Angga bergegas menuju kantor bahkan ia tidak sempat sarapan pagi, Nilam tidak menyadari bahwa sesuatu telah terjadi hingga Angga bergegas pergi.
"Dika ... lihat Angga?" Dika yang sedang memakai sepatu menggelengkan kepalanya.
"Aldo, kayanya Angga berangkat lebih awal, aku mau ke kantornya?" Aldo hanya tersenyum.
"Nilam, besok kan kamu mau sekolah jadi hari ini setelah pulang sekolah, kami akan mengantarkan kamu untuk membeli perlengkapan sekolah! Udahlah, jangan mikir yang aneh-aneh deh! Kak Angga itu sudah besar, apalagi dia seorang detektif, pasti bisa menjaga dirinya sendiri!"
"Iya, betul! Sebaiknya kamu, tunggu kami pulang sekolah!" Dika tersenyum lebar dan bergegas menghidupkan mesin motornya untuk membonceng Aldo. Mereka berdua berangkat ke sekolah. Sementara Nilam merasa bosan, akhirnya ia memutuskan untuk mendekorasi rumah.
*****
"Pak, kami sudah menemui beberapa saksi tapi sepertinya belum ada alibi yang kuat atas pembunuhan ibu dan anak ini!"
Angga memasuki apartemen tersebut, di ruangan tersebut terlihat sangat berantakan, bahkan air yang menggenang memenuhi sudut ruangan, ada beberapa barang yang sudah bercampur dengan darah.
"Siapa yang tega membunuh dengan cara sesadis ini!" Angga bertanya lagi kepada anak buahnya.
"Begini pak, ada anaknya yang masih SD seorang gadis perempuan, ia yang pertama kali pulang ke apartemen pada pukul lima sore hari, bapak bisa menanyakan kepada anak tersebut!" Angga mengikuti arahan tersebut dan langsung menemuinya. Anak itu terlihat sangat shock.
"Bagaimana, keadaan kamu?" Anak itu hanya tersenyum, dengan menatap Angga, ia berbicara.
"Aku, tidak apa-apa! Aku, tadi sedang kerja kelompok, biasanya aku pulang siang hari, saat pulang Ibu tidak membuka pintu, padahal jelas suara televisi menyala, aku menggedor pintu tetap saja Ibu tidak membukanya!"
"Adik manis, belum di berikan pertanyaan sudah menjawab dengan jelas, lalu bagaimana kelanjutan ceritanya?" Ucok sangat antusias untuk menanyakan beberapa hal kepada anak tersebut. Ucok adalah anak buah kepercayaan Angga, yang usianya lebih tua dari Angga, sehingga mereka seperti saudara.
"Iya, tadi aku langsung menggedor pintu Tante aku, yang dekat dengan apartemen ku, Tante langsung keluar, dan ia berusaha untuk membuka pintu, namun tidak bisa. Lalu, Tante menelpon Ayah!" Gadis itu memang cerdas ia berani berbicara kebenaran meskipun hatinya sedang sedih.
"Sudah, cukup, nanti kalau ada yang perlu ditanyakan, boleh bicara lagi?" Ucok mengusap kepalanya. Anak itu tersenyum.
"Boleh, asal ada Om ganteng ini!" Ia menunjuk ke arah Angga. Angga, tersenyum, dan menggendong anak tersebut.
"Iya dong cantik! Om, pasti ada buat kamu! Kamu kelas berapa emangnya pinter banget!"
"Kelas tiga Om! Tapi, aku pinter kan! Namaku, Aira aku, sayang Ibu dan adikku!" Wajahnya sedikit mulai sedih.
"Ouh, pinter banget sih! Jangan menangis ya, nanti Om kasih ice cream oke!"
Gadis lugu itu hanya tersenyum dengan anggukan kecil. Wajahnya terlihat sangat sedih ia kehilangan sosok orang yang di cintai.
*****
"Nilam, kamu sudah siap-siap belum?" Dika dan Aldo bertanya dari kejauhan.
"Sudah, ayo berangkat!" Nilam menggunakan dress biru selutut yang dibelikan oleh Angga, Aldo dan Dika terpesona.
"Masya Allah cantiknya...!" Mereka berdecak kagum, dengan menggelengkan kepalanya.
"Hey, ayo ... kok malah bengong sih!" Nilam mengibaskan tangannya.
Mereka menaiki taksi. Karena di motor tidak mungkin bertiga. Setelah sampai di butik, mereka turun. Nilam yang pertama kali melihat sebuah toko yang penuh dengan baju, ia segera berkeliling penuh antusias.
"Tuh kan! Gue bilang juga apa? Pasti begini nih!" Dika melirik Aldo, dan mereka mengejar Nilam. Nilam melirik baju, dua orang pelayan mendekatinya, dengan memilihkan baju-baju yang bagus. Dika dan Aldo menghampiri dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Walah ... capek! Jangan jauh-jauh dong!" Dika menghampiri dengan tersenyum manis kepada para gadis itu.
"Ini, Mbak! Kami mau mencari perlengkapan sekolah, anak SMA, bisa bantu kami?" Kedua pelayan itu tersenyum, sambil memberikan arahan. Mereka memilih baju dan perlengkapan sekolah. Setelah selesai mereka keluar toko, saat keluar pintu, beberapa orang menabrak mereka, sehingga barang-barang yang mereka bawa terjatuh. Tapi, remaja itu tidak peduli bahkan mereka terus saja berjalan.
"Woy ... gak ada akhlak amat! Orang susah bukannya bantuin, malah pergi gitu aja!" Aldo bergurutu dengan membereskan barang-barang.
Sedangkan, Nilam sedikit bengong, ia terus menatap ke arah remaja tersebut.
"Woy, malah bengong!" Dika mengibaskan tangannya.
"Oh, iya! Rasanya aneh, saat mereka menabrak, ada sesuatu, tapi, masih samar! Mereka memiliki aura negatif!" Dika dan Aldo langsung bertatapan dengan menelan ludah.
"Negatif ...! Maksudnya hantu...! Pantes aja, di panggil gak nengok, ternyata mereka hantu!" Dika dengan sigap memberikan pernyataan tersebut.
"Bukan ih! Aku, juga belum tahu jelas! Udah, aku mau pulang!" Nilam, bergegas jalan.
"Yeay, siapa yang mau nginep!" Aldo dan Dika bersamaan.
****
Angga pulang ke rumah lebih awal, dan ia terlihat sangat sibuk dengan pekerjaannya. Angga terus mengumpulkan bukti-bukti kejahatan yang baru saja terjadi. Nilam, mengintip dari balik pintu kecil.
"Kenapa harus mengintip?" Dengan nadanya yang datar. Ternyata, Angga mengetahui keberadaannya.
"Maaf, aku hanya ingin tahu! Tapi, terimakasih sudah mengijinkan aku untuk sekolah!" Angga hanya menganggukkan kepalanya ia sama sekali tidak berbalik badan, terlihat sebuah pulpen yang ia pegang, ia pukul pelan ke arah kepalanya, Angga benar-benar sedang sibuk.
"Apakah aku boleh masuk?" Angga hanya menganggukkan kepalanya. Nilam, tersenyum bahagia, ia bergegas masuk ke ruang kerja Angga, ia melihat foto kasus pembunuhan. Ia memegang foto tersebut dan ia melihat ada kesakitan dan kematian yang menyedihkan. Hingga, membuat tubuhnya ikut merasakan. Tubuhnya bergetar hebat. Angga langsung memegangi tubuhnya.
"Ada apa Nilam?" Nilam menangis.
"Kasihan mereka berdua! Aku, tidak yakin, tapi aku menemukan pembunuh mereka!" Angga, tertegun heran.
"Ajak, aku sekarang ke lokasi! Cepat?" Angga, yang hanya terdiam, akhirnya bergegas menuju lokasi kejadian. Mereka berdua sampai di lokasi. Ternyata hantu anak itu berdiri di depan pintu, dengan seyum tipis yang menyedihkan, wajahnya yang penuh darah. Hantu kecil itu, menunjukkan rumah pelaku pembunuhan. Nilam, mengikuti arahan hantu itu, dan mengetok pintu.
"Tok ... tok ... tok ...!" Suara pintu terbuka, yang membuka adalah sosok ibu paruh baya, yang sudah cukup tua, ia menggunakan tongkat. Nilam, berpikir bukan dia orangnya.
"Ada apa Nak?" Nenek itu bertanya.
"Tidak jadi! Maaf, mengganggu!" Angga menundukkan badannya. Dan menarik Nilam.
"Nilam, mana mungkin dia pelakunya! Untuk jalan saja, dia sudah susah payah, bagaimana ia bisa membunuh?" Nilam terdiam, ia tahu bukan Nenek itu pelakunya. Tak lama, Aira keluar dari kamar apartemen Tante nya, dengan ayahnya.
"Eh, Kakak ganteng!" Aira sangat genit. Ayahnya hanya tersenyum.
"Begini Pak, kami ingin memberikan beberapa pertanyaan kepada bapak?" Bapak itu mengangguk tanda setuju. Mereka, masuk ke lokasi yang sejak pagi masih penuh oleh beberapa polisi.
Mereka duduk diruang tamu.
"Bagaimana bapak punya firasat tentang kematian istri dan anak bapak?"
"Saat, anak saya Aira mengatakan bahwa ibunya tidak membuka pintu, itu adalah hal yang aneh! Istri saya tidak akan keluar, jika Aira belum pulang, dan lagi ia tidak akan sembarangan membuka pintu, jika bukan orang yang ia kenal!" Dengan nada yang sedih.
"Dengan artian, pembunuhan sudah mengenal korban!" Angga, terdiam sejenak, siapakah pelakunya. Ucok menghampiri dengan memberikan bukti baru.
"Sepertinya, ada jejak kaki anak SMP! Sepertinya, mereka lupa tidak menyiram jejak di bagian kamar anak korban!" Angga, langsung berpikir sepertinya pelakunya adalah remaja.
"Om, aku tahu, disini ada anak SMP yang sering kumpul! Ada perempuannya satu, suka pacaran, mesra-mesraan di lift kalau aku pulang sekolah. Gak tau malu!" Aira bercerita dengan wajah kesalnya yang lucu.
"Coba kamu cek dimana anak remaja yang tinggal di daerah ini?" Ucok langsung bergegas menerima perintah Angga. Nilam, terdiam membisu ia menangis dan bergetar. Angga, menghampiri dengan memegang tubuhnya yang bergetar hebat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments