Rumor Para Taring

Begitu kelas berakhir, Zeline kembali ke ruang guru. Hanya sedikit guru yang berada di tempatnya.

Duduk termenung, Zeline nampak sedang memikirkan sesuatu.

Bertanya-tanya siapa sebenarnya Athlas Aldridge. Imajinasinya terlalu jauh untuk mengartikan apa maksud isi pikiran mengerikan pemuda itu.

Apa dia orang gila yang senang mengigit orang lain? Apa dia seorang psikopat yang senang melihat darah? Atau murid barunya itu bukan manusia? Jika bukan manusia, lalu apa?

Apapun itu, Athlas sangatlah berbahaya. Zeline sadar. Murid baru itu bisa mencelakai orang-orang.

"Miss, aku sudah menulis surat permintaan maaf."

Zeline tersadar dari lamunannya, dia menolah pada siswi yang dia tugaskan untuk membuat surat pemintaan maaf karena sudah berprilaku tidak sopan padanya kemarin.

"Surat permintaan maaf?" Zeline menerima kertas itu.

Aku minta maaf karena sudah tidak sopan padamu. Aku menyesal sudah berteriak pada guru. Aku tahu bahwa perilaku tersebut bertentangan dengan peraturan sekolah. Mulai dari sekarang aku berjanji bahwa itu tidak akan terjadi lagi. Tolong maafkan aku. Begitulah isi kertas yang diserahkan siswi itu.

"Baiklah, kau boleh pergi. Jangan terlambat besok. Dan pastikan kau berada di ruang kelas!" ujar Zeline setelah membacanya.

Siswi itu menatap Zeline dalam diam. Seperti ada yang ingin dia katakan.

"Apa? Kenapa? Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan?" tanya Zeline tidak tahan dengan tatapan siswi itu.

"Ngomong-ngomong, kenapa anda tidak mencoba berdandan? Jika diperhatikan anda lumayan cantik jika melepas kacamata dan merubah cara berpakaian. Anda bisa menjadi populer."

Zeline memang selalu tampil dengan kacamata tebal dan stelan klasik kedodoran. Tapi dia tidak menyangka, siswinya akan blak-blakan mengomentari penampilannya. Cukup berani setelah menulis surat permintaan maaf.

Menghembuskan napas lelah dan menutup mata, "Hidup tidak berjalan sesuai komentar orang. Aku memakai apa yang menurutku nyaman."

"...Tetap saja, menjadi cantik dan disukai banyak orang pasti akan membuatmu bahagia. Aku berusaha menjadi cantik karena itu," ucap siswi itu.

Kedua mata Zeline mengerjap lebar.

Pemikiran seorang siswi sekolah menengah yang naif. Namun, Zeline sudah belajar banyak dalam beberapa tahun terakhir.

"Kau tidak bisa menghakimi seseorang berdasarkan standar atau ukuran. Hidup banyak pilihan. Mau mengejar kebahagiaan, mau menikmati kebahagiaan, atau mau menciptakan kebahagiaan? It’s up to you!"

Ya, hidup memang selalu tentang pilihan.

Sebelum melakukan sesuatu, dulu Zeline selalu mendengarkan orang lain dan mengukur kapasitas diri sendiri. Namun, meski sudah berusaha menjadi orang yang disukai, masih saja ada yang tidak menyukai dan menjelekan kita dibelakang.

Dengan kemampuan mendengar pikiran orang lain, Zeline telah mengalami banyak rasa sakit dari pemikiran mereka. Oleh karena itu, dia lelah mengutamakan apa yang dipikirkan orang lain untuk menentukan hidupnya.

Hidup tanpa memikirkan penilaian negatif dari orang lain terhadap dirinya, adalah pilihan Zeline saat ini.

Namun... Di dunia ini, ada sesuatu yang tidak berjalan sesuai dengan keinginan.

Seperti murid baru yang telah membuat pikiran Zeline tidak tenang.

**

Esoknya.

Di pagi hari yang cerah, matahari perlahan-lahan muncul, burung-burung berkicau, angin musim panas terus berhembus.

"Eline, sarapan dulu," ucap seorang wanita lanjut usia menyuruh Zeline sarapan. Zeline memang tinggal bersama nenek yang merawatnya sejak kecil.

"Nanti saja, Nek. Aku sarapan di sekolah," jawab Zeline sambil menghampiri sang nenek untuk berpamitan, dan mencium pipi yang sudah keriput.

"Ya sudah, jangan lupa sarapan," ujar sang nenek membelai rambut Zeline.

"Ya, Nek. Zeline berangkat dulu, ya."

"Hati-hati di jalan."

Sang nenek memperhatikan Zeline hingga hilang di balik pintu. Heran saja, dia dapat melihat kantung mata sang cucu yang menghitam meski terhalang kacamata.

"Apa dia baik-baik saja?" gumam si nenek.

Dan benar saja, semalam Zeline sulit tidur. Setiap menutup mata maka akan terbayang mata merah yang menakutkan. Dia menjadi nampak suram.

Zeline menepuk kedua pipi. Mengingatkan dirinya untuk berhenti berpikir paranoid.

Karena alasan yang tidak dapat dijelaskan, setiap hari saat fajar, Zeline naik kereta pertama dari kota kediamannya untuk bergegas menuju sekolah tempatnya mengajar. Dia harus berdesak-desakan sehingga seperti ingin mati, terlebih dengan banyaknya pikiran semua orang yang membuatnya pening.

Tidak heran, jika moto Zeline adalah 'Tidak ada hari aku tidak lelah'.

"Semangat!" seru Zeline penuh semangat.

Jika bukan dia yang menyemangati dirinya sendiri, lalu siapa lagi?

Zeline berdiri di dalam kereta bawah tanah, satu tangannya memegang pegangan tangan dan menggunakan tangan lainnya memeluk tas miliknya. Hari ini pun dia berdesak-desakan dengan puluhan orang.

Aku benar-benar akan mati...

Hati Zeline menjerit frustasi.

Begitu banyak orang di sini. Zeline mencoba menjaga keseimbangan sambil mendengarkan obrolan dua wanita di sampingnya.

"Hei, apa kau melihat diskusi online? Itu berada di pencarian atas."

"Maksudmu diskusi tentang rumor para taring? Aku lihat. Tapi ayolah, itu tidak mungkin."

"Ayolah, vampir itu omong kosong."

"Tapi ada terlalu banyak bukti untuk mengabaikan kemungkinan itu."

"Bisakah berhenti dengan teori omong kosong itu?"

"Aku bilang padamu, monster itu nyata. Mahkluk sialan itu berada di luar sana."

"Mereka benar-benar mengerikan."

Sementara itu, Zeline terdiam dibuatnya. Garis wajahnya menjadi kaku seketika. Bibirnya terkunci sekian detik. Sekelebat teringat tentang mata merah menyala yang mirip seperti sang predator, serta betapa mengerikannya isi pikiran seorang Athlas Aldridge.

Dia mencoba menghubungkan dalam satu titik dengan obrolan yang baru saja dia dengar.

"Itu tidak mungkin, 'kan?" gumam Zeline berpikir kritis.

**

Dilihat dari bekas gigitan misterius korban.

Dan para peneliti percaya bahwa itu adalah perbuatan para vampir.

Ini adalah laporan eksekutif oleh reporter Jesse.

Saat ini kami di daerah Edinburgh Old Town, Mr. Clark merupakan salah satunya yang melewati jalan terpencil ini, menemukan korban yang pingsan di tempat serta memanggil ambulans, sampai saat ini korban tidak sadarkan diri...

Zeline mengigit kuku jari, Sepasang mata biru turquoise yang bersembunyi di balik kacamata tebal nampak fokus pada video layar komputer di depannya. Dia sengaja melewatkan jam makan siang hanya untuk mencari tahu tentang kebenaran rumor para taring yang dibicarakan akhir-akhir ini.

Benar-benar sesuatu yang tidak bisa dia baikan begitu saja.

"Vampir itu cukup misterius dan menarik, bukan?"

"Gyaa!"

Zeline dikejutkan oleh keberadaan Athlas yang tiba-tiba berdiri di samping mejanya. Sontak saja, Zeline langsung menutupi layar komputer dengan kedua telapak tangannya meski sangat percuma, karena Athlas sudah terlanjur melihat.

Menelan saliva berat, dengan terbata Zeline bertanya, "K-kau... Kau ada perlu apa ke ruang guru?"

"Aku membawa tugas anak-anak di kelasku yang harus dikumpulkan pada saat jam makan siang," jawab Athlas sambil meletakkan beberapa tumpukkan buku di meja. Hari ini adalah hari kedua dia belajar di sekolah barunya.

Memang benar jika Zeline meminta salah satu murid untuk mengumpulkan tugas, tapi dia tidak berharap jika Athlas yang akan melakukannya.

Kini, Zeline merasa gelisah dan takut. Sebab hanya ada mereka berdua di ruangan ini, karena guru yang lain sedang menikmati makan siang mereka.

"Y-ya, terima kasih, kau boleh pergi..."

"Apa anda berfikir bahwa vampir itu ada, Miss?" tanya Athlas mengabaikan usiran sang guru matematika.

"Hal ini dilaporkan di media begitu sering, bahkan hampir tidak mungkin bahwa mereka hanyalah fiksi. Dan juga ada beberapa bukti yang menegaskan bahwa adanya keberadaan mereka," Zeline mau tidak mau menjawab, dia hanya ingin pemuda itu pergi setelahnya.

"Apa... Anda merasa jijik pada mereka?" Athlas justru kembali mengajukan pertanyaan, "Lagi pula mereka memakan darah manusia yang tidak bersalah. Kebanyakan manusia yang saya temui, nampaknya sangat membenci para vampir."

Manusia?

Zeline merasa janggal dengan apa yang dikatakan Athlas, terkesan menegaskan jika dia bukan manusia.

"Coba kita lihat.." Zeline menggaruk alisnya yang mendadak gatal, "Aku belum memikirkan sebelumnya, tapi kurasa mereka tidak menjijikkan. Pendapatmu akan berubah jika kau menjadi salah satunya."

Athlas nampak tertegun sesaat, lalu tersenyum miring.

Benarkah? Lantas apa yang akan kau lakukan jika tahu bahwa aku adalah seorang vampir?

Deg. Sontak jantung Zeline berpacu dengan cepat. Wajahnya menjadi pucat pasi.

Jadi Athlas...

Benar-benar seorang vampir?

_To Be Continued_

Terpopuler

Comments

。.。:∞♡*♥

。.。:∞♡*♥

wahhh seru banget ceritanya

2023-02-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!