Lebih Sakit Mental Daripada Fisik.

Immanuel berdiri di depan rumah sederhana saat mereka berdua membelinya dulu sebelum menikah, tangannya mengenggam handel koper. Sesekali dia menarik nafas menyesal, andaikan saja dia tidak tergoda dengan teman kerja wanitanya. Dia segera masuk ke dalam mobil, melajukan mobilnya menuju rumah Ibunya karena selama seminggu ini dia tinggal di rumah Ibunya.

Di dalam rumah Kendrick menyodorkan ari teh hangat pada Ameera yang masih gemetaran, "Kamu benar-benar gak terluka?"

"Ngga, makasih." Gelengnya seraya menerima gelas berisi air hangat.

"Kamu istirahatlah, biar malam ini aku menemanimu dan tidur di sofa."

Ameera mengangguk seraya menyeruput minumnya. "Aku akan ambilkan flashdisk sekalian selimut untukmu, kamu juga besok pagi pergilah. Bukannya aku mengusirmu tapi besok aku juga akan sibuk mengurus perceraian kami jadi aku tidak bisa bisa menemanimu."

"Tentu, tidurlah."

Ameera sekali lagi menyeruput minuman hangat di cangkir lalu beranjak pergi ke kamar mengambil flashdisk dan selimut kemudian kembali keluar. "Ini, sekali lagi terima kasih Kendrick." Tanpa bersemangat Ameera kembali ke kamar, kejadian barusan benar - benar membuatnya masih merasa kesakitan, bukan sakit fisik tapi mentalnya merasa sangat sakit. Dia tak menyangka pria yang pernah dia cintai setengah mati sejak masa kuliah dulu kini bukan saja pria itu berselingkuh tapi juga berani berbuat kasar padanya.

Ameera menutup pintu kamar menguncinya, seketika kaki goyahnya tak bisa menopang tubuh gemetarnya lagi lalu terkulai di depan pintu. Dia terisak menangisi hubungannya yang hancur begitu saja. "Hiks..." wanita itu memukul - mukul dadanya yang sakit.

Kendrick mendengar isak tangis Ameera, dia bangun dari sofa berjalan ke kamar wanita itu tapi dia hanya berdiri di depan pintu tanpa ingin menganggu Ameera yang sedang meluapkan rasa sedihnya. Seperti dia dulu menangis pilu saat melihat wanita yang dicintainya menikah dengan pria lain.

Kendrick kembali ke sofa, dia membaringkan tubuh tingginya tanpa ada niatan untuk tidur. Pagi - pagi sekali dia akan pergi sesuai keinginan Ameera tak ingin menganggu privasi wanita itu.

Semalaman akhirnya Kendrick benar - benar tak bisa tidur, dia hanya mendengarkan dengan setia suara tangisan menyayat hati dari dalam kamar. Dia ingat perkataan Ameera saat membuat perjanjian dengannya, wanita itu mengatakan dia tidak akan menangisi seorang pria saat suatu hubungan telah berakhir tapi Ameera juga hanya seorang wanita yang sudah kehilangan dunianya. Apakah saat nanti mereka berdua mengakhiri hubungan yang hanya sebatas perjanjian, wanita itu akan menangis seperti sekarang? Tidak bukan?

***

Ameera sedang mengompres mata bengkaknya setelah menangis semalaman, setelah tadi bangun dia teringat Kendrick diluar kamar, dengan cepat dia memeriksa tapi ternyata pria itu telah pergi sesuai keinginannya. Matanya berkeliling menatap ruangan yang sudah rapi, tidak ada pecahan atau barang berserakan.

"Apa pria itu yang membersihkannya? Sudah pasti iya, tapi aku tak menyangka rumah akan bersih seperti ini. Apa dia ahli kebersihan," Ameera menggeleng.

Siang hari dia segera memasukkan syarat - syarat perceraian beserta surat cerai yang sudah di tanda tangani ke Pengadilan Negeri. Setelah keluar dari kantor pengadilan, Ameera menatap langit cerah dia seketika tersenyum. "Ameera ayo jalani hidupmu, tanpa penyesalan dan tanpa melihat ke belakang." Dia tersenyum.

Derrrt... Derrt...

Ameera melihat ID pemanggil, Kendrick. "Ya."

"Kamu sudah menyelesaikan urusanmu? Sebentar lagi waktunya makan siang, ayo bertemu."

"Tentu, dimana?"

"Aku akan mengirim alamat hotelnya, mungkin bisa sekalian bawa pakaian yang kamu perlukan. Bukankah sebaiknya kamu tinggal di hotel untuk sementara waktu sebelum situasi aman atau mau tinggal di rumahku?"

"Hm tidak perlu ke rumahmu. Aku juga memang tidak ingin tinggal di rumahku lagi, mungkin aku akan menjualnya dan membagi uangnya dengan Immanuel karena bagaimanapun juga pria itu juga membayar sebagian untuk rumah itu."

"Ameera... Itu uangmu, kamu tidak perlu melaporkan semua kegiatanmu atau tindakanmu pada Immanuel padaku. Ingat, hubungan kita tidak termasuk ke dalam ranah pribadi. Aku hanya menyarankan kamu tinggal di hotel bukan memerintahmu."

"Aku mengerti, baiklah. Kirimkan aku alamat hotelnya, nanti biar aku yang memesan kamarnya langsung." Ucap Ameera.

"Ok. Aku tutup."

Ameera menatap layar ponselnya yang sudah padam, "Kenapa aku harus mengiyakan permintaan pria ini dengan berhubungan tanpa status dengannya?" geleng Ameera sedikit menyesali perbuatan menggodanya.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***