Ronald sedang merasakan kebahagiaan yang begitu besar. Hal yang sama juga tengah dirasakan oleh Nora, selaku kekasih Ronald yang sebenarnya. Tak ada satu pun rasa bersalah di dalam hati keduanya, setelah berhasil menyingkirkan Emily tak hanya dari rumah dan perusahaan saja, melainkan juga dari dunia ini. Mereka seperti dua orang yang tidak pernah dididik secara baik oleh kedua orang tua mereka. Harta Emily justru membutakan mata keduanya.
Karena nyatanya, rencana Ronald dan Nora justru berjalan semulus perjalanan sebuah mobil di tol yang sepi. Mereka berhasil menutupi kasus kematian Emily dengan sebuah kecelakaan, bahkan saat ini jasad Emily pun sudah berhasil mereka keluarkan dari kemungkinan akan diotopsi. Berkat kepiawaian Ronald dalam bersandiwara, serta sukses membuktikan alibi, dan bahkan tak segan untuk memberikan upah pada pihak-pihak yang mau membantunya, ia dan Nora akhirnya bisa menggelar pemakaman untuk Emily Panorama Rukmana tanpa harus mendapatkan investigasi lebih banyak lagi.
Padahal di malam tragedi, Ronald merasa sangat gugup setelah memukul kepala Emily dengan menggunakan sebuah vas bunga. Andai saja tidak terdesak, atau andai saja Emily mau mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu, wanita yang telah menjadi istrinya itu tidak akan mati sia-sia. Dan lebih menggenaskan lagi, ketika Nora memiliki sebuah ide dengan menyamarkan kematian Emily sebagai kasus kecelakaan tunggal.
Ronald pun turut menambahkan ide tersebut dengan mencekoki mulut Emily dengan wine dengan kadar alkohol yang cukup tinggi sebelum Emily benar-benar menutup mata—masih dalam keadaan menuju tak sadarkan diri. Meski membutuhkan waktu sampai tiga jam hanya demi mencari tempat yang aman, sekaligus tak ada CCTV, akhirnya Ronald dan Nora bisa menenggelamkan mobil serta jasad Emily setelah akhirnya ditemukan oleh seorang warga ketika pagi sudah tiba.
"Ah, mengerikan," gumam Ronald sembari bergidik ngeri. Ia tidak dapat membayangkan jika dirinya yang berada di dalam mobil itu dan menggantikan Emily untuk terjun ke dalam sungai tersebut.
Nora yang sedang duduk di depan cermin rias lantas menatap bayangan Ronald yang sedang asyik melamun di tepian ranjang. "Ada apa, Sayang? Kau masih kembali mengingat tragisnya kematian istrimu?" ucap Nora sarkastik.
"Ah!"
Ronald agak terkejut. Kemudian ia segera mengulas senyumannya yang amat manis. Demi mengurangi rasa cemburu yang barang kali Nora rasakan, Ronald memutuskan untuk segera bangkit dari duduknya. Ia berjalan menyusuri lantai marmer putih dengan motif garis abstrak emas di kamar itu. Dan tentu saja, kamar itu bukanlah kamar di mana Emily mulai meregang nyawa.
Dekapan hangat penuh kasih sayang lantas Ronald berikan bagi sang kekasih sekaligus selingkuhannya. Ia juga tak segan untuk mengecup tengkuk Nora dengan penuh kelembutan, yang bisa saja membuat Nora menggila jika ia tidak segera menyelesaikannya.
"Berhenti, Ronald, sebentar lagi upacara pemakaman akan dilakukan. Dan seharusnya kau ingat bahwa jasad Emily ada di bawah sana sekarang. Bagaimana jika dia cemburu?" ucap Nora dengan suara yang mulai parau. Bulu kuduknya sudah meremang, tetapi sayang, ia harus menahan gejolak hasrat di dalam dirinya terlebih dahulu demi menyelesaikan acara pemakaman.
Ronald segera menghentikan tindakannya. Cukup kecewa karena Nora memintanya untuk berhenti saja. Namun bagaimana lagi, situasi saat ini juga tidak tepat. Belum saatnya pesta manis digelar, karena jasad Emily masih belum dipendam di dalam tanah kubur yang dalam.
"Baiklah, tapi awas saja nanti! Aku akan membuatmu kapok, Sayang!" ucap Ronald dan lantas menyeringai, sementara matanya sibuk menatap pantulan wajah cantik Nora di cermin rias.
Nora segera memutar tubuhnya, kemudian langsung memeluk erat pinggang kekasihnya. Ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, bahwa saat ini ia tengah merasa bahagia sekali. Ronald yang sudah ia jadikan alat untuk memanfaatkan Emily dengan menikahkan mereka, akhirnya kembali padanya lagi. Selain itu, setelah Emily mati, ia bisa mewarisi semua harta kakak sepupunya tersebut.
"Nanti akan ada banyak reporter. Acara pemakaman Emily akan diliput, kita harus benar-benar menunjukkan kesedihan kita, Sayang. Karena dengan begitu, semua orang bisa percaya bahwa kita benar-benar kehilangan Emily," ucap Nora.
Ronald mengangguk mantap. "Tentu saja, dan aku sudah siap untuk melakukannya."
Senyuman sepasang pembunuh itu terulas begitu lebar. Hingga akhirnya pihak Nora memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Dengan cepat, ia lantas merangkul leher Ronald, lalu mengecup pria itu dengan cukup 'buas'.
***
Tangisan Nora terdengar sangat keras dan menyayat hati setiap orang yang mendengar rintihannya tersebut. Ronald dengan sigap terus memeluknya erat, sebagai tokoh kakak sepupu ipar yang baik. Keduanya begitu kompak membuat pertunjukkan penuh tangisan kesedihan ketika jasad Emily berangsur-angsur dimasukkan ke dalam liang lahat. Bahkan tak segan, Nora menjatuhkan dirinya sampai beberapa kali hanya demi mencari kepercayaan sekaligus empati.
"Kakak! Kenapa Kakak tega sekali?! Kenapa Kakak meninggalkan aku secepat ini?! Aku harus bagaimana, Kak? Aku harus bersama siapa?!" rintih Nora setelah mendudukkan dirinya di atas tanah basah tanpa alas apa pun.
"Tenanglah, Nora, kakakmu pasti sudah mendapatkan tempat terbaik saat ini, Dik. Tenang, ya, Dik," ucap Ronald sembari mengusap kepala Nora yang sudah dipeluknya.
Beberapa rekan bisnis yang datang melayat dan turut mengantar ke pemakaman pun telah memberikan kalimat turut berbelasungkawa. Mereka juga ikut berusaha untuk menenangkan Nora yang histeris. Dan memang benar, Nora tidak memiliki siapa pun lagi di dunia ini selain Emily. Para pelayat tentu percaya bahwa Nora sedang benar-benar menderita atas kematian Emily. Bahkan tak jarang di antara mereka yang menyalahkan Emily, karena nekat menyetir dalam keadaan mabuk berat. Emily mati karena ulah sendiri, dan justru membuat orang yang masih hidup sampai ikut menderita.
Di sisi lain, tampak seorang gadis tengah berdiri di area pemakaman. Namun matanya masih dapat melihat prosesi penguburan jasad Emily Panorama Rukmana. Yakni Chelsea yang terisi jiwa dari pemilik jasad tersebut. Geram terasa ketika melihat Nora begitu histeris dan sok paling menderita. Bagaimana bisa Nora dan Ronald bersikap sedemikian rupa di saat mereka adalah pembunuh dari jasad yang sudah dimasukkan ke dalam liang lahat itu?
Tetesan air mata kerap meluruh menodai kedua pipi Chelsea. Marah dan kecewa lantas menangkup seluruh ruang hatinya. Ingin sekali saat ini, ia berlari dan segera melabrak Ronald maupun Nora, akan lebih baik jika ia bisa menjerumuskan mereka ke dalam liang lahat di mana tubuh aslinya terbujur kaku sebagai mayat. Namun apa mau di kata, dengan nama Chelsea Indriyana sekaligus hidup di dalam tubuh gadis itu, Chelsea yang pada dasarnya adalah Emily tidak bisa melakukan keinginan-keinginannya tersebut. Ia bisa dianggap sebagai orang gila yang menganggu prosesi pemakaman konglomerat besar.
"Jika aku bisa bertahan sebagai mainan Reynof, aku pasti bisa membalaskan dendamku pada mereka. Ragaku sudah terkubur, itu artinya aku sudah mati, Emily sudah benar-benar mati. Saat ini aku hanya hidup dengan menumpang di tubuh Chelsea, sementara Chelsea yang asli, jika jiwanya masih hidup, dia bisa saja datang suatu saat nanti untuk mengambil tubuhnya kembali. Dan pada saat itu terjadi, aku benar-benar akan lenyap dari dunia ini. Aku harus bergerak dengan cepat," gumam Chelsea yang berjiwa palsu itu.
Ketika hendak pergi dari area pemakaman, seseorang membuat Chelsea menghentikan niatnya tersebut. Seorang pria yang tidak asing. Fabian Maestra, sekretaris sekaligus teman sedari kecil yang ia miliki ketika hidup sebagai Emily Panorama Rukmana. Mata pria itu tampak sembab. Besar kemungkinan Fabian sempat menangis sesenggukan. Setidaknya masih ada satu orang yang benar-benar merasa kehilangan atas kematian Emily.
"Fa-fabian!" ucap Chelsea tanpa sadar, sampai membuat Fabian menghentikan langkah perjalanan.
Dahi Fabian lantas berkerut samar. Ia menoleh ke arah samping di mana seorang gadis muda telah memanggil namanya. Detik berikutnya, ia memutuskan untuk menghadapkan diri pada gadis itu. "Maaf, dengan Nona siapa?" tanyanya sopan, meski sudah ada rasa bingung.
"Ah! Ti-tidak! Ma-maafkan saya, se-sepertinya saya sudah salah orang," sahut Chelsea yang berangsur merutuki dirinya sendiri.
"Tapi, tadi, Anda menyebut na—"
"Ma-maaf, Tuan, saya permisi dulu!"
Dengan cepat, Chelsea lantas mengambil sikap. Ia berjalan untuk keluar dari area pemakaman, meninggalkan Fabian yang masih termenung diam. Tentu sosok Chelsea begitu asing bagi Fabian, karena Chelsea asli memang benar-benar tidak pernah ada kaitannya dengan kehidupan Emily. Meski saat ini Chelsea juga ingin mengatakan bahwa dirinya adalah Emily pada Fabian, tetapi ia kembali menyadari bahwa dirinya hanya akan dianggap gila atau malah dibilang terobsesi pada mendiang Emily yang sudah dikuburkan saat ini.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
uty
swbaiknya sih meskipun halu jgn keluar dari kebiasaan yg ada
jatuhnya berlebihan sih Othor yg baik hati
2023-02-24
0
Rosnelli Sihombing S Rosnelli
hebat juga ya mau otopsi nggak dibolehkan dengan 10 pengacara emang hukum negara mana ini. banyak lho yg ahli utk mengetahui jenasah yg sudah di pukul kepalanya pingsan nggak bisa masuk alkohol tapi awak maklum ini cerita halu
2023-02-13
2