Seluruh istana menjadi kacau. Semua pelayan mencoba mendekati Octaviano untuk membuatnya sedikit tenang, jangankan sedikit, bahkan tidak terlihat tanda-tanda Octaviano bisa tenang dari amarahnya.
“Panggilkan dokter! Panggilkan mereka untuk cepat datang kemari! Jika tidak aku akan menyeret mereka untuk kemari!” lantang dengan suara kemurkaannya Octaviano membuat merinding seluruh pelayan.
“B-baik!”
Kemudian salah seorang pelayan dan kesatria melarikan untuk melakukan apa yang dia suruh.
Ketika melihat kemarahan yang tidak bisa di bendung oleh Octaviano. Sebuah aura layaknya milik Arsene keluar dari tubuh Octaviano seperti asap yang sedang naik ke atas udara dan mencemarkannya. Akibat itu ruangan kamar Arsene menjadi mencekam akibat tekanan yang di keluarkan oleh Octaviano.
Saat tatapan tajam Octaviano di penuhi ekspresi kelam, tangan kecil meraih wajahnya.
“Ayah, aku baik-baik saja, tenangkan dirimu.” saat Arsene duduk di atas ranjangnya Octaviano yang membungkuk mendongakkan kepalanya.
Wajahnya seperti akan menangis ketika melihat Arsene tersenyum seperti tidak ada masalah apapun. Hal tersebut membuat Octaviano merasa sesak dan sulit untuk mengatur wajahnya.
“Arsene, maafkan ayah, karena keegoisan ayah kamu...” Octaviano membenamkan kepalanya di atas paha Arsene seperti seseorang yang manja.
Yah, itu bisa di maklumi, bagaimanapun dia adalah pria selembut dan selemah itu jika di depan anaknya.
“Tidak apa. Semuanya baik-baik saja. Aku tidak pernah berpikir bahwa ayah egois atau semacamnya. Ayah hanya berusaha melakukan semuanya demi diriku. Karena itu aku juga berusaha agar bisa membantu... Aku tidak ingin terus menjadi orang yang di pandang rendah.” sembari mengatakan itu Arsene mengelus kepala Octaviano dan memeluknya.
Dia merasa jika dunia mereka tidak bisa di bandingkan dengan milik orang lain. Octaviano gemetar atas perkataan seorang anak kecil padanya. Satu-satunya adalah keduanya saling membutuhkan satu sama lain, sehingga itu memicu perasaan yang teramat penuh penjagaan.
Setelah perasaan satu sama lain saling mengalir. Waktu berlalu dan istana masih di penuhi kebisingan. Dokter yang di panggil Octaviano telah datang dan memeriksa Arsene. Kemampuan Healing dari seorang Dokter tidak terlalu istimewa. Untungnya luka Arsene hanya luka bakar dan Dokter mampu menyembuhkan luka itu tanpa berbekas lagi.
Seandainya luka bakar itu membakar dagingnya atau merobek kulitnya, mungkin luka itu bisa berbekas seumur hidup. Dokter menghela napas karena itu tidak seburuk yang dia pikirkan. Masalahnya nyawanya di pertaruhkan jika dia tidak melakukan pekerjaannya dengan baik.
“S-saya sudah melakukan semampu saya Pangeran Octaviano. Selain luka bakar, tidak ada tanda bahwa Pangeran Arsene memiliki luka atau diagnosis yang lain. Dan sebaiknya untuk beberapa hari Pangeran di biarkan istirahat dari aktivitas yang melelahkan, karena takutnya akibat kejadian ini psikisnya terganggu.” jelas Dokter dengan keadaan gugup dan berkeringat dingin.
“Apa benar tidak ada yang lain?” tatap tajam Octaviano dengan kerutan di dahinya yang begitu rapat.
“B-benar Pangeran...” tubuh Dokter pun semakin bergetar mendengar kalimat dingin Octaviano yang seakan siap memberinya hukuman.
“Baiklah, kerja bagus. Aku akan membayarmu. Pelayan antar Dokter ini.” kata Octaviano menghela lega.
“Baik, Pangeran.”
Keributan sudah menghilang. Di tengah malam yang gelap Arsene yang sudah berselimut tebal di atas ranjang telah memejamkan matanya. Dia bahkan tidak menyangka malam seperti ini akan tiba. Dimana Octaviano tidur di sebelahnya dan memeluknya.
Kemudian Arsene membuka matanya.
‘Sial, aku tidak bisa tidur!’ batinnya.
[Dewa ‘Cinta dan Damai’ terharu dengan hubungan keluarga anda.]
[Dewa ‘Bagus Dalam Kebajikan’ menyeka air mata dengan pakaiannya!]
[Beberapa Dewa dari kubu ‘Eden’ bersimpati dengan ‘Semi-Story’ anda!]
Maksud dari pesan yang melayang dan tepat berbunyi di atas kepalanya membuatnya semakin tidak bisa tidur, seperti ada dering di otaknya. Tetapi, dia tidak tahu hal baik akan datang dari maksud kata-kata perhatian.
Pesan terakhir yang datang membuat tubuh Arsene di selimuti oleh semacam cahaya yang redup namun berkilau. Merasakan ada keanehan terjadi pada tubuhnya, Arsene merasa hangat. Itu tidak menyakitinya melainkan seperti ada berkah masuk ke dalam dirinya.
[Dua Dewa dari Kubu ‘Eden’ memberkahi anda dengan memberikan Skill ‘Good Will Lv.1’.]
Mata Arsene terbelalak. Dengan mudah dan hanya dengan pesan-pesan singkat yang datang kepadanya dia mendapatkan kemampuan baru, apalagi ini dari seorang yang memiliki entitas tertinggi di dunia ini.
Tidak, apa ini bisa di peroleh dengan mudah? Maksudnya mereka adalah keberadaan yang di bencinya. Bukan, Arsene menyeringai.
‘Apa salahnya? Mereka memberikan ini secara cuma-cuma. Baguslah, dengan kemampuan ini di masa depan nanti ini akan menjadi pedang bermata dua bagi mereka. Ah, terima kasih banyak dan teruslah bersimpati padaku. Aku akan membuat kalian memberiku Skill-Skill kalian.’
Hanya dengan melakukan akting kecil dia bisa memperoleh cerita yang bisa membuat para Dewa bersimpati padanya. Di antara mereka ada yang memiliki tatapan kebaikan, namun tidak tahu apakah itu tulus dan murni.
[Dewa ‘Master Surgawi’ menatap tajam ‘Cinta dan Damai’ dan ‘Bagus Dalam Kebajikan’!]
Lalu kedua Dewa yang menjadi sasaran itu kabur dengan mulut tertutup rapat.
Sementara dari Kubu milik Dewa yang dengan kebaikan yang tidak bisa di ukur. Ada juga mereka yang menatap tajam dengan sifat kebencian.
[Tiran ‘Penikmat Darah dan Kutukan’ menatap anda!]
[Tiran ‘Pemburu Kegilaan’ menatap anda!]
[Kubu ‘Tyrant’ mengawasi anda!]
Meskipun banyak yang mengawasinya, itu artinya banyak juga yang mengakui bahwa keberadaan Arsene adalah hal yang tidak bisa untuk mereka berdiam diri. Entah dia ancaman atau mungkin sesuatu yang bisa di gunakan. Sehingga semua yang curiga hanya memiliki satu pilihan — terus mengawasinya.
Namun nampaknya Arsene tidak masalah.
‘Semakin banyak yang mengawasiku maka semakin banyak pula aku mengetahui motif dan pikiran mereka. Juga itu berlaku untuk perlahan mengetahui nama mereka. Aku tahu nama itu adalah samaran, karena itu dengan mereka yang terus mengawasiku pasti ada satu nanti yang bersedia membocorkan identitas mereka dengan sukarela padaku.’ Arsene sekarang berada di pelukan Octaviano yang sedang tertidur membuatnya tidak bisa banyak bergerak, hanya bisa mengekspresikan pikirannya.
Arsene merasa senang dan semuanya berjalan dengan baik meski dia tidak merencanakannya.
‘Aku tidak sabar menanti waktu itu datang.’ raut yang menantikan semuanya tiba, Arsene memilih menutup matanya dan tertidur, tidak peduli pesan apa yang datang lagi kepadanya.
Walaupun itu semacam ancaman.
***
Keesokan harinya.
“Salam Nenek besar.”
Di pagi yang cerah, Arsene di panggil oleh Ibu Octaviano, neneknya. Sekarang dia berada di gazebo, sebuah tempat dengan pemandangan luar yaitu taman bunga yang cantik dan di samping itu sudah ada cemilan dan jamuan teh tersedia di atas meja. Arsene duduk setelah memberi salam.
“Kenapa nenek memanggil?” tanya Arsene dengan tatapan bola mata besar dan polos.
“Ahem... Semalam, bagaimana dengan lukamu.” kata neneknya dengan cara penyampaian yang agaknya canggung.
“Baik, Dokter sudah menyembuhkannya. Ayah bilang aku harus istirahat dari kegiatan berlebihan untuk beberapa hari.” Arsene menjawabnya dengan senyuman penuh.
[Dewa ‘Cinta dan Damai’ berpendapat jika anda imut!]
‘Dewa sialan!’ kutuk Arsene.
“Jika kamu tidak apa, maka baiklah.” ujar neneknya dengan menyeruput teh di cangkirnya.
Arsene bertanya-tanya alasan apakah sehingga neneknya memanggilnya di gazebo dan di tengah-tengah taman bunga yang cantik yang selalu dia rawat dan jaga.
‘Apa hanya karena dia penasaran dengan keadaanku saja?’ Tidak bisa menunjukkan rasa penasarannya, Arsene meminum tehnya juga.
Tatapan yang di berikan kepadanya seperti seseorang yang sedang memberikan sebuah nilai lebih. “Arsene, aku dengar dari ayahmu jika kamu ingin menjadi Hunter, benar?” tanyanya meletakkan cangkirnya.
“...? Ya, itu benar.” jawab Arsene.
“Apa ada alasan kenapa kamu ingin menjadi Hunter?”
Pertanyaan seperti itu adalah hal yang di tunggu untuk di tanyakan kepadanya. Arsene berpikir kapan pertanyaan seperti itu akan di bawa padanya jika seseorang bertanya padanya dan bagaimana dia menjawabnya. Kemudian Arsene tersenyun dengan ketekunan.
“Aku ingin menjadi seperti kakek dan Hero Otheo.” senyumnya sangatlah ceria.
Di momen tersebut mata dari neneknya melebar bagaikan dia terpana akan sesuatu. Dan sesaat dia melihat bayangan yang tidak bisa dia lupakan, senyum mereka sama. Neneknya berkedip dan bicara.
“Kamu tahu jika menjadi Hunter adalah sesuatu yang bisa saja mencemari nama baik keluarga royal. Tapi, kamu tetap ingin melakukannya?”
“Ya! Itu adalah mimpiku, nek!”
“Begitu...” menunduk sejenak dan melanjutkan dengan raut serius. “Nenek mengatakan ini bukan berarti nenek tidak setuju. Kamu berlatih pedang karena ingin menjadi Hunter. Jadi, Arsene... Bagaimana jika kamu juga belajar sihir?”
Sesaar pembicaraan itu dibawa Arsene tertegun seperti dia mematung. Wajahnya mengeras, raut yang terpasang seperti dia tidak tertarik sama sekali. Bukan berarti dia membencinya.
“Terima kasih nek. Tapi, aku tidak butuh.” pandangan sangat kelam seolah dia melihat jauh ke dalam dasar jurang.
“Mengapa?” tanya neneknya sedikit terkejut.
Sebelum dia menjadi seorang Arsene dan masih menjadi Hunter S-Class Otheo. Seseorang pernah menanyakan hal yang sama padanya.
— Kenapa kau tidak mempelajari sihir?
Pertanyaan yang seperti menanyakan asal-usul keberadaannya. Seolah semua usaha hanya di pandang sebelah mata ketika dia mati-matian mengasah kemampuannya dalam menggunakan senjata apapun agar tidak di remehkan. Tapi, pertanyaan itu tidak terelakan.
Jika itu dia dulu maka jawabannya akan sangat dingin; dia tidak membutuhkannya. Seperti itu.
Namun, dia tahu sekarang dia tidak bisa berkata kasar lagi di tempat seperti.
“Karena aku sudah bisa menggunakannya.” jawab Arsene dengan segelintir senyum tipis pada bibirnya.
“Benarkah?!” neneknya kaget saat anak polos di depannya berkata tanpa kebohongan.
“Ya. Ayah bilang aku mirip dengan kakek jadi aku bisa menggunakan sihir sejak awal. Jadi aku tidak perlu belajar lagi.”
“Kalau kamu maunya seperti itu maka baiklah.” agak meragukan namun neneknya percaya padanya.
Sihir di dunia ini tidak lain adalah bagian dari terkontaminasinya dunia dengan adanya keberadaan gate dan monster. Seperti dunia menyeimbangkan dua keberadaan agar salah satunya tidak punah dan berakhir buruk.
Arsene kehilangan senyumnya sesaat dan wajahnya gelap, cahaya tidak terbias di retinanya.
‘Sihir...? Bahkan dengan bernapas saja aku bisa menggunakan sihir.’
Dia mengetahuinya sejak dulu. Mitos tentang monster tidak bisa di bunuh selain dengan sihir dia pecahkan dengan ilmu berpedangnya. ‘The First Swordmaster’ pengguna aura tingkat tinggi, Otheo.
Sihir mampu mengungguli aura?
‘Sungguh lucu!’
Sebab di putaran masa lalu dia mampu membunuh bahkan puluhan penyihir kelas atas yang mengincar nyawanya, hanya dengan pedangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments