Terjerat Cinta Duda 4

Di luar dugaanku, mas Erik tiba-tiba saja menggenggam tanganku, " Maaf banget Zahra, sebenarnya mas malu banget mau ngomong sama kamu."

" Malu kenapa mas?" Aku mulai penasaran.

Apa mas Erik akan mengungkapkan perasan padaku? Gumamku dalam hati.

" E..e..hm.. Boleh gak mas pinjam uang kamu? Satu minggu saja nanti langsung mas balikan. Mas butuh sekali."

Hah! Pinjam uang? Bagaimana bisa penampilan sekeren ini tapi kantongnya kosong. Batinku sibuk ngedumel sendiri.

" Kamu gak punya uang ya Zah? Ya uda gak papa gak usah di pikirin omongan mas tadi." Sambungnya lesu.

" Ehm, kamu butuh berapa mas?" Aku mencoba bertanya

" Emang ada?" Tanya lagi.

" Kan mas belum bilang mau pinjam berapa." Ucapku lagi.

" Sedikit kok hanya lima ratus ribu." Ucapnya santai.

Aku merenung sejenak. Ini kali pertamanya ada seorang lelaki yang pinjam uang padaku. Setiap bulan papa selalu transfer dua juta ke buku tabunganku. Kalau cuma lima ratus sih ada, tapi apa mas Erik bisa di percaya?

" Kamu gak percaya sama mas?"

Suara mas Erik mengagetkan ku.

" E..oh.. anu.. bukan gak percaya." Aku gelagapan menyahuti ucapan mas Erik.

" Lalu? Mas janji satu minggu lagi mas bakal pulangin." Ucap mas Erik menjanjikan dengan manis.

" Oke deh mas, tapi aku gak punya uang tunai kalau kamu punya nomor rekening aku bisa transfer sekarang." Jawabku.

Wajah mas Erik berubah berbinar-binar. Senyumnya berubah jadi lebar.

" Ada ni nomor rekeningnya. Makasih ya Zah uda bantuin mas? Kamu bagai dewi penolong buat mas." Ia mencium tanganku berulang-ulang membuat aku risih.

" Eh, gak usah berlebihan mas, kan sudah sewajarnya saling membantu." Ucapku sok bijak.

Aku mengeluarkan handphone dari dalam tasku., " Mana nomornya mas?"

Mas Erik menunjukan beberap digit nomor. Dan aku menyalinnya di handphone ku.

" Sudah berhasil ya mas!" Aku menunjukkan bukti pengiriman dari layar handphone ku.

" Makasih ya!"

" Iya sama-sama. Aku keluar ya mas."

" Iya, sampai nanti ya."

Aku turun dari mobil sport mewah milik mas Erik. Mobil itu melaju dengan kencang dan meninggalkan ku yang masih bingung.

Setelah mobil milik mas Erik menghilang, aku kembali masuk ke area kampus.

Kantin menjadi sasaran ku karena rasa haus yang tidak tertahankan.

Aku mencari sudut ruangan yang sepi setelah sebelumnya aku memesan es jeruk.

Aku memijit keningku. Sekalinya kenal dengan lelaki malah seperti ini. Mudah-mudahan mas Erik memang sedang butuh.

" Hei, aku muter-muter nyari kamu. Eh, taunya malah ngadem disini." Suara cempreng putri membahana memenuhi ruang kantin ini. Untungnya sepi jadi orang-orang gak keganggu. Ia menyeruput sisa es jeruk ku tanpa malu-malu.

Aku mendelik tajam kearah Putri.

" Maaf, haus soalnya." Ia cengengesan.

" Kebiasaan deh!"

" Eh, cerita dong tadi dari mana?" Ia menopangkan tangan di dagunya. Alisnya naik turun menggodaku.

" Gak dari mana-mana. Kepo banget sih.. mau jadi sahabat apa tukang cctv?" Aku mendelikan mataku pura-pura marah.

" Pelit." Ia membuang wajahnya.

Aku senyum-senyum sendiri. Maaf ya sobat untuk sekarang aku tidak bisa jujur.

***

Hari berganti hari, aku dan mas Erik masih sering berjumpa. Uang yang minggu lalu di pinjam belum juga diganti. Bahkan Ada rasa segan untuk menanyakan perihal uang itu.

Kini ia mau meminjam kembali dengan nominal yang jauh lebih besar. Dua juta rupiah! Aku menimbang-nimbang handphone di tanganku, aku mulai ragu dengan kedekatan kami. Ia sudah tidak punya malu untuk meminjam uangku dengan dalih ibunya sakit.

Handphone ku berbunyi tertera nama mas Erik di layar handphone ku. Kini aku yang mulai ragu untuk menjawab telepon darinya.

Kini sudah ada tiga panggilan tak terjawab. Aku berusaha tidak perduli. Kulempar handphone ku keatas kasur. Tak lupa mode senyap ku aktifkan.

Aku mengambil penutup mata, berharap rasa kantuk segera menyerangku.

Dan akhirnya aku tertidur dengan lelap.

Aku terbangun karena kicauan burung diluar juga cahaya matahari yang mengintip di balik jendela kamarku. Aku membuka jendela, berdiri menatap daun-daun yang masih basah oleh embun pagi. Segar sekali suasana pagi ini.

Aku mengambil handphone yang tergeletak sejak malam tadi diatas kasur. Ada 20 panggilan tak terjawab dari mas Erik. Ya Allah.. seniat itu dia menelponku. Ada beberapa pesan singkat yang berjejer rapi minta dibaca.

Ku baca satu persatu.

( Bagaimana Zah? Bisakah bantu mas?)

( Zah, jangan takut kalau tidak mas bayar)

( Zah, ibu mas masuk rumah sakit di kampung. Tolongin mas Zah! Mas tidak tahu mau minta tolong sama siapa lagi.)

( Zah, tega sekali kamu sama ma)

Aku bingung, kalau hanya sekedar dua juta memang masih ada di rekeningku. Apa lagi papa baru saja mengirim. Tapi sebagai anak yang akan melaksanakan wisuda sudah tentu aku butuh uang juga.

Arggghhhhhhhh....! Bingung jadinya.

Aku pun lantas mengambil handuk, mandi mungkin bisa menyegarkan otakku.

Selesai mandi aku merias wajahku. Hanya riasan rumahan biar gak nampak lebih kucel.

Aku keluar kamar. Nampak mama dan papa sedang berbincang-bincang.

" Pagi ma, pa.." sapaku.

" Kapan papa pulang? Kok Zahra gak tau." Tanyaku manja.

" Tadi malam jam sembilan. Kamu sih masih sore uda ngurung di kamar macam ayam lagi ngangkremi telur." Ucap papa sambil tertawa.

" Ih.. papa nyamain Zahra sama ayam." Ucapku marah.

" Pagi-pagi gak boleh marah nanti tuanya kamu duluab di banding mama." Lagi-lagi papa membuat lelucon membuat mama yang sedang makan kue tersedak.

" Minum ma! Baru di puji papa aja udah kesedak. " Ejek ku pada mama.

" Oh ya Zah, kapan wisudanya?" Tanya papa.

" Tiga minggu lagi pa."

" Ada calon kamu yang mau di undang?" Tanya papa serius.

Aku menatap mama dan papa bergantian.

" Emang boleh?" Aku balik tanya.

" Emang ada yang mau sama kamu?" Ejek papa sambil senyum-senyum.

Aku mencebik," bakal aku buktiin ya pa." Tantangku.

" Siapa takut. Ma, nanti siapin baju kemeja buat lelaki yang diundang Zahra ke acara wisuda. Mau ukuran apa Zah?" Tanya papa lagi.

" Loh ini serius?" Tanya mama kebingungan.

" Loh anak kita kan sudah dewasa. Beri kelonggaran sedikit lah ma. Sekalian papa mau kasih nilai untuk lelaki pilihan Zahra." Papa mengedipkan satu matanya kearah mama.

Mama hanya menanggapi ucapan papa dengan mengangkat kedua bahunya.

Aku mencomot sepotong roti yang sudah diolesi selai nanas kesukaanku.

Mulutku asyik mengunyah makanan tapi hatiku sibuk berpikir siapa laki-laki yang pantas kubawa keacara wisuda nanti?

ada yang bisa jawab?

Hayo mungkinkah Erik dikenalkan Zahra kepada orang tuanya?

Terpopuler

Comments

Sity Trisca

Sity Trisca

hadewwww jgn² modus erik..
kshan zahra

2023-10-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!