"Gisele, kamu di mana, beri tahu aku sekarang." Nada suaranya sangat, sangat diktator, seperti orang gila kontrol.
Aku membayangkan dia sebagai sutradara film zaman dulu yang mengenakan baju jadul dengan sebuah topi baret merah di kepala nya, terlihat lucu namun kesal nya dia tetap tampan di pikiran ku.
Gambaran itu membuatku senyum senyum sendiri seperti orang gila.
"Kau sangat... mendominasi," aku cekikikan.
"Gisele, tolong jawab aku, di mana kamu?"
Seorang Ricardo memohon padaku. aku cekikikan lagi.
"Aku di Puncak Lembang Bandung... jauh sekali dari Jakarta Pusat"
"Di mana sebelah mana?"
"Cari saja sendiri ...,! Selamat malam, Ricardo."
"Gisele!"
Aku menutup telepon. Ha! Meskipun dia tidak memberitahuku tentang buku-buku itu. Aku mengerutkan kening. Misi tidak tercapai.
Aku benar-benar sakit kepala entah obat apa yang ada di dalam jus itu kepala ku pusing saat aku berada dalam antrean.
Antrean telah berpindah, dan sekarang giliranku. Aku menatap kosong pada poster di belakang pintu toilet yang menunjukan tulisan aman dalam berhubungan.
Tiba-tiba aku tersadar, apa aku baru saja menelepon Ricardo? Ponsel ku berdering dan itu membuat ku melompat karena terkejut. aku berteriak kaget.
"Hai," aku mengembik dengan malu-malu ke telepon. Aku tidak memperhitungkan ini.
"Aku datang untuk menjemputmu," katanya dan menutup telepon. Hanya Ricardo yang bisa terdengar begitu tenang dan mengancam pada saat bersamaan.
Omong kosong. Aku menarik jeans ku ke atas. Jantungku berdebar. Datang untuk menjemput ku? Oh tidak. Aku akan sakit... tidak... aku baik-baik saja.
Tunggu sebentar. Dia hanya bermain-main dengan kepalaku. Aku tidak memberitahunya di mana aku berada. Dia tidak bisa menemukanku di sini. Lagi pula, dia butuh waktu berjam-jam untuk sampai ke sini dari Jakarta Pusat, Gisele lupa kalau Ricardo ada di Bandung karena sakit kepala nya membuat nya linglung.
Aku mencuci tangan dan memeriksa wajah ku di cermin.
Aku terlihat memerah dan sedikit tidak fokus. Hem... Obat yang merepotkan mungkin aku harus mengomeli Rahadian nanti.
Aku menunggu di salah satu bangku untuk waktu yang terasa seperti keabadian karena saking lama nya dan akhirnya kembali ke meja.
"Kau sudah pergi begitu lama." Rahma menegurku.
"Di mana kamu?" Tambah nya
"Aku mengantri di kamar kecil."
Rahadian dan Ronal sedang berdebat sengit tentang tim basket di persatuan perumahan Griya Karsa.
Rahadian berhenti mengoceh untuk menuangkan jus semangka itu lagi untuk kami semua, dan aku menolak nya karena kepala ku sudah pusing.
"Rahma, kurasa sebaiknya aku keluar dan mencari udara segar."
"Gisele, kamu terlihat sakit."
"Aku tidak apa-apa, hanya sebentar saja"
Aku menerobos kerumunan lagi. Aku mulai merasa mual, kepala ku berputar tidak nyaman, dan kaki ku sedikit goyah. Lebih tidak stabil dari biasanya.
Aku menghirup udara sore yang sejuk di tempat parkir membuatku sedikit sadar dan rileks.
Penglihatan ku agak kabur, dan aku seperti benar-benar melihat benda-benda terbelah menjadi dua seperti tayangan ulang kartun Tom and Jerry. Aku pikir aku akan sakit? atau memang aku sedang sakit?, gak tau lah.
Mengapa aku membiarkan diri ku jadi kacau begini?
"Gisele," Rahadian menghampiriku
"Apa kamu baik-baik saja?"
"Kurasa ya, aku baik-baik saja." Aku tersenyum lemah padanya.
"Bagus lah jika kamu baik-baik saja," gumamnya, dan matanya yang gelap menatapku dengan saksama.
"Apakah kamu butuh bantuan?" dia bertanya dan melangkah mendekat, merangkulku.
"Rahadian aku baik-baik saja. Jangan sentuh aku! " Aku mendorongnya agak lemah karena kepala ku masih sakit.
"Gisele, kumohon, aku hanya ingin membantu mu" bisiknya, dan sekarang dia memelukku, menarik ku mendekat pada nya.
"Rahadian, apa yang kamu lakukan?"
"Kau tahu aku menyukaimu Gisele, kumohon." Dia memiliki satu tangan di punggungku yang menahan ku ke arahnya, yang lain di daguku menjungkirbalikkan kepalaku. Astaghfirullah... dia akan mencium ku.
"Tidak Rahadian, berhenti....tidak." Aku mendorongnya, tapi dia terlalu berat dengan otot-otot nya yang keras, dan aku tidak bisa menggesernya.
Tangannya menyelinap ke dalam kerudung ku sehingga dia menyentuh rambut ku, dan dia menahan kepalaku di tempatnya.
"Kumohon, Gisele?" Nada nya penuh dengan keputusasaan dan dia memaksaku untuk mencium nya.
"Rahadian, tidak," aku memohon. Aku tidak menginginkan ini. Kamu adalah teman ku, dan aku pikir aku akan muntah.
"Aku pikir wanita itu mengatakan tidak." Sebuah suara dalam kegelapan berkata pelan. Astaghfirullah! Ricardo, dia ada di sini.
Rahadian melepaskan ku.
"Apa masalahmu brengsek,!" kata Rahadian singkat. Aku melirik cemas ke arah Ricardo. Dia memelototi Rahadian, dan dia sangat marah. Omong kosong. Perutku mual, dan rasa mual itu berlipat ganda, tubuhku tidak lagi bisa mentolerir rasa mual ku, dan aku muntah ke tanah.
"Ugh , Gisele apa yang kau lakukan!" Rahadian melompat mundur dengan jijik. Ricardo menarik kerudungku dan menjauhkan ku dari Rahadian, dia membawaku ke petak bunga di tepi tempat parkir.
Aku perhatikan, dengan rasa beribu terimakasih untuk nya, karena dia telah menyelamatkan aku dari ciuman pertama ku yang seharusnya hanya ku berikan untuk suamiku kelak.
"Jika kamu akan muntah lagi, lakukan di sini. Aku akan mendampingi mu." Dia mencoba memegang kepalaku. Dengan canggung aku mencoba mendorongnya menjauh, tapi aku muntah lagi... Dan lagi. Oh mungkin aku masuk angin...
berapa lama ini akan berlangsung Bahkan ketika perutku kosong dan tidak ada yang keluar, angin sore terasa menghantam tubuh ku. Akhirnya, aku tidak merasa mual lagi.
Tapi ini merupakan momen yang memalukan di depan orang yang kusukai.
Tanganku bertumpu pada dinding bata petak bunga, nyaris tidak menahan ku... muntah-muntah sangat melelahkan. Ricardo memberiku saputangan.
Hanya dia yang memiliki saputangan dengan merek yang sangat terkenal yang di desain oleh desainer terkenal saputangan itu sangat harum seperti baru dicuci.
Aku tidak tahu apakah aku sanggup membeli ini dengan gajiku selama satu tahun? Samar-samar aku bertanya-tanya apa arti T saat aku menyeka mulutku. Aku tidak bisa memaksa diriku untuk melihatnya.
Aku dibanjiri rasa malu, muak dengan diriku sendiri. Aku ingin ditelan oleh ikan paus di samudra Pasifik dan berada di mana saja kecuali di sini.
Rahadian masih berdiri di dekat pintu masuk rumah pesta itu, mengawasi kami. Aku mengerang dan meletakkan kepalaku di tanganku. Ini harus menjadi satu-satunya momen terburuk dalam hidupku.
Kepalaku masih pusing saat aku mencoba mengingat yang lebih buruk ....dan aku hanya bisa memikirkan Ricardo yang sekarang ada di dekat ku.
Aku mengambil risiko mengintip dia. Dia menatapku, wajahnya tenang, tidak terbaca apa yang sedang merasuki pikiran nya. Berbalik, aku melirik Rahadian yang terlihat sangat malu dan, seperti nya aku terintimidasi oleh Ricardo.
Aku memelototinya. Aku punya beberapa kata pilihan yang pernah disebut oleh teman ku, aku tidak bisa mengulang waktu. Mungkin sekarang aku terlihat buruk Dimata nya.
"Aku akan err ... sampai jumpa di dalam," gumam Rahadian, tapi kami berdua mengabaikannya, dan dia menyelinap kembali ke dalam gedung.
Aku sendirian dengan Ricardo. Aku jadi salah tingkah dibuat nya. Apa yang harus aku katakan padanya?
Minta maaf karena aku telah menelpon nya mungkin?.
"Maafkan aku," gumamku, menatap saputangan yang aku khawatirkan dengan jari-jariku. Ini sangat lembut.
"Kenapa kamu minta maaf? Apa kesalahanmu Gisele?"
Oh , dia membuat ku malu.
"Karena aku telah menelpon mu terutama, sekarang aku sedang sakit. Dan aku muntah-muntah di depan mu, banyak kesalahan ku mungkin tidak ada habisnya,"
bisikku, merasakan kulitku memutih. Tolong, bisakah aku sembunyi di lubang semut?
"Kita semua pernah sakit, mungkin kamu memang gak enak badan, jadi ini semua bukan kesalahan mu" katanya datar.
"Apakah kamu pernah begini sebelum nya?"
Kepalaku berdengung mungkin sakit kepala ini karena obat di dalam jus semangka itu tapi aku gak bisa berprasangka buruk ke Rahadian terus, meskipun itu semua di kuatkan dengan perilaku nya tadi kepadaku.
"Tidak, mungkin ini hanya masuk angin biasa" kataku.
Aku tidak mengerti mengapa dia bisa datang kesini. Aku mulai merasa lemas. Dia menyadari pusingku dan meraihku sebelum aku jatuh dan mengangkat ku ke dalam pelukannya, memelukku dekat ke dadanya seperti anak kecil, tapi aku berasa menjadi seorang putri, aku ingin menolak nya tapi tubuh ku benar-benar lemas.
"Ayo, aku akan mengantarmu pulang," bisiknya.
"Aku harus memberitahu Rahma." Ya ampun, aku dalam pelukannya lagi.
"Kakakku bisa memberitahunya."
"Apa?"
"Saudaraku Ehsan sedang berbicara dengan Nona Susilawati."
"Oh?" Aku tidak mengerti.
"Dia bersamaku saat kau menelepon."
"Di Jakarta Pusat?" Aku bingung.
"Tidak, aku tinggal di Jalan Mawar."
Oh iya sekarang dia kan lagi dinas di Bandung, kenapa aku bisa sampai lupa?
"Bagaimana kamu menemukanku?"
"Aku melacak ponselmu Gisele."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Bambang Setyo
, rahadian jahat nih sama gisel
2023-02-16
2