Tergigit

Zeline mengurungkan niat untuk pergi ke ruang guru, mulai menuruni tangga untuk mengikuti Athlas yang pergi bersama dengan seorang siswi.

Firasatnya mengatakan itu buruk.

Memasuki lorong menuju lapangan di mana tadi berlangsungnya permainan sepak bola, melempar pandangan ke sekeliling namun tidak melihat Athlas.

"Oh My God, kepalaku sakit..."

"Makalah es krimnya dengan perlahan."

"Hahaha, gigimu sensitif seperti kakekku."

"Sialan!"

Sayup-sayup Zeline mendengar obrolan anak laki-laki yang tadi bermain sepak bola. Mereka berkumpul di sudut lapangan dan saling membagikan es krim.

"Ah, ini sangat menyenangkan, aku pasti sangat kesal jika kita kalah karena taruhan es krim."

"Aku juga sama!"

"Habis pelajaran pendidikan jasmani kelas berikutnya, sebaiknya kita langsung ke auditorium."

"Aku tidak ingin mengurangi skor evaluasi kinerjaku."

"Tapi, Athlas di mana? Aku tidak melihatnya."

"Entahlah. Ke mana dia pergi?"

"Ke mana dia pergi? Padahal ada es krim di sini."

"Aku melihatnya pergi ke belakang sekolah bersama dengan siswi kelas tiga."

"Wow! Apa dia akan mendapatkan pernyataan cinta? Dia memiliki pesona menarik gadis-gadis!"

Mata Zeline langsung mendelik, dia tahu akan benar-benar buruk. Bukan masalah peryataan cinta, tapi entah apa yang akan dilakukan Athlas terhadap gadis itu. Apalagi di tempat sepi.

Aku harus menyelamatkan siswi itu!

Hati Zeline berteriak. Seketika langsung berlari menuju ke belakang sekolah.

Saat memasuki area belakang sekolah, suasana sepi menerpa Zeline. Angin sepoi-sepoi membelai wajahnya.

Menarik napas kuat dan menghembuskan napas dengan cepat, Zeline melakukan untuk menormalkan kembali detak jantungnya yang berdetak kencang karena berlari. Kemudian melempar pandangan, mencari keberadaan si pemuda berambut hitam.

"Berada di mana?" Zeline melangkah dengan tatapan resah. Melangkah maju ke rindangnya daun dan pemohon.

Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, empat langkah, dan...

Sontak langkah kaki Zeline berhenti tatkala sosok bermata merah menyala muncul dari balik pohon oak besar.

Zeline terkejut, refleks membungkam mulutnya sendiri, menatap horor.

Zeline dan Athlas beradu pandang.

Mata merah yang dingin dan menghunus tajam, cairan kental berwarna merah menetes dari mulut hingga terkena kaos putih yang dikenakan. Dia tidak salah lihat. Itu darah. Perut Zeline terasa terlilit. Mual.

"Oh, Guru?" Athlas jelas tahu siapa Zeline.

"Itu darah, 'kan?" lirih Zeline menyerat kaki ke belakang, mundur tatkala Athlas mendekat.

"Oh..." Athlas menyeringai sambil menatap Zeline, dia menjulurkan ujung lidah dan menjilat darah di sudut bibirnya, "Aku ketauan? Apa itu terlihat jelas?"

Wanita berkacamata itu menelan saliva dengan susah payah. Jantungnya berdetak kencang setiap langkah kaki pemuda itu mendekat. Matanya melirik ke bawah, langsung mendelik tatkala melihat seorang gadis tergeletak tidak sadarkan diri di tanah.

Dengan nada bergetar Zeline berusaha berbicara lagi, "A-apa yang kau lakukan padanya?"

Athlas semakin mendekat dalam diam, seperti predator yang mengancam.

Isyarat bahaya.

Ngeri, takut, wajah semakin pucat, Zeline berbalik dan tergesa ingin lari. Keberanian yang terkumpul terkoyak tidak tersisa.

Apanya yang ingin menolong?

Dia bahkan melarikan diri seperti itu.

Pengecut yang angkuh.

Zeline terus berlari sepanjang jalan, mengikuti ke mana langkah kaki bergerak. Hingga melewati koridor yang sepi karena bel berakhirnya istirahat sudah berbunyi sejak tadi. Tidak masalah dengan peraturan tidak boleh berlari di koridor, nyawa lebih penting.

Namun, tiba-tiba lengan Zeline ditarik kasar.

Vampir itu berhasil mengejarnya.

Wanita berkacamata itu berontak, mencoba menarik tangannya. Athlas menyeretnya masuk ke dalam salah satu ruangan. Lalu tubuh mungil itu dihempas kasar ke tembok setelah pemuda itu menutup pintu.

"Bahkan jika kau melarikan diri seperti itu. Tidak masalah."

"Akh──hmpt!"

Ingin berteriak, tapi tertahan. Athlas membekap mulut Zeline dengan telapak tangan.

Diserang mendadak begini Zeline kaget dan gelagapan. Dia balas mencengkeram tangan Athlas, berusaha melepaskan dari mulutnya, tapi kekuatannya tidak sebanding.

"Mari kita coba bicarakan," suara Athlas terdengar rendah dan mengancam.

Mulut Zeline sakit dan tidak bisa bernapas. Cengkeraman tangan Athlas pada mulutnya sangat kuat.

"Jangan berteriak," desis Athlas mengancam, masih bisa dilihat jejak darah di sisi bibirnya.

Zeline mengangguk dan menghentikan usahanya untuk memberontak, mata yang membulat sempurna berkaca-kaca.

Kemudian cengkraman tangan dilepas, Zeline langsung meraup oksigen dengan cepat, napasnya memburu. Namun, dia masih terpojok di antara tubuh tinggi Athlas dan tembok.

"Hey, hal-hal yang kau lihat sebelumnya lupakan itu semua. Jika kau tidak melakukan itu, aku akan membunuhmu," ancam Athlas bengis.

Jadi ini adalah kepribadian asli dari Athlas Aldridge. Entah pergi ke mana sosok pemuda yang suka tersenyum.

"Y-ya," cicit Zeline dengan nada bergetar, napasnya berhenti beberapa detik.

"Baiklah," Athlas memperbaiki posisi kacamata Zeline yang turun.

"Lepaskan aku," gugup Zeline, tangannya berkeringat berlebihan. Berkeringat dingin karena ditatap mata merah menyala yang mengintimidasi. Perasaan takut mendalam menyelimuti.

"Tidak ada yang bisa dilakukan. Aku lapar."

Dengan perlahan, Athlas semakin mendekat dan dia langsung memajukan kepala. Membuat Zeline membeku saat napas dingin yang mengusap kulit halusnya. Ada sensasi basah saat lidah pemuda itu menjilat lehernya.

"Aromamu aneh, tapi aku suka. Seperti... Lavender dan Rosemary? Sangat manis. Berbeda dengan aroma menjijikkan dari gadis yang tadi," Athlas mendekatkan mulutnya ke telinga Zeline.

Takut bukan main, saat melihat gigi taring milik Athlas yang siap mengigit lehernya.

"Tu-tunggu."

"Kau tidak perlu takut akan rasa sakit, karena kau bahkan tidak akan ingat aku menggigitmu."

Zeline menggelengkan kepala. Mata terpejam. Tidak kuat melihat gigi taring yang mulai menembus kulit lehernya.

"Tunggu!"

Sakit sekali...

Rasanya panas dan menyengat ketika Athlas mengigitnya. Seluruh tubuhnya kaki dan kepalanya berdenyut akan rasa sakit yang membuat kakinya menendang dan meronta sebelum satu hisapan pada pembuluh darahnya seketika membuat tubuhnya menyerah.

Air mata menetes dasi sudut mata yang masih terpejam. Kakinya sudah lemas, tidak bisa lagi berdiri. Pandangannya berkunang samar.

Zeline merasakan bahwa darahnya dihisap perlahan seperti jiwanya terbawa. Rengkuhan kokoh dari vampir kurang ajar yang fokus menikmati darahnya menguat ketika tubuhnya merosot.

Kesadaran mulai mengikis.

Dan menjadi gelap.

**

Dikatakan bahwa kelopak mata adalah hal yang terberat di dunia. Ya, itu benar.

Zeline mencoba membuka mata, namun hanya kegelapan yang samar yang dia temui.

Apa yang baru saja terjadi...

Zeline memilih untuk menutup mata beberapa menit, lalu mencoba membuka mata yang kedua kali.

Rasa silau dari lampu yang menyala terang membuat matanya terasa ditusuk, Zeline pun mengedipkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.

"Huh? Apa ini mimpi?" gumam Zeline linglung, penglihatannya sedikit buram tanpa kacamata.

Zeline mendudukkan tubuhnya dan melihat sekeliling. Merasa lega mengetahui jika dia berada di kamarnya.

"Bisakah mimpi bisa senyata ini? Tidak, tapi bagaimana..." Zeline mencoba menggali ingatan namun hanya membuat sakit kepala, "Bagaimana bisa aku sampai rumah?"

Sontak Zeline memegang lehernya. Dia langsung bangkit menghampiri kaca.

Bersih, tidak ada luka atau gigitan di lehernya.

"Kenapa aku berakhir tidur di ranjang kamarku? Aku tidak ingat sama sekali. Namun, aku yakin itu bukanlah mimpi!"

_To Be Continued_

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!