“Abang, Abang temannya kak Axel kan?” Ciya berjalan mundur saat dirasa melewati orang yang dia kenal.
Badannya dia condongkan ke depan dan memperhatikan raut wajah orang di hadapannya.
“Iya, ehh lo cewe aneh!” serunya. Dhavin, pria itu melepaskan sedotan dari mulutnya.
“Ciya gak aneh,” kesal Ciya. Gadis itu cemberut dengan kedua tangan dilipat di depan dada.
“Oke, lo gak aneh. Mau apa lo?” tanya Dhavin kemudian.
“Kak Axel sukanya apa ya?” Ciya balik bertanya.
“Ya mana gue tahu, lo tanya aja sama orangnya.” Dhavin hendak melanjutkan jalannya sebelum kemudian lengan bajunya terasa di tahan dari belakang.
“Awalnya Ciya juga mau tanya sama kak Axel, tapi seharian Ini Ciya gak ketemu. Ciya juga gak punya nomor hp-nya.” Ciya menaik turunkan alisnya memberi kode pada Dhavin.
“Ya lo minta sana!” Dhavin kembali melanjutkan langkahnya.
“Ya gak bis gitu Bang, kan tadi Ciya udah bilang kalau Ciya gak ketemu sama kak Axel.” Ciya menghadang jalan Dhavin hingga pria itu terpaksa berhenti lagi.
Helaan napas terdengar sangat jelas dari Dhavin.
“Terus apa mau lo?” tanya Dhavin.
“Boleh Ciya minta nomor kak Axel?” Ciya memohon dengan merapatkan kedua tangganya di depan dada dan mata yang berbinar.
Dhavin melongo melihat ekspresi wajah gadis di hadapannya. Pria itu sedikit menelan ludahnya, tak dapat dipungkiri jika saat ini Ciya terlihat cukup manis.
“Eheemm.” Dhavin berdehem untuk menetralkan perasaannya.
“Iya iya nih,” ucap Dhavin. Dia tak ingin berlama-lama dengan Ciya. Kalian tahu apa alasannya.
Dhavin mengeluarkan ponselnya dan langsung menyerahkannya pada Ciya setelah dia menemukan nomor Axel.
“Makasih Bang, eh nama Abang siapa?” tanya Ciya setelah sadar dia tak mengetahui nama orang yang kali ini sangat baik padanya.
“Dhavin. Dan satu lagi, jangan panggil gue Abang. Gue bukan tukang ojek,” ingat Dhavin.
“Oh Bang Dhavin. Oke Ciya akan ingat nama Abang.” Ciya berlari sebelum teriakan Dhavin menggelegar di lorong sekolahnya.
“CIYA CEWE GILA!! GUE BILANG JANGAN PANGGIL GUE ABANG!!!” teriaknya. Dhavin menunjuk-nunjuk Ciya yang kini entah di mana keberadaan gadis itu.
Napas Dhavin terengah, dia tak habis pikir dengan gadis itu.
“Habis gue,” desisnya saat dia sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan.
Nomor ponsel Axel kini sudah ada di tangan Ciya, dan dia yakin Axel akan marah besar jika pria itu tahu siapa yang memberikannya pada Ciya.
“Vin, gak ke kelas?” Suara seseorang dari belakang Dhavin membuat pria itu terlonjak kaget.
Dhavin menolehkan kepalanya untuk mengetahui siapa yang berbicara padanya.
“Xel, gu-gue … baru mau masuk kelas,” ucapnya cepat.
“Ya udah ayo!” Axel berjalan mendahului Dhavin yang masih terdiam di tempatnya dengan keringat yang bercucuran.
***
085 xxx xxx xxx
Hai Kak Axel
^^^AxelLo^^^
^^^Siapa?^^^
085 xxx xxx xxx
Simpan nomor Ciya yah kak
Read
Axel membanting ponselnya pada sofa yang tengah dia duduki.
Mood-nya yang berantakan semakin hancur saat orang yang tidak disukai kembali mengganggunya.
“Kenapa, Xel?” tanya Dylan saat dirasa Axel tengah kesal.
“Bukan apa-apa,” jawabnya.
Dylan mengambil ponsel Axel yang tergeletak begitu saja dan membukanya. Hal pertama yang dia lihat adalah sebuah pesan dari nomor tak dikenal dan menyebut dirinya sebagai Ciya.
“Cewe kemarin yang di kantin?” tanya Dylan.
Axel mengangguk dan kembali menyesap rokok yang masih tersemat di antara kedua jarinya.
Sementara di pojokan sana Dhavin hanya diam tanpa komentar dengan ponsel di tangannya.
Kini mereka tengah berada di tempat berkumpul Axel dan teman-temannya. Sebuah gudang bekas yang mereka sulap menjadi tempat nyaman untuk menenangkan pikiran mereka.
“Lo ngasih nomor lo ke dia?” tanya Dylan.
“Gak,” jawab Axel.
“Lah, terus ini?” Dylan bingung dengan perkataan Axel. Bagaimana bisa gadis itu mengirim pesan pada Axel jika Axel tak memberikan nomor ponselnya.
Axel menggedikan bahunya. Dia juga tak tahu dari mana gadis gila itu mendapatkan nomor ponselnya.
“Xel,” ucap Dhavin ragu.
Axel menoleh menatap temannya yang memandangnya dengan takut.
“Apa?” tanya Axel.
“Itu …” Dhavin benar-benar takut kali ini.
“Itu apa?” Axel mulai kesal pada Dhavin.
“Tapi lo jangan marah, oke?” Dhavin berusaha meyakinkan Axel. Axel mengangguk pasti.
“Sebenarnya… gue yang kasih nomor lo sama Ciya,” ucapnya cepat. Axel yang mendengar penuturan Dhavin segera menolehkan pandangannya.
Tatapan tajam dia tujukan pada Dhavin meminta penjelasan.
“Itu… tadi dia maksa. Gue gak ada pilihan lain. Gue minta maaf,” mohonnya.
“Ya udah lah, lupain.” Axel melanjutkan acara merokoknya. Dia memang seorang pecandu, kadang dia bisa menghabiskan dua bungkus rokok dalam sehari.
***
Ciya masih setia dengan posisinya sejak pulang sekolah tadi. Berbaring di kasur dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya.
Selepas mendapatkan apa yang dia inginkan, Ciya berlari sekuat tenaga agar tak terkena semprotan dari Dhavin.
Kini Ciya masih menunggu balasan dari Axel. Pria itu tak kunjung membalas pesannya sejak lima belas menit lalu.
“Kak Axel ke mana sih?” tanyanya. Dia mulai merasa bosan menunggu pesan dari kak Axel-nya.
Yang dia lakukan hanya memandangi pesan terakhir yang dia kirim dan berharap Axel segera membalasnya.
Perlahan, kantuk mulai menghampiri Ciya. Gadis itu terlelap dengan ponsel yang masih ada di genggamannya.
“Ciya, makan dulu!” panggil Bunda dari bawah.
Tak ada jawaban dari sang pemilik kamar karena memang gadis itu kini tengah berada di alam mimpi.
Sang bunda masuk ke kamar yang tak dikunci itu dan tersenyum melihat putrinya tengah terlelap.
"Anak ini," ucapnya.
Netra bunda Ciya perlahan turun melihat ponsel yang masih menyala dan menampilkan kolom pesan dengan seseorang.
Wanita paruh baya itu mengambil ponsel Ciya dan mencoba membaca pesan yang ada di sana.
Perlahan tangannya terangkat mengelus surai sang putri. Senyum sayang terukir indah di bibir bunda Ciya.
"Kamu pasti mendapatkannya," bisik bunda Ciya tepat di samping indera pendengaran Ciya.
Namun bukannya terbangun, Ciya malah membenarkan posisinya agar lebih nyaman dan kembali terlelap.
Bunda Ciya menyimpan ponsel Ciya di atas nakas dan menaikan selimut hingga batas dada Ciya.
***
Matahari telah kembali ke peraduannya. Ciya, gadis itu sepertinya sedikit terusik dengan udara dingin yang menusuk kulitnya.
Meregangkan badan adalah hal ternyaman khususnya saat bagun tidur begitupun dengan Ciya.
Pikirannya melayang ke masa di mana dia menunggu balasan dari Axel.
"Hp Ciya mana." Matanya berputar mencari-cari keberadaan ponselnya. Tangannya juga tak tinggal diam, mereka meraba ke sana kemari berusaha menemukan keberadaan benda persegi itu hingga netranya menangkap ponselnya di atas nakas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments