Bab 14 Dia Membuatku Galau

Seketika aku menanyakan hal yang membuat ku malu.

"Apa kamu punya pacar?" aku berseru.

Astaghfirullah apa yang baru saja ku katakan? Aku mengatakannya dengan lantang.

Bibirnya membentuk setengah senyum, dan dia menatapku.

"Tidak, Gisele. Aku tidak mempunyai pacar, kalau aku punya, kenapa aku melamar mu di cafe tadi?" Katanya dengan lembut

Oh... apa artinya Dia memang serius melamar ku?, Apa yang harus aku lakukan?

"Aku kira kau bercanda soal lamaran itu?"

Aku bertanya padanya.

"Aku serius, tapi aku ingin mengenalmu lebih jauh, tidak lama, tapi aku pasti akan datang padamu."

Dia menatap ku dengan serius.

Aku gugup dan bingung.

"Sudah lah Gisele...kamu tidak perlu cemas, jalani saja seperti biasa dan tunggu aku agar kita bisa bersama."

Dia mengusap wajah ku dengan tangannya tapi tidak menyentuhnya,

"Aku ingin menyentuh wajahmu suatu hari nanti" ucap nya.

Lalu dia menunjuk bibir ku

"Aku akan mencicipinya suatu hari nanti!"

Aku hanya bisa bengong dengan semua ucapannya.

"Untuk sekarang lebih baik kau menjauh dariku, karena aku belum menjadi pria yang pantas untuk mu, selamat tinggal Gisele...! Dan sampai jumpa lagi..."

Ricardo berpamitan padaku. Sedang kan aku diam di tempat melihatnya pergi, aku tersungkur menjatuhkan diriku sendiri. Wajah ku memerah, tubuh ku panas...

Dia memang pria misterius.

Tapi kenapa dia bilang aku harus menunggunya? Apa yang terjadi padanya?

Kenapa tidak saling mengenal ketika sudah menikah saja?

Tiba-tiba banyak pertanyaan yang tersirat dalam kepalaku, dan aku tidak tau solusi apa yang harus ku ambil.

Apa yang kupikirkan? Kenapa dia bilang aku harus menunggu, tapi tiba-tiba dia bilang selamat tinggal, dan menjauh darinya? Ini sungguh membingungkan, dan tanpa kusadari air mata yang tak diundang dan tak diinginkan menggenang di mataku.

Mengapa aku menangis? Dan aku merasa marah pada diri sendiri atas reaksi yang tidak masuk akal ini. Menarik lututku, aku melipat diriku sendiri. Aku ingin membuat diri ku sekecil mungkin. Mungkin rasa sakit yang tidak masuk akal ini akan semakin kecil jika aku juga berubah menjadi kecil.

Dia memberiku bunga, tapi juga memberiku rasa sakit karena tidak menjelaskan apa maksud dan tujuannya,.

Aku menempatkan kepalaku di atas lutut, aku membiarkan air mata irasional jatuh tak terkendali. Aku menangisi kehilangan sesuatu yang tidak pernah aku miliki. Betapa konyolnya. Meratapi sesuatu yang tidak pernah ada, harapanku yang pupus, impianku yang pupus, dan harapanku yang masam.

Aku mengambil napas dalam-dalam, dan memantapkan hatiku lalu berdiri. Aku menuju mobil Rahma sambil menyeka air mata dari wajahku. Aku tidak akan memikirkan dia lagi. Kalau emang jodoh tak akan kemana, aku hanya akan mengingat kejadian yang ku alami ini dan aku harus berkonsentrasi pada ujian yang sedang menunggu ku sebentar lagi.

Sesampainya di Apartemen, Rahma sedang duduk di meja makan di depan laptopnya saat aku tiba. Senyum ramahnya memudar ketika dia melihatku.

"Gisele apa yang terjadi padamu?"

Oh tidak... Rahma mulai lagi deh kepo nya.... Aku menggelengkan kepalaku padanya.

"Kamu menangis,?" dia memiliki bakat luar biasa untuk menyatakan hal yang sangat jelas.

"Apa yang bajingan itu lakukan padamu?" dia menggeram, dan wajahnya.... ya ampun, dia menakutkan.

"Tidak apa-apa Rahma." Itu sebenarnya masalahnya. Pikiran itu membawa senyum masam ke wajahku.

"Lalu mengapa kamu menangis? Kamu tidak pernah menangis," katanya, suaranya melembut. Dia berdiri, mata hitamnya dipenuhi kekhawatiran. Dia merangkulku dan memelukku. Aku perlu mengatakan sesuatu hanya untuk membuatnya tenang

"Aku hampir ditabrak pengendara sepeda." Itu yang terbaik yang bisa kulakukan, mungkin aku berbohong padanya tapi aku tak mau memperpanjang keadaan dan aku memilih untuk mengalihkan perhatiannya sejenak dari... dia.

"Astaghfirullah Gisele.... kamu baik-baik saja kan? Apa kamu terluka?" Dia memeriksa keadaan ku dan melihat seluruh tubuh ku dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Aku baik-baik saja ma....,Ricardo menyelamatkanku" bisikku.

"Tapi aku cukup terguncang." Akhirnya kebohongan satu di ikuti kebohongan lainnya.

Rasulullah sendiri telah memberitahukan bahwa kita tidak boleh berbohong atau dusta, hal tersebut di perkuat dengan adanya Hadist dari Abu Wail dari Abdullah ia berkata,

“Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong. Dan hendaklah kalian jujur, sebab jujur menggiring kepada kebaikan, dan kebaikan akan menggiring kepada surga. Dan sungguh, jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai orang yang jujur.”

"Aku tidak heran. Bagaimana dengan acara minum kopinya? Aku tahu kamu benci kopi."

Tanya Rahma padaku. Sebenar nya aku ingin bilang kalau Ricardo melamar ku, lalu dia bilang aku harus menjauhinya lalu bilang lagi harus menunggu nya. Itu hal yang membuatku bingung.

Tapi pada akhirnya aku tidak mengatakan apa-apa pada Rahma.

"Aku minum teh. Tidak ada hal yang spesial. Dia hanya melontarkan beberapa pertanyaan tentang diriku dan keluarga, aku seperti sedang di wawancarai oleh nya."

"Dia menyukaimu Gisele" Dia menjatuhkan lengannya.

"Tidak lagi. Aku tidak akan bertemu dengannya lagi." Akhirnya ucapanku terdengar meyakinkan.

"Oh?"

Aku menuju ke dapur sehingga dia tidak bisa melihat wajahku.

"Ya... dia sedikit di luar kemampuanku, Rahma," kataku se datar mungkin.

"Apa maksudmu?"

"Oh Rahma sudah jelas." Aku berputar dan menghadapinya saat dia berdiri di ambang pintu dapur.

"Tidak untukku," katanya.

"Oke, dia punya lebih banyak uang daripada kamu, tapi dia punya lebih banyak uang daripada kebanyakan orang di Indonesia!"

"Rahma dia ...." Aku mengangkat bahu.

"Gisele.... Ayolah, berapa kali aku harus memberitahumu kalau Kau benar-benar menyukainya," dia menyela ku. Oh tidak. Dia pergi pada omelan ini lagi.

"Rahma, tolong. Aku perlu belajar." Aku mempersingkatnya. Dia mengerutkan kening.

"Apakah kamu ingin melihat artikelnya?semua sudah selesai. Rahadian mengambil beberapa foto yang bagus."

Apakah aku perlu mengingat ketampanannya yang sempurna? Apalagi dengan melihat foto nya?

Aku tidak menginginkan Ricardo The Cafrio....!!

Tapi tindakan ku tidak sesuai dengan apa yang hati ku ucapkan,

"Tentu, aku ingin melihatnya" aku menyihir senyum di wajahku dan berjalan ke laptop. Dan lihatlah.... Dia menatapku dalam warna hitam dan putih, menatapku dan menemukan kekuranganku.

"Artikel yang sangat bagus Rahma, kamu memang yang terbaik" aku memberi semangat untuk nya, tapi memang benar artikel nya bagus, terutama foto nya itu membuat ku terbayang-bayang, dia cocok menjadi foto model atau aktor film karena ketampanannya itu.

"Makasih Gisele atas pujian nya... " Kata Rahma.

"Aku belajar dulu ya di kamar ku, dan jangan ganggu aku...!" Ucap ku memperingatkannya. Aku berjalan menuju kamar ku.

" Ok...ok... baiklah, tapi jangan sampai buku yang kau baca jadi terbalik karena terlalu fokus memikirkan nya...!" Teriak Rahma pada ku...

Aku menutup pintu kamar ku. Aku tidak akan memikirkannya lagi untuk saat ini, aku bersumpah pada diri ku sendiri, dan membuka catatan revisi ku, dan mulai membaca.

Hanya saja ....ketika aku di tempat tidur, dan mencoba untuk tidur, aku membiarkan pikiran ku melayang ke peristiwa tadi pagi. Aku selalu teringat kata-kata yang membuatku sakit

'Untuk sekarang lebih baik kau menjauh dariku, karena aku belum menjadi pria yang pantas untuk mu, selamat tinggal Gisele...!'

Dia seolah-olah menyukaiku, tapi menyuruh ku menjauhinya. Biarlah .....lebih baik aku memejamkan mata ku dan lambat laun aku mulai terhanyut. Dan masuk kedalam mimpiku.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!