Alia menghentikan kakinya yang dipaksa berlari. Sorot matanya lebih tajam saat menatap wanita bernama Wilda yang terus menariknya hingga ke sudut kawasan bandara yang terlihat jarang dilalui.
"Astaga, Alia. Jangan melawan dulu. Aku harus memastikan kita aman. Percaya padaku, aku tak akan menyakitimu." Wilda mengeluh saat ia semakin sulit menarik Alia. Menariknya paksa secara lebih lanjut akan menyakiti Alia, jadi ia harus ikut berhenti sejenak.
Alia sangat terkejut saat Wilda menyebut namanya dengan ringan. Seingatnya, ia tak pernah menyebut namanya sejak tadi. Akan tetapi, wajah serius Wilda seakan membantu ucapan setengah paniknya yang hampir berubah jadi jeritan kecil itu. Alia jadi ikut berlari lagi saat tahu ada kemungkinan bahaya seperti yang Wilda katakan.
Mereka menuju salah satu bagian dimana sebuah mobil sudah terparkir rapi disana. Wilda membuka kunci mobilnya dalam jarak beberapa meter. Ia terlebih dahulu membukakan pintu untuk Alia
"Masuk ke mobil, Alia."
Alia menahan pertanyaannya, jadi ia ikut melompat masuk sesuai arahan. Wilda berlari memutari mobil dan masuk dengan cepat. Mesin mobil segera ia nyalakan dan dalam hitungan detik, Wilda membawa mobil itu melaju meninggalkan bandara. Membutuhkan waktu beberapa saat agar laju mobil bisa melambat, bersamaan dengan itu mereka juga mulai memasuki jalur padat.
"Astaga, untung saja."
Wilda melepas kacamata hitam beserta topi pinknya dan melemparkan benda-benda itu sembarangan ke dashboard mobil. Ia mengusap peluh yang membasahi keningnya. "Sudah lama sejak aku lari seperti tadi. Mungkin aku harus mulai berolahraga lagi."
Dalam situasi normal, Alia pasti akan memuji penampilan Wilda yang jauh lebih baik tanpa topi pink itu. Di mata Alia, rambut cokelat pendeknya itu terlihat keren. Namun, ia tak bisa menunjukkan ekspresi kagum itu sekarang. Alia justru menatap Wilda dengan ekspresi dingin. "Sekarang bisa anda jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?"
Walau ditatap setajam itu, Wilda hanya tersenyum kecil. Ia tak merasa tersinggung oleh sikap Alia. Bisa dibilang, jika ia yang ada di posisi Alia, pasti ia akan bersikap sama atau bahkan lebih parah lagi. Wilda harus memuji ketenangan Alia dalam situasi yang masih tak jelas ini.
"Aku sudah bilang, kan? Aku tak akan menyakitimu." Wilda tidak menjawab pertanyaan asli Alia.
Alia menatap jalanan. Ia bisa tahu kalau wanita di sebelahnya ini memang tak berniat jahat. Ekspresi Wilda memang sangat santai, seakan tak menganggap Alia di sampingnya. Meski begitu, Alia masih tak ingin menurunkan kewaspadaan.
"Kita akan kemana?" tanya Alia lagi.
"Pulang." Wilda mengedipkan sebelah matanya. "Ke Kota Barat. Tapi sebelum itu, akan kuantar kau ke tempat seseorang. Kalau bertemu dirinya kau mungkin bisa menghilangkan kecurigaanmu."
Alia ingin bertanya lagi, tetapi mengurungkan niatnya. Ia merasa siapapun yang dimaksud Wilda ini, akan menjawab seluruh pertanyaannya nanti. Alia hanya perlu menyiapkan beberapa rencana andai Wilda berbohong padanya.
"Oh, sepertinya kita perlu berkenalan ulang. Kali ini tak perlu berjabat tangan. Aku masih ingin hidup. Sekarang jam makan siang kantor. Jalanan akan padat sebentar lagi." Wilda berceloteh dengan riang. "Aku Wilda Naradani. Kalau kau kenal kedai kopi sederhana, WR Coffee, nah aku pemiliknya."
Alia melebarkan matanya. Ia tak berkata apapun, tapi juga tak menutupi keterkejutannya. Wilda tertawa kecil melihat reaksi itu.
WR Coffee tak bisa dikatakan sebagai kedai kopi sederhana. Di Kota Barat, itu tempat paling terkenal karena cabangnya yang hampir selalu berada di tempat paling strategis di Kota itu. WR Coffee juga dikenal sebagai tempat bersantai yang cocok untuk segala usia, bahkan bisa untuk tempat pertemuan formal.
Alia tak mungkin tidak merasa terkejut melihat orang sehebat dan sesukses itu sedang 'menculiknya" saat ini. Terlepas dari benar atau tidaknya pernyataan Wilda, Alia akhirnya merasa bisa bernapas dengan lebih santai. Ia bisa menilai bahwa Wilda adalah orang yang mampu mencairkan suasana dengan ucapannya yang ringan dan santai. Jika Alia tidak sedang dalam kondisi tegang, ia yakin bisa berteman akrab dengan Wilda.
"Apa kau tak ingin mengenalkan dirimu?" tanya Wilda setelah Alia hanya diam sela beberapa saat.
Alia menyipitkan mata. "Apakah itu perlu? Anda bahkan sudah mengetahui nama saya sebelumnya."
Wilda menoleh kaget, lalu menatap kosong ke depan, kemudian menatap Alia lagi. Ia melakukan itu sampai beberapa kali sebelum tertawa keras. "Hahaha! Astaga! Apa aku melakukannya tanpa sadar lagi? Aduh, pantas saja kau jadi sewaspada ini."
"Ya ampun, wanita itu hanya memberitahukan namamu. Tak ada yang kutahu tentang dirimu kecuali namamu, Alia Redalia. Aku ingin mengenalmu dengan lebih baik, mengingat kita akan melangsungkan kerja sama sebentar lagi," tambah Wilda dengan senyum lebar yang misterius.
Alia mencerna informasi yang didapatnya dalam diam. Ia kini tahu kalau kemungkinan besar, orang yang akan ia temui itu adalah seorang wanita. Kalau begitu kekhawatirannya berkurang sedikit. Ia menangkap beberapa hal lagi.
"Kerja sama? Kerja sama apa?" desis Alia.
"Aku tak bisa jawab sekarang. Kau akan tahu nanti," jawab Wilda enteng.
Alia sungguh punya banyak pertanyaan di kepalanya, tetapi ia memilih diam dan menghabiskan waktu dengan berpikir sembari menatap jalanan yang mulai padat.
Wilda juga tak lagi melanjutkan pembicaraan. Ia memutar musik dengan suara sedang, dan menikmati waktu berkendaranya dengan bernyanyi atau bersiul ringan.
Mobil melambat pada satu kawasan pusat belanja. Wilda mematikan musiknya dan mengambil tempat parkir di salah satu sudut.
"Alia, mengapa orang-orang selalu mematikan musik jika hendak memundurkan mobil seperti ini?" tanya Wilda tiba-tiba. Ia terlihat fokus pada usahanya memarkirkan mobilnya sendiri.
"bagaimana aku bisa tahu?" gumam Alia dengan suara sekecil mungkin. Dirinya bahkan menganggap itu sebagai fakta baru yang pernah didengarnya.
Wilda tersenyum puas setelah selesai memarkirkan mobilnya dengan baik. "Ayo keluar. Dia sudah menunggu di dalam."
Alia mengikuti Wilda keluar dari mobil. Wilda kembali menggenggam tangan Alia dan membawanya masuk ke pusat perbelanjaan itu. Mereka langsung menuju ke kafe yang ada di dalam. Alia semula mengira kalau orang yang dimaksud sedang menunggu itu sebenarnya belum datang. Selain mereka berdua, memang tak ada lagi pengunjung lain di kafe itu.
Satu hal yang sedikit aneh.
Terutama saat di jam makan siang ini, harusnya akan ada banyak orang yang memenuhi tempat seperti kafe untuk menuntaskan kebutuhan perut mereka. Terlebih melihat keramaian di pusat perbelanjaan ini secara keseluruhan.
"Ikut aku, Alia." Wilda memimpin jalan.
Alia pikir mereka akan mengambil satu tempat duduk. Namun, salah satu pelayan disana membawa mereka ke tempat lain di bagian dalam. pelayan itu terlihat sangat berhati-hati setelah Wilda menunjukkan sesuatu dari ponselnya. Alia dan Wilda dituntun pada sebuah ruangan berukuran sedang berlapis kaca yang memiliki bagian pemandangan paling baik.
"Silakan masuk disini. Untuk membuat pesanan, ada intruksi yang bisa diikuti berikut petunjuk lainnya. Saya izin mengundurkan diri. Jika ada kebutuhan atau keperluan lain, bisa menekan bel yang ada di meja dalam," ujar pelayan itu yang terlihat sedikit pucat.
Wilda mengangguk pelan. Ia membuka pintu ruangan di depannya setelah pelayan itu pergi.
Alia menarik napas, mengumpulkan kewaspadaan. Ia membiarkan Wilda menariknya ke dalam ruangan itu.
Seorang wanita dengan masker dan kacamatanya yang menutupi wajah sedang duduk di salah satu kursi dengan tatapan fokus ke ponsel di tangannya.
"Hei, aku membawanya!" seru Wilda riang.
Wanita itu mengangkat kepala. Ia sempat diam sejenak sebelum berdiri cepat dan beranjak ke tempat Alia.
Tanpa sadar, Alia mundur selangkah saat wanita itu mendekat. Tetapi disaat bersamaan, wanita itu melepas kacamata dan maskernya. Alia tertegun melihat mata amber indah dan senyum lembut di bibir wanita itu.
"Ta..." Alia tak melanjutkan kata-katanya.
"Ta?" beo Wilda sedikit heran saat melihat Alia yang nampak terkejut.
"Lama tak berjumpa, Alia." Wanita itu hanya berjarak beberapa langkah dari Alia. Dengan gerakan lembut, ia merangkulnya dan membawanya ke pelukan.
Alia tak menolak pelukan itu. Ia masih dikuasai kejut.
"Ta-tante Rinda!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments