Mudah saja bagi Reynof untuk menangkap Hery Padiman sesuai permintaan Chelsea. Apalagi pria tua itu selalu datang ke tempat perjudian yang sama. Bersama keempat anak buahnya, sekaligus juga Ruben Diego, Reynof membawa Hery ke suatu tempat. Sebuah gudang lawas yang sudah tidak dipakai lagi, tetapi para anak buah Reynof yang menjaga setiap tempat perminjaman uang miliknya kerap menggunakan gudang itu untuk menghukum debitur yang tidak lekas membayar.
Saat ini tubuh Hery sudah diikat sementara dirinya didudukkan di sebuah kursi besi yang usang. Matanya ditutup rapat dengan sebuah kain hitam, tetapi mulutnya dibiarkan tanpa penghalang apa-apa. Ia juga tidak tahu mengapa dirinya mendadak dibawa secara paksa oleh beberapa orang, padahal seingatnya akhir-akhir ini ia tidak memiliki hutang pada siapa pun. Ia pun sudah melunasi hutangnya pada Reynof dengan menyerahkan putrinya sendiri. Jadi, mengapa ia diculik seperti ini?
"Hei, Tua Bangka!" ucap Reynof di hadapan Hery. "Kau masih ingat padaku, 'kan?"
Hery tercengang. Di balik kain penutup itu, matanya tengah melebar. Ia tidak bisa menerawang, tetapi sepatu Reynof kelihatan dari lubang kecil kain yang menutupi matanya.
"Tu-tuan Reynof?" Hery gelagapan. Ada apa? Kembali terlintas pertanyaan itu di benaknya. Mungkinkah putrinya kabur dan tak memberikan pelayan terbaik untuk Reynof, sehingga ia diculik seperti ini? Oh, astaga anak durhaka itu!
"Wow! Ternyata kau masih teringat padamu, ya? Meskipun hanya mendengar suaraku saja?" Reynof menyeringai. Detik berikutnya, ia menarik penutup mata yang terpasang di wajah Hery dengan sangat kasar. "Pria tua yang sangat jahat!"
"A-apa? A-apa yang telah saya la-lakukan, sampai Tuan menyeret saya ke sini?" Tergagap dan ketakutan, Hery mencoba mencari tahu letak kesalahannya pada pria berkuasa itu. "A-apa putri saya tidak memuaskan Anda, Tuan? Apa dia—"
"Dia sangat menarik, menjengkelkan, jual mahal, dan keras kepala. Tapi, ... dia benar-benar membuatku penasaran."
Reynof tersenyum-senyum sembari menaikkan salah satu alisnya. Bahkan kakinya juga mulai melangkah memutari tubuh Hery yang terikat dan tak berdaya. Ia membayangkan betapa Chelsea sangat menarik, meskipun tak jarang bagi gadis itu membuatnya jengkel. Namun memang harus ia akui, bahwa kini dirinya seolah sudah terikat pada Chelsea secara sepenuhnya.
Setiap pertanyaan yang muncul dari mulut busuk Hery tak lagi Reynof pedulikan. Dan malam ini pun ia terus terdiam, tanpa berkenan untuk melukai pria tua itu. Ia juga memiliki seorang ayah yang sangat kejam, dan membuatnya menjadi sosok lebih kejam seperti sekarang. Hery sungguh membuatnya muak, meskipun berkat Hery, ia bisa menemukan gadis unik bin ajaib yang namanya Chelsea Indriyana.
Sementara itu, beberapa menit setelah mendapatkan alamat gudang dari Reynof, Chelsea sudah sampai di tempat penyekapan Hery Padiman tersebut. Dengan keadaan sangat marah dan frustrasi, ia turun dari mobil putihnya dan menutup pintu kendaraan itu dengan keras dan kasar. Emosi buruk yang begitu besar membuat tenaga hingga energinya mendadak meningkat pesat. Bahkan meski ia belum menyantap karbohidrat sama sekali saat ini dirinya justru merasa jauh lebih kuat.
"Hai, Nona Kecilku! Kau sudah sampai?" ucap Reynof sesaat setelah melihat Chelsea memasuki ruang utama gudang kumuh tersebut. Ia merentangkan kedua tangannya dan berniat untuk menyambut kedatangan sang gadis keras kepala. "Sesuai permintaanmu, ayahmu sudah aku ikat. Jadi, Nona, apa yang hendak kau lakukan? Apa dia membuat kesalahan padamu?"
Namun semua pertanyaan yang keluar dari mulut Reynof sama sekali tidak Chelsea pedulikan. Chelsea terus berjalan dengan langkah yang begitu cepat, seolah ia tidak mau terlambat untuk melakukan sesuatu yang menurutnya sudah menjadi sebuah kewajiban mutlak.
"Chelsea?" ucap Reynof mulai menyadari kemarahan besar yang tengah menguasai diri gadis itu. "Hei, Nona!" Ia hendak menyentuh Chelsea, tetapi tiba-tiba saja ....
Buaaak!
Braaaak!
Suara tendangan dan tubuh Hery yang jatuh, disertai pekikan terkejut pria itu langsung terdengar. Tanpa ampun, Chelsea kembali melayangkan kakinya ke arah perut buncit milik Hery. Pria tua itu lantas meronta, memohon ampun, juga sumpah serapahnya terhadap anak yang ia anggap durhaka.
"Ampuni Ayah, Chelsea! Ampuuun! Tolong! Taun Reynof tolong saya, tolong ...," ronta Hery di sela-sela raungan kesakitannya.
"Anak durhaka kamu, Chelsea! Anak iblis kamu!" Dan ketika Chelsea enggan untuk memberi ampun, sumpah serapah itu terucap kembali dari mulut busuk milik Hery.
"Aaaaaaaa!" pekik Chelsea dan masih menginjak, menendang, hingga memukul seluruh tubuh Hery. "Aku sudah bukan anakmu, Sialan! Kau sudah menjual anakmu sendiri! Kau sudah membunuh anakmu sendiri, Pria Biadab! Kau harus mati! Kau pantas mati, Hery!"
Semua orang yang ada di dalam ruangan gudang lawas itu begitu tercengang, termasuk Reynof dan Ruben. Mereka kompak menatap Chelsea yang terus menghajar sang ayah habis-habisan. Kondisi Hery sudah begitu lemah dan babak belur. Namun Chelsea masih enggan untuk berhenti.
"Apa yang terjadi sebenarnya?" gumam Reynof. Bahkan meski dirinya adalah sosok yang bengis, ia tidak bisa membenarkan sikap Chelsea yang tiba-tiba mengamuk tanpa alasan yang jelas.
Ruben mendekati Reynof, kemudian berbisik pada sang tuan, "Tuan, Nona Chelsea harus dihentikan."
"Sialan! Mati saja kau, Iblis! Kau tidak pantas hidup! Pergilah ke neraka, pergilaaah!" Suara kemarahan Chelsea terus terdengar, membuat suasana gudang bekas itu terus gaduh.
Chelsea menendang untuk terakhir kalinya di bagian dada Hery, sampai Hery muntah darah. Namun masih tak puas, Chelsea berencana melanjutkan aksinya. Ia celingak-celinguk mencari sebuah senjata. Hingga sebilah kayu tertangkap oleh indera penglihatannya tersebut, dan langsung ia ambil tanpa pikir panjang.
"Kau ... sudah membunuh putrimu sendiri, bahkan juga istrimu. Ini balasan yang setimpal untukmu, Hery Padiman!" ucap Chelsea lalu mengayunkan kayu itu.
"Tidaaaak!" pekik Hery.
"Hentikan, Chelsea!" Beruntung bagi Hery, ketika Reynof berteriak untuk menghentikan keputusan Chelsea.
Cepat, Chelsea yang sudah mengurungkan niatnya menatap Reynof. "Jangan ikut campur, ini urusanku dengan pria tua ini," ucapnya pada Reynof. Matanya sudah memerah, pipinya telah bersimbah air mata.
Keadaan Chelsea membuat Reynof harus mengambil sikap. Gadis itu tidak akan kuat setelah menyadari bahwa dirinya telah membunuh seseorang, apalagi ayahnya sendiri.
"Aku tidak akan pernah mengampunimu!" ucap Chelsea pada Hery. Dan dengan segara, ia kembali mengayunkan kayu di tangannya. Sambil berteriak, ia berencana untuk menghilangkan nyawa ayah dari sang pemilik tubuh.
"Hentikan, Gadis Bodoh!" Reynof membentak. Ia juga telah memeluk erat tubuh sekaligus kedua lengan Chelsea. "Kau hanya akan menjadi seorang pembunuh! Dengarkan aku!"
"Lepaskan aku! Lepaskan aku!" ronta Chelsea sembari berusaha untuk melepaskan dirinya dari dekapan erat Reynof. "Kubilang ini urusanku dengan pria tua ini! Biarkan aku membunuhnya, Tuan Reynof! Lepaskan aku! Lepaskaaan! Aaaaaaaa!"
"Tenanglah, tenang! Kau tidak bisa dan tidak boleh menjadi pembunuh sebelum kau kuat secara mental! Dengarkan aku baik-baik, Chelsea! Kau hanya akan menggila setelah menghilangkan nyawa ayahmu sendiri!"
"Dia bukan ayahku!"
"Bahkan meski dia sudah menjualmu padaku, kau tidak akan bisa menghilangkan adanya aliran darah Hery di dalam tubuhmu! Bukankah itu artinya kau juga harus membunuh dirimu sendiri demi menghilangkan semua jejaknya, hah?!"
"Tidak ada! Dia harus mati apa pun yang terjadi!"
"Chelsea!"
"Lepaskan aku, Reynof! Lepaskaaan!"
"Kematian adalah sesuatu yang spesial untuk ayah seburuk dirinya. Bukankah lebih baik jika dia disiksa secara hidup-hidup, Nona Kecilku?" Reynof memperhalus nada suaranya. Ia mengusap kedua telapak tangan Chelsea yang sudah berhasil ia raih. "Saat ini aku juga sedang menyiksa ayahku sendiri. Dan aku bisa melakukannya pada ayahmu juga. Jika kau ingin membunuhnya, kau harus belajar kuat dari diriku yang sudah pernah membunuh orang. Jadi, tenanglah dulu. Aku akan membantumu, Nona ... tenanglah, aku akan selalu membantumu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu."
Ucapan Reynof yang sarat akan ketulusan, meski masih Chelsea ragukan, pada akhirnya tetap membuat seluruh emosi Chelsea mereda. Ia memejamkan matanya dan menggenggamkan kedua telapak tangannya satu sama lain dengan sangat kuat. Ia juga merasakan bahwa Reynof juga masih menggenggam jemari-jemarinya itu. Entah bagaimana bisa seorang pria bengis memiliki kemampuan untuk membuat diri orang lain menjadi tenang. Namun yang pasti, Chelsea mendapatkan pengaruh besar atas setiap ucapan Reynof.
"Tolong ... jebloskan dia ke penjara, setelah cukup bukti. Saat ini ... ibuku sedang sekarat di rumah sakit, tubuh ibuku penuh dengan memar karena pria tua itu, Tuan," gumam Chelsea dengan perasaan yang masih campur-aduk. Air matanya pun belum mengering. "Aku tidak ingin kehilangan seorang ibu lagi ...."
"Ya, aku akan melakukannya untukmu," sahut Reynof kendati ia cukup bingung dengan pengakuan Chelsea yang mengatakan tidak ingin kehilangan ibu lagi. Memangnya ibu Chelsea ada berapa orang?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments