"Dia kekasihku. Jadi pergi dari sini jika kau masih ingin hidup!" tegasnya pada pria yang sedang menggangu wanita itu.
"Kau gila, dia itu pelacur." Pria itu membantahnya, dia tetap tidak mau melepaskan wanita yang bersamanya.
"Lantas kenapa jika dia pelacur. Dia kekasihku. Apa kau tuli? Dia ini kekasihku," tegas Damar. Dia kembali menyudutkan pria itu hingga pria itu kesulitan untuk bernafas.
"Lepaskan, kau akan membunuhnya nanti." Wanita itu menarik lengan Damar agar menjauh dari pria yang sedang kesulitan untuk bernafas, sudah seperti ikan yang diangkat ke daratan.
Damar kemudian melepaskan pria itu dan seketika pria itu terbatuk-batuk seakan kekurangan oksigen. "Awas kau ... aku akan ... membalasmu." Sebelum pria itu pergi, masih saja dia berani untuk mengancam wanita yang ada di belakang Damar.
Sepeninggal pria tadi, Damar menatap tangan wanita itu yang memegang lengannya. Seketika wanita itu melepaskan tangannya. Namun, tak lama Damar kembali menggenggam tangan wanita tersebut dan membawanya ke arah mobil. Membukakan pintu mobil kemudian mengisyaratkan wanita itu untuk masuk dengan kepalanya. Wanita itu langsung melakukan apa yang Damar perintahkan tanpa banyak bertanya. Setelah wanita itu masuk, Damar segera menutup pintu mobilnya dan berjalan ke arah pintu kemudi dan ikut masuk.
"Mau ku antar ke mana?" tanya Damar tanpa menatap wanita yang duduk di sampingnya.
"Aku--"
"Katakan saja. Jika kau tidak ingin dia kembali menganiayamu," sahut Damar sebelum wanita itu melanjutkan ucapannya.
Setelah mengatakan alamat yang wanita itu tuju, Damar segera melajukan mobilnya. Walau minun-minuman keras, tapi Damar tidak begitu mabuk. Dia masih bisa fokus mengemudi, memang dia tidak minum terlalu banyak.
"Terima kasih sudah membantuku," tutur wanita itu memecahkan keheningan di dalam mobil.
"Lain kali jika kau menemukan pria seperti itu lagi, tinggalkan," pinta Damar. Dia tidak menatap wanita itu sama sekali. Fokusnya hanya pada jalan.
"Baik," jawab wanita itu gugup. Tidak biasanya dia gugup di depan seorang pria. Sekian banyak pria yang ditemui, Damar yang membuatnya gugup.
Damar menghentikan mobilnya di depan sebuah gang kecil yang hanya bisa di akses oleh motor saja. Itu sebabnya Damar tidak bisa masuk.
"Segera pulang. Laporkan saja ke polisi jika dia mengganggumu lagi." Bukannya bertanya apa wanita itu baik-baik saja, tapi Damar sejak tadi bersikap dingin pada wanita itu
"Terima kasih," ucap wanita itu.
"Tunggu!" Damar berbalik ke arah bangku penumpang untuk mengambil sesuatu di sana. Wanita itu hanya diam sambil menatap punggung Damar yang sedang berbalik badan. Aroma tubuh Damar tercium, dan membuat wanita itu tersenyum.
"Pakai ini," ujar Damar sambil memberikan hoodie miliknya untuk wanita yang ditolongnya agar menutupi pakaian minim yang dikenakan.
"Terima kasih, tapi bukankah kau, Damarlangit," sahut wanita itu. Dia menatap lekat wajah tampan orang yang sudah membantunya.
"Sebaiknya kau pulang sekarang." Tanpa menjawab apa yang wanita itu katakan, Damar berjalan meninggalkan wanita itu.
Sikap dingin Damar pada Arundaya, wanita yang Damar bantu dari pria hidung belang yang ingin mencelakainya itu membuat Arundaya terus menatap Damar sampai dia tidak fokus jika Damar sedang menunggunya, bahkan saat Arundaya keluar mobil dengan hoodie yang dikenakan, Arundaya menatap Damar yang benar-benar pergi. Siapa yang tidak akan terpesona dengan paras tampanya, namun bukan itu yang Arundaya lihat dari Damar. Yang dia pikir pria dingin dan arogan itu juga memiliki hati. Damar membantunya dari pria hidung belang.
***
Arundaya Gayatri, wanita penghibur yang banyak dikenal karena parasnya yang cantik dan tubuh yang aduhai. Dia menjual tubuhnya untuk kepuasan dirinya saja. Dia juga menjadi korban dari orang tuanya yang berpisah. Kedua orang tua Arundaya tidak pernah peduli padanya, wanita berusia 26 tahun itu sudah bekerja sebagai wanita penghibur sejak 4 tahun lalu. Sering kali Arundaya menggunakan uang hasil melacurnya untuk sekedar berfoya-foya. Pikirnya, uang setan untuk apa disimpan. Walau begitu tamu yang ingin tidur dengannya begitu banyak, tapi tidak semua karena dia pemilih.
Namun, semalam seperti keapesan untuk Arundaya, karena kliennya itu membohonginya. Untung ada seorang pria yang sering dilihat seorang super model tampan membantunya dari kegilaan pria hidung belang tadi.
Sebenarnya Arundaya bisa saja membeli rumah yang layak, tapi dia tidak mau. Karena menurutnya tempat paling nyaman hanya di rumah tua peninggalan Nenek dan kakeknya. Walau rumah itu kecil, setidaknya di dalam rumah itu begitu rapi dengan ornamen hitam dan gold.
"Hari ini tidak pulang pagi, Kak?" tanya Djani, adik laki-laki Arundaya. Dia diangkat Arundaya sebagai adik, dan menemaninya tinggal di rumah kecil di gang kecil yang jauh dari kata mewah.
"Kenapa dengan wajah Kakak?" Djani terkejut saat melihat bagian pipi Arundaya memar karena tamparan dari pria hidung belang tadi.
"Tidak apa-apa. Ini uang untukmu besok. Aku ingin istirahat, jangan menggangguku, apalagi berusaha membangunkanku." Arundaya berjalan meninggalkan Djani setelah memberikan beberapa lembar uang untuk kebutuhan mereka besok. Jika sudah seperti ini, biasanya Arundaya malas untuk bangun pagi.
Namun, Djani tidak pernah menggunakan uang pemberian kakaknya itu. Dia memasukkan uang itu ke celengan besar yang sengaja dia beli sendiri tanpa sepengetahuan kakaknya. Lalu bagaimana Djani bisa makan jika dia tidak menggunakan uang kakaknya? Djani bekerja di sebuah bengkel motor yang tak jauh dari rumah mereka, dan dari itu mereka bisa makan tanpa menggunakan uang hasil menjual tubuh Arundaya.
Hidup berdua tanpa kedua orang tua, tidak lantas membuat mereka bersedih. Malah yang di sedihkan oleh Djani adalah mau sampai kapan Kakaknya harus menjual diri hanya untuk kepuasan? Tentang orang tua Djani, dia tidak mau peduli, karena menurutnya orang yang menyayanginya hanya Arundaya saja.
Di dalam kamar, Arundaya melihat-lihat foto sebelum dia tertidur pulas. Mencari kebenaran tentang orang yang menolongnya tadi. Damar membuat Arundaya penasaran, hingga dia coba melihat apa yang dipikirkan itu benar, jika Damar adalah super model terkenal itu.
"Benar, dia Damarlangit." Sambil menatap foto di layar ponselnya. Dia coba mengingat lagi jika Damar mengakui dirinya sebagai kekasihnya.
"Aku pikir dia memiliki sikap yang sombong, nyatanya tidak juga," timpa Arundaya. Walau sempat berpikir jika Damar hanya seorang model yang sombong. Namun, kenyataannya, Damar lah yang membantunya.
"Sudahlah, kenapa kau bodoh sekali. Lupakan saja pria itu. Kau hanya dianggapnya sampah," ujar Arundaya pada dirinya sendiri. Dia sadar jika dia bukan siapa-siapa dan hanya seorang penghibur yang ingin dihargai.
Arundaya memilih untuk tidur dan melupakan kejadian malam ini. Dia hanya harus fokus dengan hidupnya saja. Apa salahnya saat ada orang yang membantunya, dia tidak harus penasaran seperti ini.
Di sisi tempat tidurnya, Arundaya meletakkan hoodie milik Damar di dekat meja riasnya. Aroma tubuh Damar menyerbak ke seluruh kamar Arundaya. Aroma yang membuat Arundaya merasakan hal yang berbeda saat bertemu dengan pria satu ini.
Begitulah awal pertemuan mereka berdua, tanpa mereka sengaja. Akankah mereka bisa bertemu lagi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments