BAB 8: KID GAME

[Banyak entitas Dewa di kejutkan dengan perkembangan anda!]

[Usia anda di pertanyakan.]

Pesan yang berdatangan bagaikan badai di sore hari. Arsene dengan tenang menatap langit luas dan menghentakkan pedang kayu, aura menghilang.

“Enam tahun.” katanya.

Keith di sebelahnya bingung. “Apa Pangeran?”

“Tidak, aku bicara sendiri.”

[Para Dewa ‘Underworld’ masih curiga dengan usia anda.]

‘Cih merepotkan.’

[Para Dewa ‘Ygdrassil’ suka dengan respon anda.]

[Para Dewa ‘Olympus’ mengejek para Dewa ‘Underworld’.]

[Para Dewa dari tiga kubu bertikai.]

“Oi!”

Sengatan listrik biru-hitam tidak sengaja muncul tepat di atas kepala Arsene. Ketika itu seperti akan terlihat di mata orang-orang disekitarnya Arsene menjadi panik. Kemudian percikan listrik itu padam pada detik Arsene panik dan bingung.

[Akibat Probabilitas terlalu tinggi, saluran dihentikan untuk sementara.]

Arsene merasa lega akan kedatangan pemberitahuan itu dan menghela napas dengan nyaman.

“Apa aku salah lihat... Tadi di atas kepala Pangeran ada...” ucap Vino yang tiba-tiba masuk dan membicarakan itu membuat Arsene tegang.

“Mungkinkah itu bekas dari penggunaan aura tadi? Sungguh hebat!” ucap selanjutnya Vino disertai semangat bergejolak dengan meremas tinjunya.

Sekali lagi Arsene menghela napas lega.

‘Untungnya dia bodoh.’

“Benar, Pangeran sungguh hebat.” Keith yang juga masuk itu anehnya mengangguk seolah dia bangga.

“Benarkah? Padahal yang aku lakukan hanya mengikuti saran Kapten.”

“Itu memang benar. Namun kenyataan bahwa Pangeran berbakat dan sangat kuatlah yang membuat itu menjadi mimpi yang menjadi kenyataan.”

Vino setuju dengan ucapan Keith dan mengangguk beberapa kali seperti dia sangat senang akan hal itu. Arsene yang merasa dirinya membuat kemajuan juga begitu, jadi dia mencoba memasang wajah gembira sesuai anak seusianya.

“Terima kasih!” wajah Arsene yang tersenyum benar-benar seperti anak yang polos.

‘Manisnya... Jika aku punya adik aku ingin yang seperti Pangeran Arsene.’ batin Vino dengan pipi memerah.

“Karena latihan hari ini selesai, maka aku—”

“Oh, lihatlah ada yang berlatih dengan pedang kayu.”

Saat Arsene hendak mengakhiri pelajarannya hari ini melihat hari sudah mulai senja, suara yang tidak asing dan menjengkelkan telinganya datang menghentikannya dari pengakhiran aktivitas.

Keith dan Vino langsung membungkuk begitu melihat kedua anak kecil itu.

“Salam Pangeran Deon, salam Pangeran Azkiel.” Keith dan Vino memberi kedua anak itu penghormatan yang luar biasa.

“Hei, kedua orang itu memberi hormat, kenapa kau tidak?” Deon dengan rambut hitam dan sehelai emas menunjuk ke arah Arsene.

Arsene menatap anak-anak itu dan kemudian berkedip.

“Salam Pangeran. Kenapa kalian berdua di sini?” ucap Arsene setelah memberi hormat dengan cepat.

Kedua Pangeran berjalan mendekat padanya.

“Aku dengar ada seorang anak yang konyol sedang asyik bermain pedang kayu di taman. Jadi aku ingin melihat siapa anak kecil yang lugu itu.” kata Deon dengan seringai di ujung bibirnya.

“Sudahlah kak, aku tidak ingin terlalu lama berada disini.” ucap adik Deon, Azkiel yang berbeda 2 tahun darinya.

Berbeda dengan Deon yang aktif, arogan, dan sombong. Azkiel tidak jauh berbeda. Hanya saja, Azkiel yang terlihat diam itu lebih seperti ular daripada rubah.

“Kau benar, disini tidak enak. Aku tidak ingin berlama-lama juga. Aku hanya ingin melihat anak yang seharusnya memiliki darah seorang penyihir malah bermain dengan pedang kayu.” Deon menjulurkan kepalanya ke arah Arsene dan dengan tajam menatapnya memberikan silatan lidah.

Begitu juga Azkiel yang menatap dengan tatapan merendahkan itu.

“Ketahuilah tempatmu, darah rendahan.” jari telunjuk Deon menusuk di dada Arsene.

Arsene merasa panas di bagian dada yang di tunjuk Deon, tapi dia tetap tenang dan menatap mata Deon.

“Kita pegi Azkiel.”

Azkiel mengangguk dan mengikuti Deon dari belakang. Sebelum dia benar-benar pergi dia menatap Arsene sebentar lalu berpaling. Kemudian dia bergumam.

“Menjijikan.”

Lalu sosok punggung kedua anak itu menghilang dari lapangan latihan.

“Pangeran tidak apa—”

Vino yang menggaruk kepalanya keheranan dengan tingkah para Pangeran itu bicara lalu melihat Arsene, tapi ketika dia melihat Arsene dia tersentak begitu saja.

“Pangeran pakaian anda?!” Vino terkejut begitu tahu ada lubang di dada pakaian Arsene.

Walau tahu tentang itu Arsene terkekeh dan tersenyum dengan tatapan rendah.

“Ya, sepupu manisku itu sepertinya suka sekali bermain api, bukan begitu.”

“Pangeran Deon dan Azkiel berbakat dalam sihir. Namun jika mereka menggunakannya seperti ini tidakkah itu terlalu buruk Kapten.” Vino entah mengapa dia yang merasa kesal pada tingkah kedua Pangeran pada Arsene.

“Apa Pangeran terluka?” tanya Keith.

“Tidak, hanya bekas bakar yang kecil.”

“Aku akan memanggil dokter!” Vino cemas dan hendak bergegas memanggil dokter untuk mengobati Arsene.

“Tidak perlu. Luka seperti ini akan sembuh dengan sendirinya jika di biarkan. Lagipula ini hanya luka bakar kecil, tidak perlu di besarkan.” Arsene menghentikan Vino untuk pergi.

Sebagai ksatria Vino tidak ada pilihan selain menuruti perintahnya. Karena bagaimanapun otoritas sebagai Pangeran lebih besar daripada miliknya. Keith memandang Arsene dan kemudian berkata.

“Sebaiknya Pangeran juga kembali karena latihan sudah selesai.”

“Ya, niatku memang begitu. Aku pergi dulu.”

Arsene pun pergi dari lapangan latihan.

“Kapten, apa itu tidak masalah untuk di biarkan?”

“Tenanglah Wakil Kapten Vino.”

“Tapi, Pangeran Arsene sampai terluka bakar seperti itu.”

“Tidak apa. Tidakkah kau melihat matanya saat menatap para Pangeran tadi. Sepertinya Pangeran Arsene punya rencana sendiri.”

Angin berhembus lembut dan naik di atas langit membawa terbang dedaunan yang jatuh. Matahari senja perlahan turun dan berganti tempat dengan bulan. Di malam hari yang dingin. Tempat lapangan latihan sekarang kosong.

Arsene yang kembali ke dalam istana berjalan menelusuri koridor berkarpet yang panjang untuk bisa mencapai kamarnya. Di saat dia sedang berjalan, pelayan yang biasanya mengurus istana muncul.

“Pangeran Arsene. Malam ini akan ada makan malam bersama di ruang makan.” kata pelayan itu.

“Apa ayah datang?”

“Ya.”

“Baiklah, aku akan bersiap-siap.”

Mendengar jawaban Arsene pelayan itu pergi dan melakukan tugasnya yang sebelumnya.

Arsene melihat ke luar jendela. Jendela kaca yang mampu memperlihatkan pemandangan malam yang indah. Ngomong-ngomong lantai kamar Arsene ada di lantai 3. Jadi dia bisa melihat pemandangan luar kota meski dia tidak keluar. Dan saat melihatnya, kota di luar sana seperti malam dengan seribu bintang.

Ketika dia menatap serius pada pemandangan itu, Arsene tiba-tiba tersenyum.

‘Permainan anak kecil... Aku harus melakukannya.’

Dia kembali jalan ke kamarnya untuk bersiap-siap. Setelah setengah jam selesai bersiap, Arsene pergi ke ruang makan utama di lantai 2. Biasanya Arsene akan makan di ruang makan lantai 3 sendirian, namun kali ini berbeda.

‘Sepertinya akan ada yang di bicarakan.’

Disitu Arsene di antar oleh pelayan wanita menuju ke bawah. Sesampainya di situ, pintu ruang makan terbuka dan Arsene melihat semuanya sudah berkumpul disitu. Bahkan Octaviano sudah duduk di kursinya dan melambai pada Arsene. Juga Arsene melihat Deon yang sudah mendecikkan lidah saat melihatnya.

‘Waktunya bermain.’

Panggungnya sudah siap, itulah yang Arsene rasakan.

“Salam Yang Mulia, Kaisar. Salam Permaisuri Besar. Salam Nenek Besar. Salam Ayah. Salam juga untuk Pangeran Deon dan Pangeran Azkiel.” Arsene sangat memberi hormat kepada semua orang yang hadir di tempat makan dengan cara yang menggemaskan dan senyum polos.

“Kau juga Arsene.” ucap nenek Arsene. Beliau adalah istri Thoma, jadi dia masihlah nenek dalam darah. Ibu dari tiga anak, dan Ibu Octaviano.

“Arsene kemari.” Octaviano dengan semangat melambai-lambai Arsene untuk duduk di sebelahnya.

“Kalau begitu mari kita mulai makan malamnya.” ujar sang Kaisar.

Begitu perintah di berikan para pelayan berdatangan keluar-masuk ruangan dengan membawa makanan. Hingga meja panjang yang berisi beberapa orang di penuhi dengan makanan khas yang mewah.

“Makan yang banyak.” Octaviano yang sudah lebih dulu mengambilkan bagian untuk Arsene.

“Ayah juga.”

“Arsene jangan terlalu pilih-pilih makanan.” ujar neneknya yang duduk di sebelah Octaviano dan sebelah sang Kaisar yang duduk di kursi utama.

“Baik, nek.” dengan suara yang lucu Arsene menjawabnya dan mulai melahap daging yang sudah di potong oleh Octaviano menjadi kecil.

Dan dengan cara yang manis pula Arsene makan makanannya dengan garpu yang di pegang penuh di satu tangan kanan kecilnya dan mengunyah dagingnya dengan mulut yang penuh menggembung. Lalu dia menusuk tomat kecil bulat dengan garpu lalu memasukkannya lagi di mulut kecilnya.

“Arsene pelan-pelan.” ucap Octaviano mengelap bibir Arsene dengan sapu tangannya. Octaviano, meski hanya dengan melihat Arsene makan sepertinya dia sudah sangat kenyang.

“Kau juga makanlah, Octaviano.” kata Ibu Octaviano.

“Y-ya, Ibu.”

Sepertinya memang begitu. Octaviano paling takut dengan mereka yang sudah tua darinya. Apalagi ibu dan neneknya yang terus memberikan tekanan yang besar hanya dengan bicara saja. Bagaimana tidak, jika tentang Arsene, pria ini tidak bisa di hentikan.

“Cih.”

Meskipun orang lain tidak bisa mendengarnya. Arsene mendengar dengan jelas tatapan sepupunya itu dan juga raut kebencian yang mereka perlihatkan. Kemudian Arsene tersenyum setelah melihat mereka.

“Pangeran Deon dan juga Pangeran Azkiel juga makanlah. Semua makanan ini enak, terutama dagingnya. Itu lembut dan sausnya enak.” kata Arsene dengan wajah gembira riang.

“Benarkah? Kalau begitu sepertinya kita harus sering memakannya.” jawab sang Kaisar dengan tersenyum ke arahnya.

Arsene tidak menduga akan mendengar jawaban dari orang sepertinya, namun dia tidak mundur dan sepertinya ini berjalan sesuai yang di harapkan Arsene dan meneruskan dengan tawanya yang senang.

“Ah, apa Yang Mulia paman tahu. Pangeran Deon dan juga Pangeran Azkiel sangat hebat.”

“Hm, hebat?” kata nenek tertarik.

Arsene tidak bisa untuk tidak terus tersenyum dengan riang. Ini terlalu sempurna untuk di lanjutkan.

“Um. Mereka sangat hebat dalam sihir, nek. Tadi juga mereka memperlihatkan sihir padaku, sihir api.” Arsene sudut bibirnya semakin lebar, dia melirik Deon dan juga Azkiel yang sepertinya tahu kemana arah pembicaraan ini akan jatuh.

“Sihir api?” tanya Octaviano penasaran. Tidak hanya dia, seisi ruangan menjadi penasaran juga.

“Benar, ayah! Terutama Pangeran Deon, dia sampai membuat lubang pada pakaian di dadaku! Bukankah itu hebat?! Sihir api itu luar biasa! Bisa membakar semuanya!”

Arsene dengan riangnya menceritakan semuanya. Tangannya yang seperti aktif sendiri memperlihatkan gerakan-gerakan dimana Deon melakukan semuanya sebelumnya ada di Arsene. Arsene melakukan apa yang Deon lakukan padanya. Deon dan Azkiel memucat dengan bibir terbuka.

Hampir tidak ada suara apapun di ruang makan selain suara Arsene yang dengan konsisten memperagakan gerakan-gerakannya dan penuh semangat sembari wajah polos anak kecil yang ceria.

“Apa?”

Semua orang menatap Arsene dengan mata terbuka lebar. Terutama Octaviano yang menghentikan tangan dari makanan dan dengan pucat menatap Arsene.

“Apa yang kamu katakan, Arsene?” kata Octaviano dengan nada gemetar.

“Eh, ayah tidak mendengar ceritaku? Tadi Pangeran Deon dan Pangeran Azkiel menunjukkan sihir, duh!”

BRAK!

Octaviano yang berdiri dengan menggebrak meja makan berteriak keras.

“Yang Mulia!!!”

“T-tunggu Octaviano, mari kita dengar penjelasan anak-anak yang lain.” ucap sang Kaisar, Julian. Antara dia dan istrinya gugup begitu Octaviano berteriak murka.

“Apa yang ingin anda jelaskan? Apa perkataan putraku adalah kebohongan belaka?! Apa anak kecil sepertinya di matamu akan berbohong dengan apa yang dilakukan putramu padanya!”

“Itu pasti salah paham. Karena itu mari duduk dan dengarkan dulu.”

Urat pita naik dari leher Octaviano hingga di atas kepalanya. Matanya benar-benar seperti hewan buas yang siap menerkam mangsanya. Dia menggeram dan juga menahan amarah sebisanya, namun sekali lagi saat melihat pada Arsene, dia kehilangan kendali.

“Cukup! Aku tidak berselera!” Octaviano menggendong Arsene dalam pelukannya dan Arsene cukup terkejut di buatnya.

“Dan dengarkan ini Yang Mulia, tidak, Kakak. Jangan biarkan putramu mendekati putraku! Aku peringatkan padamu.”

Octaviano membawa Arsene pergi bersamanya. Tetapi, sebelum Arsene meninggalkan ruangan sepenuhnya dia melihat Deon dan juga Azkiel menatapnya dengan tatapan masih ketakutan tentang kejadian ini, kemudian Arsene menyeringai tajam dan bergumam seperti hanya bibirnya yang bergerak.

“Menjijikan.”

Setelah itu tidak ada yang bisa menghentikan Octaviano dari kemarahannya dan pergi begitu saja dari perjamuan makan malam. Ibunya juga pergi setelah Octaviano pergi.

“Kalian... Apa kalian bodoh!!” Julian yang di penuhi amarah membentak Deon dan juga Azkiel.

“Yang Mulia tenanglah. Deon, Azkiel, kembalilah ke kamar kalian.” ucap istri Julian yang berusaha menenangkannya.

Deon dan Azkiel pun melarikan diri dan ruang makan dengan tubuh gemetar setelah di bentak oleh Julian. Tidak ada ketakutan luar biasa dari kemarahan Julian bagi mereka.

“Haa... Kepalaku. Octaviano tidak boleh marah soal ini. Aku akan meminta maaf secara pribadi kepadanya.” kata Julian menekan kedua sisi dahinya.

“Kenapa kau melakukan itu! Mungkin saja itu tidak benar! Anak-anak tidak mungkin melakukan tindakan seperti itu!” bantah Istrinya.

“Mereka mungkin!” teriak Julian. “Intinya aku akan meminta maaf. Kau pergilah dulu.”

“Kau selalu saja begitu...” dan Istri Julian pergi dengan kesal.

Tidak mungkin Istri Julian tidak tahu mengapa Julian tetap keras kepala tentang mempertahankan hubungan dengan Octaviano baik internal maupun eksternal.

Octaviano yang sudah menjadi Grand Duke Kirsch mendapatkan dukungan penuh dari para leluhur mereka dan bawahan mereka. Keberadaan Octaviano saja sudah bisa dikatakan lebih berpengaruh darinya. Arti Kaisar saja bahkan hampir samar. Jika dia hubungannya dengan Octaviano rusak hanya karena masalah anak-anak, Julian akan kehilangan sebagian besar reputasinya.

Julian tidak akan membiarkan apapun membuatnya jatuh dari posisinya sebagai Kaisar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!