2. Mulai mencari

Lala baru saja tiba di pasar, dan setibanya di sana ia melihat banyak orang yang sudah menunggunya di tempatnya berjualan. Lala yakin itu semua adalah pelanggan ibunya yang ingin membeli cabe. Beberapa di antaranya sudah Lala kenali, begitu pun sebaliknya. Pelanggan ibunya sudah mengetahui bahwa ia adalah putri dari dan menggantikan ibunya untuk berjualan cabai. Lala segera mencabut kunci motornya kemudian mengangkat karung cabainya itu dengan tangannya.

“Permisi ibu ibu, ini teh pada mau beli cabai ya?” tanyanya sambil meletakkan karungnya di samping tempat berjualannya..

Salah satu ibu ibu itu menjawab. “Iya atuh neng, dari tadi ditungguin eh neng-nya baru datang ternyata.”

“Iya neng, tumben hari ini neng kesiangan. Biasanya jam delapan juga udah di pasar.” sahut yang lainnya.

Lala hanya tersenyum sambil mengeluarkan satu bungkus plastik besar yang berisi cabai dari dalam karung tersebut kemudian menuangkannya di mejanya. Tidak lupa ia juga menyiapkan timbangannya untuk menimbang cabainya.

“Aduh maafin Lala ya bu, tadi Lala sempat mau ketabrak di jalan. Untungnya cabainya tidak berceceran.”

“Waduh, lain kali hati hati yang neng, kalau pagi kadang suka rawan kecelakaan karena ramai banget jalannya.”

“Iya bu, siap. Eh ini pada mau beli berapa cabainya?” Lala menatap mereka sambil mengambil plastik untuk membungkusnya.

“Satu kilo aja neng,”

“Iya neng, saya juga.”

“Ibu seperti biasa yang neng, dua kilo aja,”

Lala terkekeh mendengar mereka yang sangat antusias sekali untuk membeli cabainya. Ia benar benar bersyukur untuk hari ini, kecuali pada insiden tadi di jalan. Sungguh, siapapun pemilik mobil itu harusnya ia segera turun dan meminta maaf padanya. Tapi sepertinya pemilik mobil itu sangat angkuh hingga membuatnya tak mau turun dan membiarkannya memungut cabainya sendirian di tengah jalan.

Lala menggelengkan kepalanya berusaha mengeyahkan pikirannya dari kejadian tadi pagi. Ia segera membungkuskan cabainya untuk ibu ibu yang sedari tadi menunggunya. Selesai membungkusnya, Lala langsung menimbangnya. Ia tidak ingin ada yang lebih atau pun kurang. Lala selalu menjual cabainya dengan jujur, itulah yang membuatnya disukai oleh ibu ibu yang lain.

“Ini bu, cabainya sudah saya bungkusin.” Lala menyerahkannya setiap bungkusan cabai tersebut.

“Ini harganya masih sama kan neng?” tanya salah satunya sambil mengeluarkan uang dari dalam dompetnya.

“Iya bu, masih sama. Untuk yang dua kilo juga masih sama ya bu.”

Mereka langsung menyerahkan uangnya pada Lala dan mengambil cabainya. Setelah berterima kasih, mereka langsung berpamitan pada Lala yang dibalas dengan senyum ramahnya. Lala langsung menghitung uangnya kemudian memasukkannya ke dalam tas-nya.

Setelah keluar dari ruang rapat, Devan langsung memanggil orang kepercayaannya untuk segera mendatangi ruangannya. Sambil menunggu ia melihat plat nomor yang di foto supirnya tadi pagi. Gara gara gadis itu, Devan jadi tidak fokus saat di ruang rapat tadi. Sehingga bawahannya kebingungan karena tak biasanya atasannya melamun seperti itu. Itulah sebabnya Devan membubarkan rapatnya dengan cepat, karena percuma saja dilanjutkan jika pikirannya sedang tidak fokus.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu sudah terdengar, Devan berdeham kemudian meletakkan ponselnya di atas meja sambil memperbaiki posisi duduknya.

“Masuk,” titahnya sambil menatap lurus ke arah pintu.

Pintu pun terbuka, seorang pria yang menggunakan pakaian serba hitam masuk ke dalam ruangannya. Dia menutup pintunya kembali kemudian berbalik dan melangkah semakin mendekat pada meja kerja Devan. Pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah Aris, orang kepercayaannya yang sekaligus merangkap sebagai detektif pribadinya.

“Bapak memanggil saya?” tanyanya sambil menatap ke arah Devan.

“Silakan duduk lebih dulu,” perintahnya.

Aris langsung menarik kursi dan duduk sesuai dengan perintah atasannya tersebut. Aris sangat mengenal Devan, tiga tahun bekerja dengannya membuatnya bisa memahami karakter Devan yang tidak suka ditolak dengan alasan apapun. Biasanya ia dipanggil jika ada hal yang benar benar penting. Seperti sekarang ini, ia dipanggil lagi, ia yakin ada sesuatu hal yang mengusik pikiran atasannya tersebut sehingga membuatnya memanggilnya.

“Aku butuh kemampuanmu lagi,” ujar Devan tanpa basa basi. Matanya menatap lurus ke arah Aris seolah olah sedang mengintimidasinya.

“Maksud bapak?”tanya Aris dengan penuh tanda tanya di kepalanya.

Devan menghela nafasnya lalu membuka ponselnya mencari sesuatu, kemudian didorongnya ponsel tersebut sampai ada di meja dekat Aris. “Aku ingin kamu mencari tau tentang plat nomor itu beserta gadis itu. Kamu cari tau semua tentangnya, jangan sampai ada yang terlewat sedikit pun”

Aris mengambil ponsel tersebut dan memeriksa fotonya. Ingin rasanya ia menghela nafas, tapi Aris tidak seberani itu. Ia masih menyayangi gajinya yang tinggi. Ia tidak mau hanya gara gara dia mengeluh Devan mengurangi gajinya. Devan yang sedari tadi memperhatikan Aris terus menatapnya dengan raut wajah yang datar. “Kenapa? Kamu tidak sanggup?” tanyanya bertubi tubi.

Aris langsung mengangkat kepalanya dan menggeleng secara spontan karena terkejut.

“Kamu menolak perintahku?” lagi lagi Devan memberinya serangan telak.

“B-bukan begitu pak, saya tidak bermaksud begitu. Saya hanya ingin bertanya, apa ada hal lainnya yang bisa memudahkan pencarian saya,” ucapnya dengan terbata bata.

Devan langsung menggebrak mejanya dengan kuat sehingga Aris terkejut. Gawat, sepertinya ia salah bicara. Pria berumur 25 tahun itu merutuki dirinya sendiri yang selalu bicara dengan ceplas ceplos.

Devan menatap Aris sepertin ingin mengulitinya hidup hidup. Entah kenapa emosinya tiba tiba terpancing hanya karena pertanyaan dari orang kepercayaan tersebut. Devan memlih untuk menyandarkan tubuhnya dengan tetap menatap tajam Aris.

“Tidak ada pekerjaan yang mudah di dunia ini, jadi jika kamu mau mengeluh hanya karena tidak ada hal lainnya yang bisa membantu pencarianmu aku rasa pekerjaanmu sebagai detektif perlu dipertanyakan lagi.”

“Maaf pak,” Aris tertunduk malu.

“Aku tidak butuh kata maaf darimu Aris. Aku hanya ingin kamu tidak mengecewakanku. Aku memberikanmu pekerjaan ini bukan karena ingin membebankanmu. Tapi aku berpikir kamu bisa. Jika kamu saja tidak menjamin dengan hasil kerjamu lalu bagaimana dengan orang lain.”

“Sekarang lebih baik kamu segera cari tau semua itu, kalau perlu aku akan menambahkan gajimu dua kali lipat untuk bulan ini.”

Mendengar kata gaji disebut semangat Aris yang merosot kini berkobar lagi. Aris menatap wajah Devan dengan penuh percaya diri sekarang. Tidak ada lagi rasa ketakutan dalam dirinya. “Baik pak, kalau begitu akan saya kerjakan sekarang juga. Saya pastikan besok pagi datanya sudah ada di meja bapak,” ucapnya dengan penuh semangat.

Devan mengangguk. Setelah itu Aris berpamitan untuk mengerjakan pekerjaannya. Devan mengizinkannya. Kini ia kembali sendirian di ruang kerjanya. Devan tiba tiba terkekeh pelan.

“Sebentar lagi kita ketemu, cantik.” Gumamnya sambil melihat foto itu kembali.

 

 

 

 

 

 

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!