05

Arundaya berjalan ke arah tangga darurat sambil menyalakan pematik api untuk rokoknya. Hari ini Ayundaya dibuat kesal dengan tamu yang harus dia puaskan nafsunya. Tamunya itu membatalkan begitu saja janji mereka karena alasannya sang istri datang menemuinya di kantor. Dengan kesalnya Arundaya meninggalkan kamar Hotel dan duduk di tangga sambil sesekali mengisap rokok yang ada di sela-sela jarinya.

"Apanya Hotel bintang 5 kalau tempat merokok saja tidak ada. Menjengkelkan sekali," gerutu Arundaya. Walau kesal, dia menikmati menghisap rokok itu sambil menatap ke tangga yang memang sangat sepi.

Namun, ketika sedang asyik merokok tiba-tiba saja dia merasa ingin ke kamar mandi. Dan saat akan ke kamar mandi, Arundaya melihat seseorang yang berjalan sempoyongan dan hampir limbung. Dengan cepat Arundaya segera menghampiri orang itu, kemudian menanyakan kondisinya. Siapa sangka jika Arundaya bertemu kembali dengan pria yang menolongnya kemarin. Ya, Arundaya tanpa berpikir panjang segera menghampiri Damar yang sedang tidak baik-baik saja.

"Tuan, Anda tidak apa-apa?" tanya Arundaya yang segera membantu ketika melihat Damar terduduk dengan nafas yang berat. Arundaya duduk tepat di depan Damar yang kesusahan mengambil nafas.

Damar menatap wanita yang ada di depannya, tapi tak begitu jelas siapa wanita itu, sampai pandangannya kian lama kian menghilang dan Damar pingsan di depan Arundaya.

"Tuan, hai ...," Damar jatuh dalam pelukan Arundaya. Membuat Arundaya semakin khawatir melihat kondisi Damar yang pingsan begitu saja.

"Kenapa juga pingsan di sini. Tapi ... bukankah dia ini Damarlangit," ucap Arundaya yang baru sadar jika yang sedang pingsan adalah supermodel terkenal.

Saat Arundaya akan membantu Damar yang pingsan dengan memanggilkan bantuan, dia kembali memikirkan dampaknya. Karena ini akan membuat heboh semua orang jika supermodel terkenal pingsan di pangkuan wanita murahan seperti dia.

Ketika baru akan beranjak, Arundaya mengurungkan niatnya ketika dia melihat seseorang yang datang. Terlihat dia seperti pemburu berita. Dengan segera Arundaya bahkan tanpa berpikir panjang mencium bibir Damar agar orang yang melewati mereka tidak melihat wajah Damar yang pastinya akan menjadi masalah jika wartawan mengetahui Damar bersama seorang pelacur seperti Arundaya.

"Apa kalian tidak bisa melakukannya di kamar saja," gerutu orang itu tapi setelahnya berlalu pergi. Sepertinya dia tidak fokus pada pria yang Arundaya cium karena segera memalingkan wajah.

Arundaya menutupi wajah Damar agar tidak terlihat. Dan saat dirasa orang itu sudah tidak terlihat, Arundaya melepaskan ciumannya dan menatap wajah pucat Damar. Terlihat dahi Damar berkerut seperti sedang merasakan sesuatu yang menyakitkan.

"Tuan, bisa Anda mendengarku?" tanya Arundaya pada Damar yang seakan ingin membuka mata.

Bukannya menjawab, Damar mengenggam tangan Arundaya erat. Dengan tangan yang bergetar dan berkeringat, Damar meluapkan rasa takutnya pada Arundaya.

Seperti tau apa yang terjadi, Arundaya coba untuk menenangkan Damar. "Bisakah Anda mengikuti saya. Tarik nafas perlahan lalu hembuskan." Arundaya menuntun Damar agar mengikutinya.

"Jangan ... tolong jangan," rintih Damar ketika rasa takut itu terus menghantuinya. Dengan mata tertutup Damar meluapkan ketakutannya sambil menggenggam tangan Arundaya.

"Tenanglah, aku di sini bersamamu," jawab Arundaya. Dia kembali membawa Damar dalam pelukannya. Seakan Arundaya mengerti jika Damar mengalami tekanan yang besar. Damar sendiri hanya mengikuti apa yang Arundaya lakukan padanya tanpa perlawanan.

Karena merasa kasihan dengan kondisi Damar dan dia tidak tahu harus membawa Damar ke mana. Arundaya memilih untuk membawa Damar kembali ke kamar yang sudah kliennya pesan sebelumnya. Dibantu petugas kebersihan di sana, Arundaya dengan kesusahan membawa Damar ke kamar. Dengan kondisi tidak berdaya, Arundaya membawa Damar ke kamar.

"Ini uang untukmu tapi ingat, rahasiakan ini. Jika tidak aku pastikan kau akan menyesal saat orang lain tahu masalah ini," tutur Arundaya pada petugas kebersihan itu. Arundaya hanya tidak mau jika Damar akan mendapatkan masalah, walaupun Arundaya hanya ingin membantunya.

"Tenang saja, Nona. Aku akan tutup mulutku rapat-rapat. Terima kasih, senang berbisnis dengan Anda," jawab petugas kebersihan itu dengan tersenyum senang karena Arundaya memberikan uang lebih kepadanya. Dia berjalan meninggalkan kamar setelah membantu Damar untuk berbaring ke atas ranjang King size yang sengaja kliennya pesan.

Setelah pelayan itu meninggalkan kamar dan Arundaya mengunci pintu kamar itu dengan rapat. Arundaya kembali menghampiri Damar. Dia duduk di samping Damar. Saat melihat keringat membasahi sebagian wajahnya, Arundaya mengambilkan handuk untuk menyekanya. Dia tidak sungkan untuk menyentuh pria tampan di depannya itu. Kondisi Damar sedang tidak baik-baik saja, itu pikir Arundaya.

"Kau tampan sekali," bisik Arundaya sambil menyeka keringat Damar. Dia terus menatap wajah tampan Damar yang ada di hadapannya.

"Jangan lukai lagi. Aku mohon, Ibu," rintih Damar lirih. Sangat lirih tapi Arundaya bisa mendengarnya karena jarak mereka yang begitu dekat.

"Ibu? Apa kau memiliki trauma yang begitu dalam dengan ibumu?" tanya Arundaya yang penasaran apa yang terjadi pada Damar sampai dia bicara seperti itu.

Damar masih memejamkan mata ketika Arundaya menemaninya sampai Damar benar-benar tenang. Dia bahkan tidur di samping Damar sambil bersandar di headboard tempat tidurnya. Tak lagi peduli jika pria tampan ini akan mengusirnya nanti.

***

Pukul 2 dini hari Damar mulai gelisah dalam tidurnya. Dia seperti sedang bermimpi buruk. Dia bahkan berteriak dan mengenggam tangan Arundaya yang tidur di sampingnya begitu erat. Sampai Arundaya terbangun karena merasa tangannya diremas begitu keras.

"Akh--" rintih Arundaya.

Dengan nafas yang kembali berat, Damar terduduk sambil tertunduk. Semakin lama, genggaman tangan yang mulanya melukai Arundaya, semakin terlepas.

"Apa kau baik-baik saja?" Arundaya memberanikan diri untuk bertanya pada Damar yang masih tertunduk. Dia melupakan tangannya yang sakit karena ulah Damar.

Damar tidak menjawab, tapi dia menarik lengan Arundaya dan membawanya dalam pelukannya. Arundaya sendiri hanya diam karena bingung harus bagaimana ketika Damar mempererat pelukannya.

"Tolong seperti ini sebentar. Aku akan membayarmu berapapun, tapi biarkan aku memelukmu sebentar." Perkataan Damar terdengar menyayat hati Arundaya. Tanpa perlawanan Arundaya membiarkan Damar memeluknya dengan erat. Arundaya berpikir, jika memeluknya bisa membuat Damar tenang, itu tidak masalah.

Dalam pelukan Damar, Arundaya bisa merasakan deru nafas Damar dan juga detak jantung Damar yang sama dengan detak jantungnya. Apa itu artinya mereka berjodoh. Namun, pelukan Damar begitu berbeda, tidak seperti pelukan dari para pria hidung belang yang tidur bersamanya. Pelukan Damar memang begitu hangat, apalagi air mata yang jatuh dari mata seorang pria, itu tandanya pria itu merasakan luka yang dalam. Dan itu yang sedang Damar rasakan.

"Maafkan aku." Setelah beberapa saat dan dirasa lebih tenang, Damar melepaskan pelukannya. Ada kecanggungan terlihat pada diri Damar.

"Kau harus membayarku mahal. Karena kau berani memeluk tubuhku," jawab Arundaya.

"Baiklah, kau ingin cash?" tanya Damar. Hal itu sontak membuat Arundaya terkejut karena dia hanya bercanda saja. Dia murni ingin membantu Damar saja.

"Aku hanya dibayar ketika aku melayani klienku hingga puas. Tapi yang terjadi sekarang, aku membantumu yang pingsan di tangga," jelas Arundaya pada Damar yang tampak menatap Arundaya yang sedang bicara.

Tanpa babibu, Damar mencium bibi Arundaya tanpa bertanya lebih dulu. Dia memainkan bibir Arundaya yang juga mendapatkan balasan dari sang pemilik bibir. Gerakan bibir mereka berdua, seakan membuat waktu berhenti berputar. Mereka begitu menikmati setiap sentuhan yang mereka lakukan. Arundaya yang tidak meminta, dia juga tidak menolak ketika bibir Damar menyentuh bibir manisnya.

"Apa seperti ini, aku bisa membayarmu sekarang. Dan tugasmu menemaniku saat ini," jelas Damar setelah melepaskan ciumannya pada bibir Arundaya.

Arundaya terkejut dengan apa yang Damar lakukan. Entah kenapa Damar bisa memiliki rencana seperti itu. Namun, Damar dengan serius memberikan selembar cek pada Arundaya. Walau sebenarnya ciuman yang Damar berbeda dari pria hidung belang lainnya.

"Temani aku semalam, aku tidak akan melukaimu," ujar Damar sambil menyerahkan selembar cek kosong pada Arundaya yang masih terkejut dengan sikap Damar yang tiba-tiba.

"Aku tidak membutuhkan ini." Arundaya mengembalikan cek itu ke tangan Damar. Karena Arundaya tidak ingin menerima cek kosong itu.

"Kenapa? Apa kau pikir aku membohongimu sekarang. Kau bisa tulis berapapun yang kau mau, dan cairkan besok pagi setelah menemaniku malam ini," jelas Damar. Dia berpikir jika cek yang dia berikan pada Arundaya hanyalah cek kosong.

"Aku tetap tidak mau," jawab Arundaya lantang. Dia menatap Damar dengan tatapan serius.

"Kalau begitu layani aku malam ini. Bukankah itu yang kau mau?" Damar menawarkan agar Arundaya melayani nafsunya malam ini. Padahal Damar hanya ingin Arundaya ada di sampingnya, tapi Arundaya menolaknya.

"kau yakin?" tanya Arundaya.

"Apa aku terlihat sedang bercanda sekarang? Layani aku malam ini," jelas Damar sambil menarik lengan Arundaya untuk kembali ke dalam pelukan Damar. Kali ini mereka saling menatap satu sama lain dengan jarak yang sangat dekat. Akankah Arundaya mau melakukan apa yang Damar minta?

TBC

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!