Bab 20

"Malam ini."

Dia mengangkat alis.

"Seperti tupai, kamu makan dengan mulut yang penuh, tapi itu membuat mu kelihatan imut," dia menyeringai.

"Apa kamu menertawakan ku, Tuan Ricardo?" tanyaku dengan manis.

Dia menyipitkan matanya ke arahku dan mengambil iPhone nya. Dia menekan satu nomor.

"Ren....Aku akan membutuhkan Loly."

Loly! Siapa dia?

"Dari Bandung sekitar pukul 19:00.... standby ... Sepanjang malam."

Sepanjang malam!

"Ya. Berangkat besok pagi. Aku akan terbang dari Bandung ke Jakarta ."

Pilot?

"Standby pilot dari pukul 18:30 ." Dia meletakkan telepon. Tidak ada kata tolong atau terima kasih.

"Apakah orang selalu melakukan apa yang kamu perintahkan?"

"Biasanya, jika mereka ingin mempertahankan pekerjaannya," katanya datar.

"Dan jika mereka tidak bekerja untukmu?"

"Oh, aku bisa sangat persuasif, Gisele. Kamu harus menyelesaikan sarapanmu. Lalu aku akan mengantarmu pulang. Aku akan menjemputmu di Unisoviet jam 18:00 saat kamu selesai. Kita akan terbang ke Jakarta"

Aku berkedip padanya dengan cepat.

"Terbang?"

"Ya. Aku punya helikopter."

Aku menganga padanya. Aku memiliki kencan kedua ku dengan Ricardo oh-begitu-misterius. Dari kopi hingga naik helikopter. Wow.

"Kita akan pergi dengan helikopter ke Jakarta?"

"Ya."

"Mengapa?"

Dia menyeringai jahat.

"Karena aku bisa. Habiskan saja sarapanmu! "

Bagaimana aku bisa makan sekarang? Aku akan pergi ke Jakarta dengan helikopter bersama Ricardo.

"Makan," katanya lebih tajam.

"Gisele, aku tidak suka melihat orang menyianyiakan makanannya... makanlah!"

"Aku tidak bisa makan semua ini."

Aku melongo melihat apa yang tersisa di atas meja.

"Makan apa yang ada di piringmu. Jika kamu makan dengan benar kemarin, kamu tidak akan berada di sini."

Mulutnya membentuk garis muram. Dia terlihat marah.

Aku mengerutkan kening dan kembali ke makananku yang sekarang sudah dingin. Aku terlalu bersemangat makan bersama nya. Apakah kamu tidak mengerti Alam bawah sadar ku menjelaskan.

Tapi aku terlalu pengecut untuk menyuarakan pemikiran ini keras-keras, terutama saat dia terlihat sangat cemberut. Hem, seperti anak kecil. Aku menganggap pemikiran itu lucu.

"Apa yang lucu?" dia bertanya. Aku menggelengkan kepalaku, tidak berani memberitahunya dan tetap memperhatikan makananku.

Menelan potongan pancake terakhirku, aku mengintip ke arahnya. Dia menatapku dengan spekulatif.

"Gadis baik," katanya.

"Aku akan mengantarmu pulang ." Ricardo menawarkan diri. Tapi tiba-tiba aku teringat hal yang ingin ku tanyakan.

"Di mana kau tidur tadi malam?" Aku menoleh untuk menatapnya yang masih duduk di kursi ruang makan. Aku tidak melihat ada selimut atau sprei di sini - mungkin dia sudah merapikannya.

"Di sofa," katanya sederhana, tatapannya tanpa ekspresi lagi.

"Oh."

"Ya, itu juga hal baru bagiku." Dia tersenyum.

"Apa kamu tidak kedinginan?" Aku merasa khawatir karena diriku, dia harus tidur di sofa.

"Tidak, yang penting aku bisa melihat mu tidur dengan nyenyak" dia memasang sedikit senyuman di bibir nya.

Setelah itu dia mengambil korannya dan terus membaca.

Setelah aku selesai berkemas aku melihat nya sedang berbicara melalui telpon dengan seseorang.

"Mereka ingin dua?... Berapa biayanya?... Oke, dan langkah-langkah keamanan apa yang kita miliki?... Dan mereka akan pergi?... Seberapa amankah itu?". .. Dan kapan mereka tiba?... Oke, ayo kita lakukan. Terus ikuti perkembangannya." Dia menutup telepon.

"Siap untuk berangkat?"

aku mengangguk. Aku ingin tahu tentang apa percakapannya. Dia mengenakan jaket biru tua bergaris-garis, mengambil kunci mobilnya, dan menuju pintu.

"Silahkan duluan , Nona Gisele," bisiknya, membukakan pintu untukku. Dia terlihat begitu santai dan elegan.

Kami berjalan dalam diam menyusuri koridor menuju lift. Saat kami menunggu, aku mengintip ke arahnya melalui bulu mataku, dan dia melihat dari sudut matanya ke arahku.

Aku tersenyum, dan bibirnya berkedut.

Lift tiba, dan kami masuk. Kami hanya berdua di dalam lift. Tiba-tiba, untuk beberapa alasan yang tidak dapat dijelaskan, mungkin kedekatan kami dalam ruang tertutup, suasana di antara kami berubah. Nafasku berubah saat jantungku berdetak kencang.

Kepalanya menoleh sedikit ke arahku, matanya yang paling gelap.

"Oh, dokumen yang menjengkelkan," geramnya.

Dia mendekatkan wajah nya ke wajah ku. Aku merasa takut dan bingung, aku ingin mendorong nya tapi bisikan itu semakin keras menggodaku dan hati ku yang terdalam tak ingin mendorong nya.

Tiba-tiba tangan nya memegang bibir ku, dia mengambil sesuatu dari bibir ku.

"Ada coklat di bibir mu," bisiknya, dan dia menjilati tangan nya memakan coklat yang tadi menempel di bibir ku.

" Hem bibir mu sangat manis... eh maksud ku coklat yang ada di bibir mu" Ricardo memalingkan muka nya dariku dan aku melihat warna kuping nya yang berubah menjadi sangat merah, itu terlihat sangat manis.

Lift berhenti, pintu terbuka, dan dia menjauh dariku dalam sekejap. Tiga pria berjas bisnis menatap kami berdua dan menyeringai saat mereka masuk ke dalam lift. Detak jantungku meningkat pesat,

Aku melirik ke arahnya. Dia terlihat sangat keren dan tenang, seperti sedang mengerjakan teka-teki silang di koran pagi.

Kami pun keluar dari lift. Menyusuri lobi dan sampai ke mobil nya Ricardo, pertama aku melihat nya itu sangat wow, ini mobil atau apartemen pribadi? Di dalam mobil itu ada tv lcd datar, tempat duduk yang nyaman kasur di atas, ada tangga nya juga dan lagi ada meja dan dapur kecil, semua barang barang nya mewah, sampai-sampai aku bisa pingsan karena melihat hal yang mustahil sekarang ini di depan mata ku sendiri.

Di dalam mobil dia menyalakan MP3 music, dan music yang di putar enak banget....lagu duet dengan judul

Kamu Yang Kutunggu yang di nyanyikan oleh Afgan & Rossa, lagu itu memang bukan kaleng-kaleng.

Terdengar sangat serasi banget, chemistry mereka dapet banget.

Aku baru pertama kali mendengar lagu itu.

"Apa yang kita dengarkan?" Aku bertanya pada Ricardo.

"Itu lagu duet Afgan &Rossa, Kamu menyukainya?"

"Ya, ini luar biasa."

"Ya, bukan? Aku juga punya pendapat yang sama sepertimu." dia menyeringai, melirik ke arahku. Dan untuk sesaat, dia tampak seusianya; muda, riang, dan sangat tampan.

"Bisakah aku mendengarnya lagi?"

"Tentu saja." Ricardo menekan tombol, dan musik membelaiku sekali lagi. Itu serangan yang lembut, lambat, manis, dan menyentuh indra pendengaran ku.

"Kamu suka musik pop?" tanyaku.

"Seleraku tak menentu.

Itu tergantung pada suasana hati ku, kalau kamu?"

"Aku juga. Tapi sering nya aku mendengarkan shalawat karena itu bisa menenangkan hati di saat sedang gundah."

Dia berbalik dan menatapku sebentar sebelum matanya kembali ke jalan.

"Shalawat? " Ricardo mungkin belum pernah mendengar itu karena dia berbeda agama dengan ku.

"Ya, kamu ingin coba mendengar nya? Bisa searching di Mbah google, di nutube juga banyak."aku menyarankan, mungkin saja kan dengan dia bisa mendengar nya itu bisa meluluhkan hatinya dan mungkin bisa memeluk agama Islam. Karena hidayah mungkin saja bisa datang untuk nya.

"Baik lah aku akan mencoba mendengar nya lain waktu, karena aku juga ingin tau apa yang sering kamu dengarkan."

"Alhamdulillah... Aku senang mendengar nya" dia tersenyum...

"Kenapa kamu tersenyum?" Tanya ku.

"Aku senang melihat mu senang" dan kami pun tersenyum berdua sambil memalingkan muka ke arah yang berlawanan.

Terpopuler

Comments

Trio Jr.

Trio Jr.

semangat thor 👍👍

2023-02-14

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!