Setelah sekian hari, akhirnya Chelsea diizinkan untuk keluar dari mansion mewah yang baginya lebih tepat dianggap sebagai jeruji besi. Bahkan meski sudah mendapatkan posisi yang sepadan dengan posisi Kayla, nyatanya Chelsea masih harus menjalani beberapa ujian dari Reynof. Ia diberikan sebuah kamar yang lebih luas dan pantas, setelah itu ia diperintahkan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang berkaitan dengan bisnis Neverley Group. Pada akhirnya ia bisa menyelesaikan segalanya, dan mendapatkan sedikit kebebasan.
Bahkan tidak hanya itu saja, Chelsea juga sudah diberikan beberapa fasilitas. Sebuah mobil dan ponsel menjadi dua benda dari sekian benda yang ia dapatkan. Kepiawaiannya dalam menyetir kendaraan sempat membuat Reynof lagi-lagi harus terkejut. Mungkin pria itu kembali merasa heran, karena raga Chelsea tetaplah raga seorang gadis miskin yang tidak lulus kuliah, tetapi bisa melakukan nyaris segala tugas. Tidak masalah. Biar saja pria itu terus merasa heran, karena ketika Chelsea mengaku bahwa dirinya adalah Emily pun, pria itu enggan untuk percaya.
Melupakan persoalan tentang Reynof beserta seluruh keburukan pria itu, saat ini Chelsea sudah berada di luar kediaman Reynof. Arah tujuannya adalah sebuah tempat yang akan mengingatkannya tentang masa kecil hingga kehidupannya sebagai Emily sampai di usia 27 tahun. Ya, rumah keluarga Rukmana, alias tempat tinggalnya ketika dirinya masih hidup sebagai Emily.
“Apa rumah itu masih sama? Atau Ronald dan Nora sudah mengubah segalanya?” gumam Chelsea sembari terus menyetir mobil putih dengan merek ternama itu. Ia menghela napas setelahnya. “Aku tidak menyangka, pada akhirnya rumah yang dibangun oleh Ayah harus jatuh ke tangan Nora. Haaa ... aku juga masih tidak habis pikir, mengapa Nora, adik yang begitu aku sayangi justru berkomplot untuk membunuhku? Jika dia sayang padaku, atau setidaknya merasa bersalah, bukankah seharusnya dia melaporkan Ronald dan memilih menguasai hartaku sendirian?”
Ah, seharusnya Chelsea tidak mempertanyakan hal itu lagi. Sudah jelas-jelas jika Ronald dan Nora telah berselingkuh darinya sebelum ia mati sebagai Emily. Namun ternyata ketika mengingat tentang masa kecilnya bersama Nora, dan betapa ia sangat menyayangi Nora seperti adik kandungnya sendiri, hati kecilnya masih berharap agar Nora masih merasa bersalah pada dirinya. Meskipun hal itu adalah sebuah kemustahilan semata, karena pada akhirnya Nora-lah yang merampas seluruh hartanya.
Hanya berkisar lima meter dari kediamannya di kehidupannya sebagai Emily, Chelsea memutuskan untuk menghentikan laju mobilnya. Detik berikutnya, Chelsea memutuskan untuk bergegas turun dari kendaraan itu. Ia berjalan ke arah depan mobilnya sendiri dan berdiri tegak, sementara matanya terus menatap kediaman masa lalunya tersebut. Balkon paling tinggi di lantai keempat menjadi bagian yang paling Chelsea sorot.
Di balkon itu, Chelsea yang dulunya adalah Emily kerap menghabiskan waktu. Ia mengerjakan tugas sekolahnya sembari menyantap camilannya. Ia menyesap kopi ketika pagi hari telah tiba. Dan ia juga mengerjakan pekerjaan kantornya di tempat tersebut. Bahkan, tidak jarang ia bercumbu dengan Ronald di sana, di balik dinding pembatas balkon yang akan melindunginya serta Ronald dari tatapan orang lain.
Ingatan masa silam itu membuat air mata Chelsea menetes lagi. Perasaannya perih. Semua yang ia miliki telah musnah karena kebodohannya dalam memercayai suami serta sepupunya. Segalanya telah dirampas oleh Ronald dan Nora, bahkan juga nyawanya. Beruntung nasib baik masih memihak dirinya, ketika ia justru merasuk ke dalam tubuh gadis muda. Meskipun kemiskinan dan nasib tragis gadis itu tetap membuatnya kerap mengeluh.
“Aku pasti akan mendapatkan apa yang seharusnya masih aku miliki, bahkan meski aku bukan lagi seorang Emily. Aku akan menghancurkan kalian, benar-benar akan menghancurkan kalian!” ucap Chelsea dengan perasaan merana.
Tak berselang lama, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti tepat di samping kendaraan pribadi pribadi milik Chelsea. Mobil itu sungguh tidak asing. Seorang pria juga lantas keluar. Pria yang sama tak asingnya bagi Chelsea. Fabian Maestra. Lagi-lagi pria itu yang Chelsea temui ketika sedang diam-diam mengawasi.
Chelsea menelan saliva. Haruskah ia melarikan diri ketika Fabian menghampirinya? Atau haruskah ia jujur saja bahwa dirinya adalah Emily? Namun jika Fabian menganggapnya gila, bukankah itu akan jauh lebih buruk? Apalagi setelah ini, Chelsea akan lebih sering bertemu dengan teman kecil sekaligus sekretarisnya ketika hidup sebagai Emily tersebut.
Dan benar saja, sekarang Fabian tidak hanya sekadar memberikan tatapan, melainkan juga langsung mendekati sang gadis muda.
“Nona?” ucap Fabian sesaat setelah menghentikan langkahnya di hadapan Chelsea. “Saya perhatikan sejak tadi, sepertinya Anda terus mengamati kediaman Nyonya Emily. Apakah itu benar?”
Chelsea kembali menelan saliva, tetapi terasa lebih susah daripada sebelumnya. Tidak ada satu pun patah kata yang ia berikan sebagai jawaban atas pertanyaan dari Fabian.
“Nona? Siapa diri Anda sebenarnya? Mengapa Anda terus-terusan berada di sekitar tempat Nyonya Emily?” Fabian bertanya lagi dengan lebih tegas dan cenderung memberikan desakan.
Chelsea menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara matanya terus bergerak dan menatap ke bawah. “Anda ....” Akhirnya ia mulai berbicara. “Anda harus berhati-hati.”
“Apa?” Dahi Fabian berkerut samar.
“Dua orang yang menguasai rumah itu ... sangat berbahaya.”
“Dua orang? Bagaimana Anda bisa tahu jika rumah itu saat ini ditinggali oleh dua orang sebagai penghuni sekaligus majikan?” Mata Fabian semakin tajam dalam menatap gadis muda yang berada di hadapannya itu. “Siapa kau? Apa kau seorang penguntit?” Dan ia sudah enggan untuk berbicara lebih formal.
“Saya bukan seorang penguntit, melainkan seseorang yang kebetulan tahu tentang beberapa kenyataan.” Chelsea mulai memberanikan diri untuk menatap Fabian. “Berhati-hatilah, Tuan. Hanya itu yang bisa saya katakan untuk saat ini. Barangkali kita akan bertemu kembali nantinya, baik dalam waktu dekat ataupun suatu saat.”
Sebelum Fabian kembali memberikan desakan, Chelsea segera memutar tubuhnya. Ia berjalan cepat untuk memasuki mobilnya. Tanpa memedulikan tanda tanya besar yang tergambar di wajah Fabian, Chelsea langsung mengemudikan mobilnya dan meninggalkan tempat itu secepat mungkin. Dan ia berharap agar Fabian pun bisa selamat. Ia tahu betul betapa Fabian menyayangi dirinya, bahkan pria itu sudah jatuh cinta padanya sejak dirinya masih menjadi Emily remaja. Namun apa mau dikata, sampai saat bertemu dengan Ronald, ia terus menganggap bahwa Fabian seperti seorang saudara saja.
Sementara Chelsea yang sudah menghilang, Fabian masih termenung diam. Keadaannya nyaris sama seperti saat dirinya bertemu Chelsea di pemakaman untuk pertama kalinya.
Fabian menghela napas, lalu memutuskan untuk memasuki mobilnya.
“Emily, kenapa kau pergi secepat ini dan meninggalkan banyak keanehan? Kau tidak pernah menyantap alkohol, tapi kenapa kau meninggal karena alkohol? Apa yang terjadi pada dirimu, sebelum kau terjun ke sungai itu? Lalu, apa gadis itu ada kaitannya denganmu?” gumam Fabian sesaat setelah duduk di dalam kendaraan pribadinya itu.
Dan sejujurnya Fabian masih tidak percaya jika teman kecil sekaligus atasannya meninggal karena alkohol. Ia yang tahu betul kebiasaan Emily, meragukan bahwa Emily sempat menyantap minuman keras. Namun ia pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena kasus kematian Emily pun sudah ditutup sebagai kecelakaan tunggal karena Emily tengah mabuk berat.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments