( Re ) Legendary Summoner

( Re ) Legendary Summoner

Prolog

#

Mohon maaf smanya, semisal ada bagian yang salah atau kurang menarik tolong kasih tau saya biar saya koreksi. Soalnya pengalaman menulis saya baru sedikit.

Makasih yg udh mampir - Salam dari author😉

#

Dibawah terik panas matahari. Di sebuah kota yang sekilas terlihat seperti reruntuhan.

Seorang bocah laki-laki berusia sembilan tahun berlari kencang menarik tangan seorang bocah perempuan berambut biru kehitaman.

Raut wajah mereka terlihat sangat panik. Keringat yang bercucuran membasahi baju putih kumuh dan celana penuh lubang yang mereka kenakan.

Langkahnya terhenti, saat melihat bangunan besar yang menghalangi jalan.

Celingak-celinguk melihat sekitar. Membuat keringat yang bercucuran semakin deras.

"Kakak, Rin takut."

Rengekan kecil dari gadis yang merupakan adiknya, membuat bocah laki-laki itu semakin gelisah.

"Mau lari kemana lagi kalian bocah sialan!"

Dua orang laki-laki berjubah putih, dengan lambang cahaya yang terukir di bagian belakang, mendatangi mereka dengan raut wajah kesal.

Gadis kecil yang terus merengek, membuat bocah laki-laki itu menggertakan gigi.

Sampai salah seorang laki-laki paruh baya itu memegang tangannya. Dirinya terus meronta, karena tidak ingin dibawa pergi oleh dua orang asing itu.

Slaashhh ...!!!

Satu buah belati melesat tepat ke perut laki-laki paruh baya yang tengah berjaga membelakangi laki-laki kerempeng yang masih berusaha membawa pergi kedua bocah tanpa membuat mereka cacat.

Tingg...

Suara yang nyaring membuat telinga geli. Belati itu berputar-putar di udara setelah menghantam bilah pedang, dan kembali ke pemiliknya.

Sosok wanita berambut hitam panjang yang dikucir ekor kuda, paras yang cantik dan tubuh langsing. Berjalan mendekati mereka sambil memainkan belati yang tadi dilemparnya.

"Kalian bajing*n dari Kuil Cahaya, lepaskan mereka atau aku akan membunuh kalian berdua!"

Laki-laki paruh baya yang cukup gemuk tersenyum mengejek. Pikiran kotor langsung menyelimuti otaknya saat melihat tubuh langsing wanita itu. Tatapan mesumnya terlihat jelas. Membuat wanita itu semakin jijik kepadanya.

Tatapan wanita itu tajam tak teralihkan dari laki-laki di depannya.

Seperti seekor bunglon, sosoknya lenyap seperti dimakan oleh udara. Hanya dengan sekedip mata, wanita itu sudah berada tepat di depan matanya.

Reflek yang cukup cepat. Menggunakan pedangnya, laki-laki itu menahan bilah belati yang hendak menggores mata kirinya.

Dengan tubuhnya yang cukup gemuk, pergerakannya bisa dibilang cukup cepat. Dia langsung memberikan satu pukulan ke perut wanita itu.

Karena terkejut, dirinya tak bisa menghindar dan terpaksa harus menerima hantaman itu.

Tubuhnya terpental sejauh tujuh meter, berputar-putar di udara. Sosoknya jatuh elegan dengan keadaan seperti semula.

Laki-laki itu yang tidak ingin menunggu lama segera melesat dengan pedangnya yang terhunus.

Ting, ting, ting, ting, ting...

Hanya suara itu yang terdengar di kedua telinga. Kecepatan yang tidak bisa dilihat oleh mata biasa membuat belasan sayatan bilah pedang dan belati terdengar lebih nyaring.

Sampai di gerakan terakhir, keduanya saling mengerahkan kemampuan penuh.

Crakkk...

Raut wajah laki-laki kerempeng hanya bisa menatap tatapan dingin wanita itu dengan rasa tidak percaya.

Slash, Slash, Slash...

Tiga tebasan beruntun, yang membuat darah bercucuran deras di tubuh laki-laki paruh baya itu.

Dirinya tergeletak lemas. Terbaring tanpa bisa melakukan hal lain selain menatap wanita itu.

Tatapannya masih belum berubah menatap laki-laki kerempeng yang terlihat menatapnya dengan mata yang gemetaran. Seakan dirinya adalah singa dan laki-laki itu kancilnya.

Laki-laki kerempeng yang tengah memegang tangan bocah itu menggertakan gigi. Dirinya segera memukul tengkuk bocah laki-laki yang terus berusaha menjauhkan mereka dari sang adik. Membuatnya merasa pusing dan pingsan seketika.

Booomm ...!!!

Ledakan kecil sebelum asap tebal muncul, membuat wanita bermanik mata biru langit itu mengalihkan pandangannya.

Sosok laki-laki kerempeng lenyap seiring asap tebal itu memudar.

Yang tersisa hanyalah laki-laki gendut yang terbaring sekarat, dan seorang gadis kecil yang duduk sambil menutup matanya.

Wanita itu tidak mempedulikan laki-laki yang hampir menemui ajalnya itu. Dan terus berlari menghampiri sang gadis.

"Kau tidak apa-apa?"

Gadis itu terus memberontak, saat wanita itu hendak menyentuh tangannya. Dia mengira wanita itu adalah salah satu dari para penculik.

"Tenanglah. Aku tidak akan melukaimu."

Ucapannya yang halus, segera membuat hati sang gadis menjadi lebih tenang.

Namun, saat dia membuka matanya. Dirinya langsung menangis hebat. Menyadari jika sang kakak tidak lagi terlihat di pandanganya.

"Maaf aku tidak bisa menyelamatkan kakakmu."

Gadis itu terus menangis hebat, memanggil-manggil kakaknya.

"Cup, cup. Gadis baik, jangan menangis lagi oke."

Lelah menangis, gadis itu terbaring lemas di pelukan wanita berjubah hitam itu.

Belaian hangat yang dilakukannya, membuat sang gadis menjadi lebih tenang, walaupun hatinya masih terpenuhi oleh kesedihan.

"Siapa namamu?"

Gadis itu menjawab dengan tersendu, "Rin. Take Rin."

"Baiklah Rin, apa kau ingin ikut denganku?"

"Ke mana?"

"Ke sebuah tempat, di mana kau bisa berlatih bela diri. Agar suatu saat, kejadian seperti ini tidak lagi menimpamu. Mungkin, kau juga bisa menyelematkan kakakmu, jika dia masih hidup."

Semangat Rin membara mendengar itu. Tanpa berpikir panjang dia menyetujui tawaran itu, dan berharap penuh dirinya bisa menyelamatkan sang kakak suatu hari nanti.

...

Sepuluh tahun kemudian ...

Seperti biasa, hari yang sangat melelahkan. Cukup untuk membuat seorang laki-laki berusia sembilan belas tahun itu menghela nafasnya.

Rambutnya yang acak-acakan sedikit menutupi matanya. Bajunya rombeng, sama sekali tidak nyaman untuk memakainya. Celana hitam dengan lebih dari tiga lubang, memperlihatkan sedikit kulitnya yang memiliki cukup banyak luka.

"Hei budak yang di sana. Cepat kemari dan angkat ini!"

Seperti hari-hari sebelumnya, laki-laki bernama Take Ryuha itu hidup menjadi budak di sebuah tempat yang dinamakan dengan Kuil Cahaya.

Tempat berkumpulnya para antek yang menganggap diri mereka keturunan malaikat. Yang aslinya hanyalah seorang bajingan brengsek yang merenggut kebahagiaan seseorang. Yang tertawa di atas keterpurukan para budak mereka.

Sejak tragedi penculikan yang menimpanya sepuluh tahun terakhir, kehidupan yang dijalani laki-laki dengan manik mata merah itu berhasil membuat kepribadiannya berubah seratus delapan puluh derajat.

Dirinya yang semula periang, penuh canda tawa, kini berubah menjadi seorang berhati dingin, pendiam, dan selalu memperhitungkan setiap langkahnya.

Klakkk!!!

"Ryuha. Selamat datang."

Namun sisi baik di dalam hatinya tetap masih tersimpan walaupun hanya sebesar biji sawi.

Hal itu terlihat saat laki-laki berambut pirang tipis menyambut kepulangannya dengan tulus.

Sambutan hangat dari sahabatnya yang juga merupakan seorang budak sama sepertinya. Hanya tempat mereka bekerjalah yang membedakan mereka.

Di mana Ryuha bekerja sebagai penambang dan sahabat yang sering dipanggilnya Fan Fan bekerja sebagai pelayan sebuah bar.

"Ayo makan! Hari ini kakak Rosa memberiku roti yang masih hangat!"

Sepotong roti untuk sehari. Jika bukan karena terbiasa, tak akan ada budak yang masih bertahan di tempat itu.

Bahkan Ryuha yang sudah di sana selama sepuluh tahun pun berulang kali ingin menyerah. Namun selalu ada sahabat yang membuat semangatnya kembali membara. Juga seorang kakak perempuan yang terus memberikan kasih sayang layaknya seorang ibu.

Walaupun sama sekali tidak memiliki hubungan darah, tali persaudaraan mereka sudah tidak akan bisa terpotong walaupun menggunakan gergaji mesin sekalipun.

Ketika tengah asik menyantap makanan mereka, Ryuha tiba-tiba saja mengatakan apa yang tengah dia pikirkan.

Tentang dunia luar, tentang kampung halamannya, juga seorang adik perempuan yang entah bagaimana keadaannya sekarang.

"Tenanglah! Jika persiapan kita sudah memadai, kita akan pergi dari tempat ini! Aku yakin."

Senyum kecil terukir di wajah Ryuha, mendengar ucapan dari sahabatnya.

Malam yang panjang, mereka menghabiskannya dengan berbaring di atas tumpukan jerami.

Rasa gatal, apa itu? Mereka hampir tidak bisa merasakan hal itu.

Mendengar satu gerakan besar di sampingnya, kedua mata Fan Fan terbuka dengan cepat.

"Tidak bisa tidur?"

Jawaban isyarat, Ryuha menggelengkan kepalanya. Mulutnya sudah sangat berat untuk berbicara.

"Aku ingin keluar untuk mencari angin."

Tanpa menunggu jawaban Fan Fan, dirinya pergi keluar untuk menikmati suasana malam, di sebuah tebing yang berada tak jauh dari tambang tempat dia bekerja.

Dari sana terlihat jelas, kota megah tempat antek-antek Kuil Cahaya bersinggah.

Tangan yang disilangkan di kakinya mencengkeram kulit yang tersentuh dengan kuat. Hingga meneteskan sedikit darahnya.

"Sepertinya adikku sedang memiliki kesulitan? Bagaimana? Apa kau tidak suka dengan roti yang aku berikan?"

Sosok wanita berambut hitam panjang, baju putih yang sudah luntur bercampur dengan noda yang tak bisa dihilangkan, berjalan tanpa alas kaki mendekatinya.

Seperti biasa, bibirnya selalu tersenyum saat menghadapi dia dan sahabatnya. Seakan tidak ada masalah yang tengah dialami oleh wanita yang menyebut diri sebagai kakaknya.

Mereka berdua duduk berdampingan. Ryuha yang lelah menyandarkan kepala di bahu kakaknya itu.

"Adikku sangat kuat! Aku tidak ingat memiliki adik yang lemah?!"

Senyum kecil terukir di wajah Ryuha. Walau hanya sepatah kalimat yang dia dengar, namun itu seperti sebuah bahan bakar bagi semangatnya yang hendak padam.

Segalanya dia curahkan kepada sang kakak, yang sudah merawatnya sejak dia di bawa ke tempat itu.

"Aku tidak tahu, apa yang akan terjadi padaku jika tidak ada kalian?!"

Sebuah curahan hati tanpa disertai dengan tetesan air mata. Hati yang mati rasa, perlahan di rasakan oleh Ryuha.

"Pembohong!"

Orang yang merawatnya selama sepuluh tahun, bagaimana mungkin tidak mengetahui sifat seperti apa yang dimiliki adiknya itu.

Melalui tatapan matanya, wanita bernama Rosa itu bisa melihat jauh ke dalam lubuk hati adiknya yang satu itu.

Bahkan jika Ryuha kehilangan orang tuanya, wanita bermanik mata hijau cerah itu bisa tahu jika Ryuha tidak akan hancur.

Itu karena dia memiliki hati yang sangat tangguh. Bahkan itu semakin tangguh seiring berjalannya waktu. Dan sebenarnya Ryuha adalah anak yang baik dan penyayang.

Hanya karena dirinya tumbuh di tempat seperti neraka dunia ini, perasaan seperti itu tidak menumbuh besar. Hanya seperti sebuah titik hitam di dalam kertas putih.

"Sebentar lagi mereka akan memulai Raidnya!"

Ryuha mengingat kembali apa yang diajarkan Rosa kepadanya, tentang Raid yang dia katakan.

Itu adalah sebuah penyerangan besar, untuk menjarah sebuah tempat yang di dalamnya terdapat harta karun dan monster-monster kuat, atau biasa disebut dengan Dungeon.

Dungeon memiliki dua ragam. Diantaranya ada Elemental Dungeon dan Wreckage Dungeon.

Dan memiliki berbagai macam bentuk. Diantaranya ada labirin, goa, tower, dan masih banyak lagi.

"Wreckage Dungeon. Apa kakak tahu Monster seperti apa yang ada di dalamnya?"

Tersenyum sambil menggelengkan kepala. Bagaimana mungkin seorang budak pelayan sepertinya bisa mengetahui ada makhluk apa di dalam Dungeon.

"Masih ada setengah tahun untukmu memperkuat diri dan mengumpulkan perlengkapan! Kakak dan Fan Fan, akan membantumu sebisa mungkin."

Satu anggukan kecil dilakukan oleh Ryuha.

Benar-benar berat saat memikirkan adiknya yang bersikeras untuk mendaftarkan diri mengikuti Raid, yang setiap dilakukan akan ada ratusan budak yang hanya namanya saja yang kembali.

Namun walaupun dilarang, melihat sifatnya yang keras kepala tentu laki-laki itu tidak akan hanya diam mengikuti apa yang dia katakan.

...

Jarum pendek menara jam menunjuk ke angka tujuh. Waktu dimana para budak harus segera pergi bekerja jika tidak ingin terkena hukuman.

"Fan Fan, Ryuha!"

Panggilan dari balik pintu terdengar di telinga mereka berdua. Segera Ryuha pergi untuk membukanya.

Sang kakak yang tidak biasanya mendatangi mereka di waktu pagi, membuat alis Ryuha terkerut dan langsung menanyakan hal itu.

Sang kakak yang datang dengan alasan khawatir terhadap adiknya yang dia kira tak bisa bangun pagi karena begadang semalaman, membuat Ryuha lega karena tidak ada hal buruk yang terjadi.

Sepanjang malam, entah kenapa Ryuha merasakan firasat buruk. Hati kecilnya seperti mengatakan sesuatu akan meninggalkannya di waktu dekat.

Dengan katup matanya yang berwarna hitam, Ryuha pergi ke tambang seperti hari-hari biasanya.

"Kakak Rosa."

Tatapan Fan Fan dan kakak perempuannya itu benar-benar mirip. Menandakan sesuatu yang mereka pikirkan sama.

Sebuah rencana besar yang mereka susun tanpa sepengetahuan Ryuha. Hari ini, mereka akan memulainya.

Bersambung ...

Terpopuler

Comments

Rudi R

Rudi R

Nitip sendal dlu..

2023-01-29

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!