Retisalya
Gadis berambut panjang itu terus saja berlarian di sepanjang koridor. Sudah terhitung setengah jam dia mengitari bangunan ini untuk menemukan kelasnya, bahkan beberapa kali pula bahunya bertabrakan dengan orang lain.
“Ah maaf lagi, Kak.” Ciya Bryonna, gadis itu membungkukkan badannya meminta maaf.
Satu, dua langkah Ciya hendak melanjutkan acara berlarinya, kaki Ciya terhenti. Ekspresi wajahnya berubah serius dan seperti mendapat pencerahan.
“Kenapa gak kepikiran dari tadi ya, padahal kan Ciya bisa tanya,” monolognya.
“Kakak cantik, tau kelas Ciya di mana gak?” tanya Ciya. Tangannya menyodorkan selembar kertas yang bergambar denah SMA Nusantara ini dan jangan lupakan gambar kelasnya yang sudah bundanya lingkari dengan spidol merah.
Orang yang Ciya tanya itu perlahan menengadahkan kepalanya guna melihat sang empu yang baru saja bertanya padanya.
“Pas banget! Gue juga lagi nyari ini tempat.” Ciya yang mendengarnya sontak memandang orang itu dan berakhirlah mereka saling bertatapan.
“Ah iya, kenalin nama gue Daania. Lo siapa?” tanyanya antusias memecah keheningan.
“Nama Ciya, ya Ciya. Ciya Bryonna kalau mau tau nama panjangnya.” Daania menganga mendengar penuturan gadis di hadapannya ini.
Begitukah cara seorang anak SMA berkenalan? Entahlah.
“Oke oke. Jadi lo kelas 10-B juga kan?” Ciya segera mengangguk mengiyakan pertanyaan Daania.
“Ya udah kita cari bareng-bareng.”
Entah Ciya yang kelewat polos atau mata mereka tak berguna, tapi kelas yang mereka cari justru mereka lewati begitu saja.
Disaat semua kelas melakukan kegiatan mereka pada hari pertama MOS ini, Ciya dan Daania malah nangkring di kantin dengan sebungkus roti di tangan mereka dan jangan lupakan minuman segar yang saat ini ada di hadapan mereka.
Ya, di sinilah mereka setelah lelah mencari kelas yang tak kunjung bertemu.
“Gila, cape banget gue dari pagi muter-muter buat nyari kelas,” kesal Daania.
Ciya hanya mengangguk sambil terus menggigit roti yang kini sisa setengah.
“Kalian ngapain masih di sini!” seru seseorang dari seberang kantin.
Sontak kedua gadis yang sedang asik dengan rotinya itu menolehkan kepalanya dengan mata melotot.
“Astaga, lari Bry!” Entah kapan panggilan itu mulai Daania terapkan pada Ciya. Dania meraih tasnya dan segera berlari sementara Ciya masih diam di tempatnya dengan mata melotot dan mulut menganga.
Daania yang menyadari Ciya tak ada di belakangnya, lantas menoleh dan mencari anak itu. Langkahnya kembali ke tempat di mana dirinya dan Ciya tadi berada dan benar saja.
“Kenapa kamu ada di sini?” tanya pria dengan perawakan tinggi itu dengan nada sedikit tinggi.
Tak ada jawaban. Ciya hanya terus memandangi pria itu dengan mata berbinar.
“Hei!” sentaknya.
“Ah, maaf, Kak. Tadi kita cari kelas, tapi gak ketemu,” jawab Daania entah datang dari mana. Napasnya masih memburu dengan keringat di sekitar pelipisnya.
“Bagus banget hari pertama udah berani bolos. Ikut saya sekarang.” Ciya mungkin tidak akan bergerak jika tangannya tidak ditarik oleh Daania.
“Kenapa lo gak lari sih!” kesal Daania sedikit berbisik.
“Sayang banget kalo Ciya lari. Kakaknya ganteng, kapan lagi Ciya bisa lihat cowo gan-.” Ucapan Ciya terpotong saat netranya menangkap orang-orang yang ada di hadapannya.
Ya. Kini mereka berada di sebuah lapang terbuka dikelilingi siswa baru yang masih ikut kegiatan dan juga kakak kelas yang memandu acara MOS ini.
“Wah, tahu gini, Ciya tadi lari aja ke lapangan.” Matanya berbinar melihat pemandangan di hadapannya.
Senior dengan tatapan tajamnya kini berjejer di hadapan Ciya dengan wajah garangnya, namun meski begitu bagi Ciya itu sangat mengagumkan.
“Mereka ganteng-ganteng ya, cantik juga.” Semua mata tertuju pada Ciya. Kalimat yang baru saja Ciya lontarkan itu berhasil mengundang perhatian.
Sejak tadi memang mata semua siswa baru tak lepas dari kakak kelasnya, namun tak ada satu pun dari mereka yang berani mengungkapkan apa yang mereka rasakan.
Dan saat ini Ciya seakan-akan mewakili perasaan seluruh siswa baru yang ada di sini.
“Kalian berdua ke mana aja? Kenapa baru muncul?!” bentak senior wanita yang baru saja menghampiri mereka.
“Itu Kak, anu ... “
Sebenarnya Ciya sedikit terlonjak dengan bentakan seniornya, namun dia ingat kata bundanya tak boleh cengeng, jadi sekuat mungkin gadis itu menahan semua perasaan sesak yang ada dalam dadanya.
“Ci-Ciya tadi keliling cari kelas, tapi gak ketemu-ketemu,” cicit Ciya. Gadis itu menunduk dalam, keberaniannya seolah menciut setelah bentakan seniornya tadi.
***
Karena bolosnya Ciya dan Daania di hari pertama, berakhirlah dia di toilet sekolah yang sepertinya sudah lumayan lama tidak dibersihkan. Tak hanya Ciya, Daania yang sebenarnya sudah hampir berhasil kabur pun kini ikut terkena getahnya.
“Lo sih! Kalau aja lo gak terpesona sama tuh senior, gak akan kita berakhir di toilet kaya gini,” cibir Daania.
“Ya maaf, Ciya juga gak tahu kalau kakak ganteng tadi itu pengurus osis,” ucap Ciya polos.
“Karena lo yang bikin gue ikut dihukum, jadi lo aja yang bersihin semuanya.” Daania melepaskan gagang pel yang semula ia pegang.
Tangannya merogoh tas mencari sesuatu di dalamnya. Setelah dirasa berhasil, gadis itu mendudukkan dirinya di kloset dan memakan sisa roti tadi pagi. Ya, dia belum sempat menghabiskan makanannya tadi dan kakak osis itu datang tiba-tiba akhirnya Daania memasukan makanan dan minumannya ke dalam tas.
“Lo mau?” tawar Daania pada Ciya yang masih setia dengan kegiatan mengepelnya.
“Enggak, Ciya udah makan semuanya tadi waktu di tarik kakak ganteng.” Apa yang dikatakan Ciya memang benar adanya, gadis itu memakan rotinya sepanjang jalan sebelum mereka tiba di lapangan tanpa rasa canggung sedikitpun.
“Ya udah.” Suasana sepi kembali karena anak-anak lain memang tengah menyelesaikan kegiatan siang ini.
Badan kecil Ciya berusaha menahan beban di tangannya. Ember biru yang penuh dengan air kotor itu dia angkat dengan susah payah.
Daania yang melihat itu bahkan tak berniat membantu sedikitpun, dia hanya terus memakan rotinya tenang dengan satu kaki yang dia angkat seperti sedang makan di warteg.
Dengan langkah sedikit sempoyongan, Ciya terus mengangkat dan membawa ember itu keluar berniat membuang airnya. Setelah sampai di luar, Ciya membuang air kotor itu begitu saja tanpa melihat sekitar.
“Sialan,” ucap orang yang saat ini ada di hadapan Ciya.
Ciya menjatuhkan ember yang kini sudah kosong itu dan segera menutup mulut dengan kedua tangannya.
Pria dengan kulit putih yang saat ini sudah basah kuyup itu menatap Ciya dengan penuh amarah.
“K-Kak, maafin Ciya. Ciya gak sengaja.” Gadis itu kelimpungan mencari sesuatu dalam tasnya. Setelah mendapatkannya, Ciya langsung menghampiri pria tadi dan segera mengelap air yang ada di wajahnya.
Namun dengan kasar pria itu menghempaskan tangan Ciya. Ciya yang terlampau kaget hanya diam menunduk dengan badan bergetar.
“Ciya, ada apa?!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments