Seorang pengacara berusia 35 tahun sudah hadir di rumah besar yang masih diatasnamakan Emily Panorama Rukmana. Kehadiran pengacara yang sebenarnya bukan pengacara asli keluarga Rukmana itu untuk membacakan sebuah wasiat. Sama seperti dirinya yang palsu, wasiat pun juga palsu.
Nora sudah berhasil membuat situasi seperti yang ia inginkan. Dengan menggunakan pengacara yang berhasil ia iming-imingi uang dalam jumlah besar itu, sebentar lagi dirinya akan menjadi pewaris mutlak atas seluruh aset milik mendiang kakak sepupunya sendiri.
Di ruang tamu rumah itu, tak hanya Nora, Ronald, dan sang pengacara saja, melainkan juga dua orang perwakilan dari para petinggi perusahaan, dan satu di antaranya telah berkomplot dengan Nora. Mereka hadir sebagai saksi atas pembacaan surat wasiat yang menurut si 'pengacara' adalah surat peninggalan Emily yang telah dibuat sejak satu tahun setelah menjabat sebagai pimpinan utama di Pano Diamond Group.
"Bisakah Anda segera memulai membuka surat tersebut dan membacakan isinya, Tuan Pengacara Damar?" ucap salah seorang perwakilan petinggi perusahaan, yang juga telah berkomplot dengan Nora. Ia bernama Hikman.
Pengacara Damar lantas tersenyum, lalu mengangguk pelan. "Sejak Nyonya Emily mendapatkan jabatan di Pano Diamond, beliau memang sudah memercayakan banyak sekali urusan yang berkaitan dengan hukum pada saya."
Dan memang benar, Damar adalah salah satu pengacara yang bekerja untuk Emily. Posisinya itulah yang membuat Nora tertarik untuk bersepakat dengan dirinya. Detik berikutnya, Damar lantas membuka surat wasiat palsu yang sudah ia rancang dengan sedemikian rupa, seperti sebuah surat wasiat asli komplit dengan tanda tangan Emily yang telah dipalsukan serta cap resmi milik wanita itu.
"Saya sangat tidak siap untuk mendengar isi wasiat tersebut, tapi, sepertinya Kak Emily juga sudah mempersiapkan segalanya setelah kedua orang tuanya meninggal. Mungkin Kak Emily juga ketakutan," ucap Nora untuk menipu salah satu perwakilan dari petinggi perusahaan yang tak memiliki perjanjian dengan dirinya. Ia bahkan sampai menitikkan air mata. Kagum dan bangga pada dirinya yang semakin lama pandai dalam bersandiwara.
Ronald menghela napas. Ekspresi di wajahnya juga tampak gusar, tetapi tentu saja kegusaran itu hanyalah sebuah kepalsuan belaka. "Saya tidak tahu harus berbicara apa, kenapa harus seperti ini? Kenapa istri tercinta saya seolah-olah sudah tahu akan ada tragedi semacam ini?"
Si perwakilan kedua yang bernama Barun lantas menelan saliva. Ia merasa tidak nyaman. Tebakan tentang isi surat wasiat sudah terlintas di benaknya. Bahwa kemungkinan besar yang akan naik jabatan adalah Ronald, mengingat Emily sangat mencintai Ronald selama ini. Atau juga Nora yang menjadi satu-satunya sanak keluarga. Dan dari kedua orang itu, Barun benar-benar tidak yakin apakah mereka bisa menggantikan posisi Emily, ketika Emily sendiri sudah menunjukkan kemampuan yang begitu luar biasa.
Dan akhirnya surat wasiat benar-benar dibacakan oleh Damar. Dari awal sampai akhir. Surat yang menyatakan bahwa seluruh aset milik keluarga Rukmana akan jatuh secara mutlak pada Nora Marie Rusmana, selaku sepupu dekat Emily Panorama Rukmana. Sementara Ronald, tidak mendapatkan apa pun, selain mendapatkan wejangan untuk terus menjaga Nora dengan baik.
Nora tersenyum dengan puas. Kini dirinya telah menjadi pemilik aset besar milik keluarga mendiang pamannya sendiri, dan juga kakak sepupunya. Hikman turut melebarkan lengkungan senyumannya, senang karena sebentar lagi akan mendapatkan banyak uang serta posisi paling menguntungkan di perusahaan. Damar tetap bersikap profesional seolah-olah dirinya adalah pengacara yang super jujur. Sementara Barun dan Ronald hanya terdiam.
***
Kehangatan malam kembali dilalui oleh Nora dan Ronald di kamar favorite milik mereka. Keduanya kembali bermesraan layaknya pasangan suami-istri. Pesta kecil dan pribadi pun sudah tergelar sejak sore menjelang malam. Mereka sempat berlagak bersedih setelah pembacaan wasiat sudah selesai. Mereka juga mengatakan akan beristirahat untuk menenangkan diri, tetapi pada akhirnya keduanya justru bersenang-senang dengan suasana yang sangat panas.
"Bagaimana? Apa kau puas dengan hasilnya, Sayang?" ucap Nora dengan napas yang belum sepenuhnya stabil. Ia membelai wajah Ronald yang tengah tidur di sampingnya.
Ronald mengangguk, dan karena lelah, ia enggan untuk membuka mata. "Aku senang karena bisa menjadikanmu seorang ratu," jawabnya.
"Dan kau rajanya!"
"Mm, kau lebih berkuasa, Nona-ku."
"Hmm ... tapi kau tampak kecewa. Apa kau marah karena tak dapat bagian?" Nora menghela napas. "Bukan maksudku tidak ingin membagi, tapi aku sedang melihat situasi. Jika kita mendapatkan jatah yang sama rata, orang-orang akan lantas curiga. Kita sudah berusaha keras untuk menutupi fakta kematian Emily, jadi—"
"Nora," sahut Ronald cepat. Detik berikutnya, ia mengecup bibir wanitanya itu. "Aku percaya padamu. Dan seperti isi wasiat itu, aku akan menjagamu."
Wajah Nora tampak sendu. "Benarkah? Kau tidak akan curiga padamu, 'kan? Aku hanya memiliki dirimu saja di dunia ini, Ronald."
"Tentu saja, Sayang."
Ronald berusaha untuk tersenyum lebar. Sampai akhirnya Nora menarik wajahnya dan memberikan kecupan lebih dalam. Keduanya kembali melakukan 'hal intim', melanjutkan pesta manis nan panas yang mereka gelar. Namun percayalah, saat ini dada Ronald tengah bergemuruh hebat. Ia cukup marah dan kecewa karena dirinya tidak mendapatkan satu pun bagian, sekalipun itu hanya satu gedung saja, pun tidak ada! Padahal ia adalah pelaku utama yang telah membunuh Emily, istrinya sendiri. Itu artinya ia akan mendapatkan dosa sekaligus hukuman berat jika sampai ketahuan. Seharusnya bagiannya jauh lebih banyak!
Alasan Nora memang masuk akal, tetapi Ronald tak bisa sepenuhnya memercayai kekasihnya itu. Ia bisa disingkirkan kapan saja. Dan sebagai orang kaya, Nora akan mudah mendapatkan pria lain. Kini, yang bisa Ronald lakukan hanyalah diam dan tetap menurut, berusaha untuk tetap mempertahankan cinta Nora. Namun entah suatu saat nanti, ia merasa masih berhak atas harta Emily.
***
Di hari berikutnya, bersama Fabian yang sudah ia paksa untuk menjadi sekretaris pribadinya, Nora muncul di hadapan para petinggi perusahaan yang telah berkumpul di ruang pertemuan berukuran besar. Saat ini ia tengah duduk di kursi pimpinan, dan akan memimpin jalannya pertemuan. Namun bukannya menjadi pusat perhatian dan lantas dihormati, para petinggi justru sibuk berbincang satu sama lain, kecuali Hikman.
Keberadaan Nora sebagai pengganti Emily di perusahaan itu memang tengah menjadi pro dan kontra. Banyak pihak yang tidak setuju, tetapi juga tak sedikit yang memihak wanita itu. Keadaan tersebut membuat Nora kesal. Bahkan meski jika pihak kontra tidak terima, mereka tetap harus hormat dan tunduk padanya. Mau bagaimanapun dirinya telah sah menjadi pewaris utama, sekaligus pemegang saham paling besar di Pano Diamond!
Braak!
Nora menggebrak meja sembari berdiri seketika. Sikapnya membuat semua orang yang berisik langsung terdiam. Nora menatap mereka satu per satu. Wajahnya yang cukup cantik, meski jika dibandingkan Emily masih kalah, tengah menunjukkan ekspresi marah dan kecewa.
"Saya pikir kalian tidak bisa diam! Ternyata bisa toh?" ucap Nora sarkastik. Salah satu alisnya terangkat naik. "Kenapa? Kaget? Kalian pikir saya hanya anak kemarin sore yang bisa kalian remehkan begitu saja? Tidak, Tuan dan Nyonya yang kontra dengan keputusan kakak sepupu saya lewat surat wasiat beliau sendiri! Mau bagaimanapun saat ini saya adalah atasan kalian. Mudah bagi saya untuk menyingkirkan kalian satu per satu! Jadi, lebih baik kalian menjaga sikap dan patuh pada saya yang memang sudah seharusnya kalian hormati! Jika masih mencoba menentang saya, silakan keluar dari ruangan ini dan jangan pernah kembali ke perusahaan ini!"
Nora memberikan penegasan yang sudah pasti membuat seluruh anggota langsung terdiam. Sementara Barun yang tahu betul isi wasiat sibuk menggertakkan giginya sampai berkali-kali. Ia masih tidak yakin bahwa Nora akan mampu mengatasi setiap hal yang ada di dalam perusahaan. Sikap pertama Nora sebagai pimpinan saja sudah sangat angkuh dan sok berkuasa. Berbeda dengan Emily, padahal Emily juga pernah ditentang oleh banyak pihak karena dianggap terlalu muda sebagai seorang pimpinan.
Namun Emily bisa membuktikan diri dan tak pernah bersikap angkuh apalagi sok berkuasa. Sayang sekali karena wanita itu justru tutup usia ketika baru menjabat di perusahaan selama satu tahun saja.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments