Bab 15 Sakit Kepala di Pesta Perayaan Selesai nya Ujian Akhir

Dan malam itu, aku memimpikan mata biru indah, tapi tempat nya remang-remang.

Aku berlari melalui tempat gelap dengan lilin lilin kecil yang menakutkan, dan aku tidak tahu apakah aku berlari menuju cahaya atau menjauh darinya... Itu mimpi yang tidak jelas.

Aku meletakkan penaku.

Tak terasa ujian akhirku telah usai. Aku merasakan senyum merekah bunga mawar menyebar di wajah ku. Ini mungkin pertama kalinya di akhir pekan ini aku tersenyum kembali. Ini hari Jumat, dan kita akan merayakannya malam ini, benar-benar merayakannya.

Aku berencana mengajak teman-teman ku. Aku melirik Rahma ke seberang aula olahraga, dan dia masih menulis dengan penuh amarah mungkin ingin cepat menyelesaikan ujian nya, lima menit menjelang akhir. Ini dia, akhir karir akademik ku.

Aku tidak akan pernah harus duduk dalam barisan mahasiswa-mahasiswi yang cemas dan terisolasi lagi. Di dalam, aku melakukan gerakan tarian yang anggun di sekitar kepalaku, tahu betul bahwa itulah satu-satunya tempat di mana aku dapat melakukan gerakan tarian yang anggun.

Rahma berhenti menulis dan meletakkan penanya. Dia melirik ke arahku, dan aku dengan menangkap senyum bunga mawar merekah.

Kami kembali ke apartemen kami bersama Honda Jazz milik nya, dan menolak untuk membahas makalah terakhir kami. Rahma lebih memikirkan apa yang akan dia kenakan ke pesta perayaan malam ini.

Dia tidak suka pakai kerudung katanya kerudung menutupi rambut indah nya, tapi aku suka menutup aurat ku itu membuatku nyaman. Sesampainya di apartemen, aku sibuk mencari-cari kunci di dompet ku.

"Gisele, ada paket untukmu."

Rahma berdiri di tangga menuju pintu depan sambil memegang bingkisan kertas cokelat. Aneh. Perasaan aku gak belanja online deh.

Tiba-tiba saja kurir Lazodo datang ke rumah membawa bingkisan kertas cokelat misterius nya.

Rahma memberiku bungkusan itu dan mengambil kunciku untuk membuka pintu depan. Ini ditujukan kepada Nona Gisele Anastasya. Tidak ada alamat atau nama pengirim. Mungkin dari ibuku atau Ayah Tiriku.

"Mungkin dari orang tuaku."

"Buka!"

Rahma bersemangat saat dia pergi ke dapur untuk membuat jus jeruk kesukaannya.

Aku membuka bingkisan itu, dan di dalamnya aku menemukan kotak setengah kulit berisi tiga buku tua berlapis kain yang tampaknya identik dalam kondisi mint dan sebuah kartu putih polos.

Tertulis di satu sisi, dengan tinta hitam dengan tulisan tangan kursif yang rapi, tulisan nya itu adalah:

Aku mengenali kutipan dari cerita novel favorit ku. Aku terpana dengan mendramatisir semua ini, karena aku baru saja menghabiskan tiga jam menulis tentang novel Suzu Mitsuki dalam ujian akhir ku.

Aku memeriksa buku-buku itu dengan cermat, tiga jilid Novel Kehidupan Dewasa Yang Liar.

Aku membuka penutup depan. Ditulis dengan jenis huruf lama di pelat depan dengan tulisan

'Bandung' Suzu Mitsuki. "Kehidupan Dewasa Yang Liar" cetakan Fizzo Novel. 1994

Wow, itu adalah edisi pertama. Pasti sangat berharga, dan aku langsung tahu siapa yang mengirimnya. Rahma ada di bahuku menatap buku-buku itu. Dia mengambil kartu itu.

"Edisi Pertama," bisikku.

"Tidak mungkin" Mata Rahma membelalak tak percaya.

"Ricardo?"

aku mengangguk.

"Aku tidak bisa memikirkan orang lain selain dia yang bisa mengirimkan buku novel legendaris itu"

"Apa arti kartu ini?"

"Aku tidak tahu. Aku pikir itu peringatan, sejujurnya dia terus memperingatkan ku. Aku tidak tahu mengapa. Bukannya aku mendobrak pintunya."

Aku mengerutkan kening.

"Aku tahu kamu tidak ingin membicarakan dia, Gisele, tapi dia benar-benar menyukaimu. Peringatan atau tidak."

Aku tidak membiarkan diri ku memikirkan Ricardo The Cafrio selama seminggu terakhir.

Oke... Meskipun dia selalu muncul dan menghantui mimpiku, aku tahu butuh waktu lama untuk menghilangkan rasa manis senyumannya yang membuat gila semua orang, dan aroma harum cologne nya yang khas dari otakku.

Kenapa dia mengirimiku ini?

Dia mengatakan kepada ku bahwa aku harus menjauhinya, meskipun aku juga di suruh untuk menunggu nya.

"Aku tahu harga buku ini bisa sampai Rp.14 juta. Tapi milikmu kelihatannya jauh lebih baik. Pasti harganya lebih mahal." Rahma berkonsultasi dengan teman baiknya si mbah Google.

"Kutipan Novel ini menceritakan seorang gadis yang polos tiba-tiba berubah menjadi gadis liar karena cinta buta nya pada seorang pria bertato brutal. Milea dan Rangga"

"Aku tahu," ucap Rahma menanggapi.

"Apa yang dia coba katakan?"

"Aku tidak tahu, dan aku tidak peduli. Aku tidak bisa menerima ini darinya. Aku akan mengirimnya kembali dengan kutipan yang sama membingungkannya dari beberapa bagian buku yang tidak jelas."

"Bagian di mana Milea marah pada Rangga karena rasa cemburunya?" Rahma bertanya dengan wajah yang benar-benar lurus.

"Ya, itu bisa jadi ide yang bagus." aku cekikikan.

Aku suka Rahma, dia sangat setia dan suportif. Aku mengemas kembali buku-buku itu dan meninggalkannya di atas meja makan. Rahma memberiku segelas jus jeruk yang tadi di buat nya.

"Selamat untuk kita, semoga hasil ujian akhir nya sesuai dengan harapan kita. Selamat tingga Bandung, welcome to Jakarta" dia menyeringai.

"Selamat untuk kita, kehidupan baru di Jakarta dan hasil yang luar biasa." Kami mendentingkan gelas dan minum.

Malam hari nya kami datang ke sebuah rumah pesta. Tempat nya ramai dan sibuk, penuh dengan mahasiswa dan mahasiswi yang akan segera lulus.

Rahadian bergabung dengan kami. Dia tidak akan lulus satu tahun lagi, tapi dia sedang ingin berpesta dan membawa kita ke dalam semangat kebebasan yang baru kita temukan dengan membeli satu jus semangka favorit nya.

Dan membagikan nya ke semua orang yang ada di rumah pesta.

"Jadi bagaimana sekarang Gisele?" Rahadian berteriak padaku karena kebisingan.

"Rahma dan aku akan pindah ke Jakarta. Orang tua Rahma telah membelikan sebuah apartemen di sana untuknya." Balas ku berteriak juga

"Wah bagaimana bisa separuh hidup ku pergi meninggalkanku di kota Bandung ini.? Tapi kamu akan kembali untuk pertunjukan ku kan?" Tanya Rahadian.

"Tentu saja, Dian, aku tidak akan melewatkannya, aku akan berusaha untuk datang" Aku tersenyum, dan dia juga tersenyum cerah di wajah nya.

"Sangat berarti bagiku bahwa kau akan berada di sana Gisele," bisiknya di telingaku.

"ok lah kalau begitu."

aku cekikikan.

"Ayo kita nikmati pesta ini gisele!" Rahma berteriak.

Rahma suka menari, dia menari dengan gemulai sedang kan aku hanya melihat nya saja sambil meminum jus semangka dari Rahadian.

Ada seorang mahasiswa bernama Ronal dia jurusan bahasa Inggris dan merupakan fotografernya Rahma yang biasa di himpunan mahasiswa.

Dia menyerah mengambil foto. Terlihat banget Dia hanya memperhatikan Rahma. Dia mengenakan T shirt putih dan celana jins ketat.

Aku, aku datang ke pesta dengan memakai gaun gamis seadanya tapi aku merasa nyaman dengan yang ku kenakan. Mungkin karena tidak terbiasa ke tempat seperti ini kepala ku sakit terasa berputar-putar.

Ketika ku bangun dari kursi agak sempoyongan gitu aku memutuskan untuk memegang bagian belakang kursi.

Aku berjalan dan berencana untuk pergi ke toilet.

Aku terhuyung-huyung melewati kerumunan. Tentu saja, ada antrean, tapi setidaknya sepi dan sejuk di koridor. Aku meraih ponselku untuk menghilangkan kebosanan mengantri.

Hmm... Siapa yang terakhir kutelepon Apakah itu Rahadian Sebelum itu nomor yang tidak kukenal. Oh ya. Ricardo, kurasa ini nomornya.

Aku tidak tahu jam berapa sekarang, tapi entah kenapa aku ingin menelpon nya, dan mungkin aku akan membangunkannya.

Mungkin dia bisa memberi tahu ku mengapa dia mengirimi ku buku-buku itu dan pesan rahasia itu. Jika dia ingin aku menjauh, dia harus meninggalkanku sendirian. Aku menekan panggilan ulang otomatis. Dia menjawab pada dering kedua.

"Gisele?" Dia terkejut mendengar suara ku. Yah, terus terang, aku terkejut meneleponnya.

Lalu otakku yang kebingungan mencatat... bagaimana dia tahu itu aku?

"Kenapa kamu mengirimiku buku-buku itu?" Aku menghina dia.

"Gisele kamu baik-baik saja. Kamu terdengar aneh." Suaranya penuh dengan keprihatinan.

"Aku bukan yang aneh, kamu yang aneh," aku menuduh. keberanian ku tiba-tiba muncul karena sakit kepala ku.

"Gisele apakah kamu baik-baik saja?"

"Apa urusanmu?"

"Aku penasaran. Di mana kamu?"

"Di sebuah rumah pesta."

"Alamat detail nya yang mana?" Dia terdengar putus asa.

"Sebuah Rumah pesta di Bandung barat"

"Bagaimana caramu pulang?"

"Aku akan menemukan cara. Mungkin naik taksi?" Percakapan ini tidak seperti yang kuharapkan.

"Kamu di rumah pesta mana?apa nama nya?"

"Kenapa kamu mengirimiku buku-buku itu, Ricardo?"

Aku tiba-tiba jadi aneh begini karena rasa sakit di kepalaku. Apa mungkin Rahadian memberiku obat yang tidak baik ke dalam jus semangka ku?

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!