihat kepergian Langit tentu saja merasa cukup lega. Terutama Sisil. Setidaknya hari ini dia selamat dari hukuman yang akan Langit berikan.
"Tuh Kan, Apa gue bilang. Langit tidak akan pernah tega menghukum gue. Liat saja, Sekarang di malah pergi begitu saja. Itu artinya gue selamat" ucap Sisil sambil mengangkat kedua sudut bibirnya
"Mau kemana kamu, Kak." batin Jingga sambil ikut menatap kepergian Langit
Langit melesatkan motornya keluar dari gedung sekolah itu. Sebenarnya Langit pergi bukan soal kemarahannya pada Sisil. Tapi ada hal penting yang membuatnya harus pulang terlebih dahulu. Tenang saja, Langit sudah mendapatkan ijin dari bu Tiwi untuk pulang lebih dulu.
Saat ini Langit sedang menuju ke rumah sakit tempat papanya di rawat. Karna tadi saat sedang di dalam kamar mandi, Langit mendapatkan sebuah kabar jika ada perkembangan dari kondisi papanya.
Tak butuh waktu lama. Langit sudah tiba di rumah sakit Mandala. Rumah sakit milik keluarga dari mendiang mamanya. Pria itu memarkirkan motornya dan berjalan sedikit berlari, Menyusuri setiap koridor rumah sakit itu dengan hati yang tak menentu. Satu hal yang Langit harapkan, Semoga sang papa bisa segera sadar dari tidur panjangnya.
"Selamat siang, Tuan muda" ucap salah satu dokter saat Langit sudah tiba di ruangan papanya.
"Siang. Bagaimana kondisi papa saya?"
"Mohon maaf, Tuan muda. Saya pikir tadi tuan pratama akan segera sadar. Karna salah satu jarinya bergerak, Tapi saya salah"
Langit tak lagi berkata apa-apa. Cukup paham dengan apa yang baru saja dia dengar dari dokter itu.
"Pa, Mau sampai kapan papa tidur seperti ini, Pa. Langit mohon, Bangun demi Langit, Pa" ucap Langit sambil menggenggam tangan papanya sangat erat.
"Langit mohon, Papa segera sadar. Jujur saja, Langit tidak kuat dan tidak mampu menghadapi semua ini sendiri, pa. Langit lelah"
"Jangan seperti ini, Pa. Tolong sadar demi Langit. Langit sangat membutuhkan papa, Langit capek pa. Posisi ini benar-benar membuat Langit ingin menyerah" ucap Langit sambil memejamkan kedua matanya yang terasa sangat panas.
Kejadian satu tahun yang lalu kembali melintas begitu saja. Jantung Langit berdetak sangat nyeri tatkala mengingat kecelakaan yang sudah mengakibatkan kebahagiaannya hilang. Mamanya meninggal, Papanya koma. Dan dia di tuntut menjadi dewasa oleh keadaan di saat umurnya masih 17 tahun.
"Sudah satu tahun papa tidur, Apa papa tidak mau membuka mata demi Langit" ucap Langit lirih. Hingga tanpa sadar butiran bening itu berhasil lolos begitu saja.
Tanpa terasa sudah 3 jam Langit di rumah sakit itu. Langit memutuskan untuk pulang terlebih dahulu karna sudah berjanji akan datang ke rumah Jingga.
"Bi, Tolong rapikan kamar saya ya, Bi. Malam ini my Queen akan datang dan tinggal disini bersama kita" ucap Langit setelah tiba si rumahnya
"My Queen? Aden gak lagi bercanda kan?"
"Nggaklah, Bi. Bibi tolong rapikan kamar saya senyaman mungkin ya. Ganti sprei nya juga" ucap Langit sambil mengangkat kedua sudut bibirnya.
"Siap den ganteng. Bibi laksanakan"
"Alhamdulilah kalau dia sudah datang. Setidaknya dia akan membuat senyum den Langit kembali terukir dari bibirnya" ucap bi Siti dalam batinnya sambil menatap Langit yang terlihat sangat bahagia.
Baru kali ini bi Siti melihat senyuman itu lagi. Setelah satu tahun lamanya, Akhirnya senyuman itu kembali terlukis dari kedua sudut bibir Langit
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
ℛᵉˣArleta shin𝐀⃝🥀●⑅⃝ᷟ◌ͩ
satu tahun memang bukan waktu yang sebentar dan semoga papa nya langit bisa segera sadar
2023-05-13
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻🍾⃝ͩʟᷞᴀᷴʟᷡᴀᷲɴιиɑ͜͡✦
lihat aja sil kamu bakal an dapat kejutan 🏃♀️🏃♀️💨
2023-05-13
0
Aku dan kamu selamanya😍💏💑👪
Sisil Langit marah sama kamu karena menyakiti wanita yang paling berharga menurut Langit
2023-05-13
0