Bab 12 Apakah Kamu Mau Menikah Denganku?

Apa ini yang orang-orang bilang dengan Kencan? Seorang Ricardo, Pria muda berkharisma tertampan, terkaya di Indonesia mengajakku berkencan? Dia bertanya apakah kamu mau menemani ku untuk minum kopi? Mungkin dia mengira kalau kamu belum bangun Gisele, bangun lah jangan mengkhayal terus! alam bawah sadar ku merengek padaku lagi dengan nada mencibir.

Aku berdehem mencoba mengendalikan sarafku.

"Aku harus mengantar semua orang pulang," gumamku meminta maaf, sebenarnya ini kesempatan dan aku pengen banget...

"REN.....!!!!," panggilnya, membuatku kaget. Ren yang tadinya sudah pergi berjalan ke koridor dia segera berbalik dan kembali ke arah kami.

"Kemana tujuan mereka? Apakah ke kampus?" Ricardo bertanya, suaranya lembut dan ingin tahu. Aku mengangguk, terlalu kaget untuk berbicara.

"Ren bisa membawa mereka. Dia supir ku. Mobil ku muat untuk mereka semua, jadi mereka juga bisa membawa perlengkapannya."

"Tuan Cafrio, tapi....?" Dia bertanya dan sedikit kebingungan.

"Ini perintah Ren...! Kamu bisa kan mengantar fotografer, asistennya, dan Nona Susilawati pulang?"

"Tentu saja, Tuan," jawab Ren

"Nah. Sekarang bisakah kau ikut denganku untuk minum kopi?" Ricardo tersenyum seolah-olah aku sudah menyetujui keinginannya.

Aku mengerutkan kening padanya.

"Hmmm Tuan Cafrio kamu ini benar-benar ... lihat, Ren tidak perlu mengantar mereka pulang." Aku melontarkan pandangan singkat ke arah Ren, yang tetap tenang tanpa ekspresi.

"Aku akan bertukar kendaraan dengan Rahma, jika kamu memberiku waktu sebentar."

Ricardo tersenyum, senyum yang mempesona, tidak di buat-buat, benar-benar senyum yang alami, terpancar indah di wajahnya.

Dan dia membuka pintu VIP Room agar aku bisa masuk kembali. Aku berlari mengelilinginya untuk memasuki ruangan, menemukan Rahma sedang berdiskusi serius dengan Rahadian.

"Gisele, menurutku dia pasti menyukaimu," Rahma berasumsi tanpa basa-basi sama sekali. Rahadian menatapku dengan tajam, dia tidak setuju dengan itu.

"Tapi aku tidak percaya padanya," tambahnya. Aku mengangkat tanganku dengan harapan dia akan berhenti bicara. Dan tanpa di duga-duga dia melakukannya.

"Rahma, jika kamu mau membawa mobilku bisakah aku mengambil mobilmu?"

"Mengapa?"

"Ricardo mengajakku pergi minum kopi dengannya."

Mulutnya terbuka. Rahma kehabisan kata-kata. Dia mencengkeram lenganku dan menyeret ku ke kamar tidur yang terletak di luar ruang tamu VIP Room

"Gisele, dia berbahaya....!" Nada suara Rahma penuh peringatan.

"Dia sangat tampan, aku setuju, tapi menurutku dia juga berbahaya. Terutama untuk orang sepertimu."

"Apa maksudmu, seseorang sepertiku?" Aku agak tersinggung dengan ucapan Rahma padaku, apa aku terlalu jelek untuknya?

"Maksud ku Seseorang yang lugu sepertimu, Gisele...!" ujarnya sedikit kesal.

"Rahma, ini hanya kopi. Aku akan memulai ujian minggu ini, dan aku harus belajar, jadi aku tidak akan lama."

Dia mengerutkan bibirnya seolah mempertimbangkan permintaanku. Akhirnya, dia mengeluarkan kunci mobilnya dari sakunya dan menyerahkannya kepadaku. Aku memberikan kunci mobil ku untuknya.

"Sampai jumpa nanti. Jangan lama-lama, atau aku akan mengirimkan notifikasi google maps dan melakukan penyelamatan."

"Terima kasih." aku memeluknya.

Aku keluar dari VIP Room untuk menemui Ricardo yang sedang menunggu ku, dia bersandar ke dinding, tampak seperti model laki-laki yang sedang berpose untuk beberapa majalah dia sungguh bersinar, dan membuat ku silau.

"Oke, mari kita pergi" bisikku, mukaku merah padam dan aku menundukkan kepalaku.

Dia menyeringai.

"Oke sesuai permintaanmu Nona Gisele." Dia berdiri tegak, mengulurkan tangannya agar aku pergi lebih dulu.

Aku berjalan menyusuri koridor, lututku gemetar, perutku penuh dengan kupu-kupu, dan jantungku berdebar-debar secara dramatis.

Aku akan minum kopi dengan Ricardo.... dan aku sebenar nya tidak begitu menyukai kopi.

Kami berjalan bersama menyusuri koridor hotel yang luas menuju lift.

Apa yang harus kukatakan padanya Pikiranku tiba-tiba lumpuh karena ketakutan. Apa yang akan kita bicarakan?

Apa kesamaan ku dengannya? Suaranya yang lembut dan hangat mengejutkanku dari lamunanku.

"Sudah berapa lama kamu mengenal Nona Susilawati?"

Oh, pertanyaan mudah untuk pemula.

"Sejak tahun pertama kami kuliah. Dia teman yang baik."

"Hem," jawabnya, singkat. Apa yang dia pikirkan?

Di lift, dia menekan tombol panggil, dan bel berbunyi hampir seketika. Pintu geser terbuka memperlihatkan pasangan muda yang saling memadu asmara penuh gairah di dalam lift.

Aku sangat terkejut dan malu, lalu memalingkan mukaku,

"Astaghfirullah" kata ku dalam hati, mereka melompat menjauh, menatap dengan rasa bersalah ke segala arah kecuali arah kami. Ricardo dan aku masuk ke lift.

Aku berjuang untuk mempertahankan wajah yang tenang, jadi aku menatap lantai, dan merasakan pipi ku memerah. Ketika aku mengintip Ricardo melalui bulu mataku, dia memiliki sedikit senyum di bibirnya, tapi sangat sulit untuk mengatakannya.

Pasangan muda itu tidak berkata apa-apa, dan kami turun ke lantai pertama dalam kesunyian yang memalukan. Kami bahkan tidak memiliki musik yang harmonis untuk mengalihkan perhatian kami.

Pintu terbuka dan, yang membuatku terkejut, Ricardo tersenyum pada ku. Dia terlihat tanpa sengaja mau memegang tangan ku tapi seketika itu juga dia mengurungkan niat nya.

Selang beberapa lama, Kami pun tiba di sebuah Cafe yang unik yang di hiasi oleh banyak lampion di seluruh ruangan cafe, mungkin karena sebentar lagi akan memasuki tahun baru Imlek.

"Kenapa kamu tidak memilih meja, aku akan memesankan minuman untukmu. Apa yang kamu suka?" tanyanya, sopan seperti biasanya.

"Aku mau...secangkir Teh hangat"

Dia mengangkat alisnya.

"Bukan kopi?"

"Aku tidak begitu suka dengan kopi"

Dia tersenyum.

"Oke,tanpa atau dengan Gula?"

Tanya dia padaku.

"Tidak, terima kasih." Aku menatap jari-jariku yang tersimpul.

"Ada yang mau kamu makan?"

"Tidak terima kasih." Aku menggelengkan kepalaku, dan dia menuju ke konter.

Aku diam-diam menatapnya dari bawah bulu mataku saat dia berdiri dalam antrean menunggu untuk dilayani.

Aku bisa mengawasinya sepanjang hari... dia tinggi, berbahu lebar, dan atletis. Sekali atau dua kali jari-jarinya yang panjang dan anggun menyisir rambutnya yang sekarang kering tapi masih acak-acakan.

Hem... aku ingin melakukan itu jika dia jadi jodohku. Pikiran itu datang tanpa diminta ke dalam benakku, dan wajahku membara. Aku menggigit bibirku dan menatap tanganku lagi, aku tidak suka dengan jalan pikiranku yang semaunya.

"Hayo lagi ngelamun nin apa?" Ricardo kembali, dan dia membuat ku kaget.

Wajahku berubah jadi tomat yang merah tua. Aku baru saja berpikir untuk menyisir rambutmu dengan jari, dan bertanya-tanya apa itu akan terasa lembut saat disentuh? Jika aku menjadi jodoh mu. Aku menggelengkan kepala.

Dia membawa nampan, yang dia letakkan di atas meja kecil yang berbentuk bundar. Dia memberiku cangkir dan cawan, teko kecil, dan piring samping berisi teh celup tunggal Sariwangi kesukaanku.

Dia sendiri meletakan Kopi Latte nya yang memiliki pola daun indah yang tercetak di dalam cream nya. Bagaimana mereka melakukan itu aku bertanya-tanya dengan iseng.

Dia juga membeli muffin blueberry untuk dirinya sendiri. Mengesampingkan nampan, dia duduk di hadapanku dan menyilangkan kakinya yang panjang.

Dia terlihat sangat nyaman, begitu nyaman dengan tubuhnya, aku sedikit iri padanya. Inilah aku, terkadang kaku dan ceroboh bahkan sering tersandung dengan kaki ku sendiri.

"Bagai mana menurut mu teh nya?" dia meminta saran ku.

"Ini teh kesukaanku." Suaraku tenang. Aku benar-benar tidak percaya sedang duduk berhadapan dengan Ricardo di sebuah Cafe di kota Bandung ini.

Dia mengerutkan kening. Dia tahu aku menyembunyikan sesuatu. Aku memasukkan teh celup ke dalam teko dan segera mengeluarkannya lagi dengan sendok teh. Saat aku meletakkan kembali teh celup bekas di piring samping, dia memiringkan kepalanya menatap bingung ke arahku.

“Aku suka teh ku yang hitam tapi tidak terlalu pekat,” gumamku sebagai penjelasan.

"Oh begitu. Ngomong-ngomong apa dia pacarmu?"

Wah... Apa ni? Ko tiba-tiba nanyain pacar.

"Siapa?" Tanya ku bingung.

"Fotografer. Rahadian"

Aku tertawa, gugup tapi penasaran. Apa yang membuatnya berpikir demikian?

"Tidak. Rahadian teman baikku, itu saja. Kenapa kamu bisa berpikiran kalau dia pacarku?"

"Caramu tersenyum padanya, dan dia tersenyum padamu." Tatapan menyerang ku.

Aku seperti sedang di interogasi. Dia sangat mengerikan. Aku ingin memalingkan muka tapi wajah nya terlalu mempesona.

"Dia lebih seperti keluarga," bisikku.

Ricardo mengangguk sedikit, sepertinya puas dengan tanggapanku, dan melirik muffin blueberry-nya. Jari-jarinya yang panjang dengan cekatan mengupas kertas itu, dan aku melihatnya dengan tatapan seakan-akan aku ingin memakannya juga.

"Apakah kamu mau beberapa?" dia bertanya, dan senyum rahasia yang geli itu kembali.

"Tidak, terima kasih." Aku mengerutkan kening dan menatap tanganku lagi.

"Gisele,..apa yang harus aku lakukan agar bisa menyentuhmu?

Pertanyaannya membuatku kaget. Maksudnya apa?

"Hem. Kamu harus menikah denganku jika ingin menyentuhku." Aku jawab aja begitu

"Kalau begitu, apa kamu mau menikah denganku?"

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!