Malam harinya, Elena berada di penginapan. Dia hanya sendirian sementara kucingnya — Aya — jalan-jalan di luar. Namanya juga makhluk nocturnal.
Sebuah "celah" berwujud garis hitam tercipta di udara kosong. Terbuka, celah tersebut membesar dan sosok pria keluar dari sana.
"Lama tidak jumpa, Noctis," sapa Elena.
"Jangan sok akrab denganku, gadis kecil." Noctis berdiri di depan Elena. Dia melipat kedua tangannya — bersedekap — sambil memandang acuh Elena. "Laporkan saja kemajuanmu ekspedisimu selama berada di dunia ini.
Noctis atau Raja Roh Dimensi. Roh sendiri adalah personalisasi atau kepribadian dari alam itu sendiri. Noctis, sebagai Raja Roh Dimensi, dia memiliki kemampuan untuk memanipulasi atau mengendalikan ruang spatial. Kemampuannya itu memungkinkan dirinya untuk membuka celah, bahkan sampai ke dunia lain. Kekuatan dimensi sebagai kekuatan yang merupakan anomali, benar-benar salah satu kekuatan terkuat.
Roh aslinya tidak memiliki wujud. Namun pengambilan atau pembentukan tubuh diperlukan untuk menunjukkan eksistensinya pada makhluk lainnya, atau dia hanya berupa makhluk astral yang gaib. Wujud dari Noctis sendiri berupa pria tinggi ramping dengan mata dan rambut hitam. Dia memiliki kulit kuning langsat. Di atas kepalanya, dia memakai mahkota (untuk pamer dan menyombongkan diri).
"Tidak ada yang istimewa," jawaban tidak niat Elena, "Sudah? Kau bisa pergi."
*Zrt!*
Bayangan bergerak di mengikat leher Elena. Seutas benang hitam melingkar di leher Elena.
"Jangan membuang waktuku, gadis kecil," ancam Noctis, "Bila mana aku berkehendak, niscaya kepalamu akan terputus dari tubuhmu."
Elena menelan ludahnya dan berkeringat dingin, "Ma-Maaf, maaf, aku hanya bercanda, hehe…."
"Jangan bercanda denganku, aku sibuk." Noctis menghilangkan benang bayangan yang melingkar di leher Elena. "Kau menjadi wakilku karena energi alam di sini buruk sehingga kekuatanku terbatas. Lagi pula, sejak awal penyelidikan ini sama sekali tidak memberikan keuntungan padaku. Murni ini adalah urusan dari kerajaanmu."
"Iya, deh. Aku 'kan sudah bilang 'maaf'? Apa masih kurang?"
"Bila semuanya bisa selesai dengan permintaan maaf, izinkan aku memotong tangan dan kakimu lalu akan meminta maaf," ujar Noctis, "Sudah! Kembali ke pembahasan awal. Bagaimana kemajuan penyelidikanmu selama di dunia ini?"
"Emm… tidak ada yang istimewa," jawab Elena, "Kebanyakan orang di dunia ini adalah manusia normal — tidak bisa membuat fenomena supranatural — tanpa kekuatan magis. Adapun beberapa yang dikatakan sebagai 'penyihir', aku masih kekurangan informasi."
"Bagaimanapun ini adalah zaman kegelapan di mana orang tak bersalah bisa dieksekusi kejam sebagai ahli nujum," tebak Noctis, "Tapi masih ada kemungkinan bila keberadaan penyihir itu nyata."
"Benar." Elena membenarkan. "Oh, selain itu 'EztEnd' mulai mengamuk di dunia ini. Informasi yang kutemukan sejauh ini; Mereka bermunculan secara acak. Mereka relatif mudah diatasi. Terima kasih atas Topi Ajaib yang kau pinjamkan padaku."
"Ya, sama-sama. Jaga topi itu baik-baik. Itu adalah item yang kuciptakan sendiri dengan kekuatanku. Topi itu terhubung ke dimensi alternatif tempat aku menyimpan barang-barang bagus. Mie instan juga ada kalau terdesak. Yang kuah tentunya."
"Jarang-jarang kamu buat item sendiri. Biasanya 'kan kamu 'mencuri'." Elena menatap datar Noctis. "Dan aku lebih suka mie goreng."
"Jangan salah sangka, gadis kecil. Aku tidak mencuri," Noctis berkata bangga, "Aku mengambil barang jarahan di tempat yang sudah 'kubersihkan'."
"Terserah bagaimana kau menyebutnya, Noctis," ucap Elena bernada tak menyenangkan, "Ngomong-ngomong, bagaimana dengan yang di dunia sana?"
"Jangan dipikirkan. Temanmu bersama pihak kerajaan sudah mengejar mereka. Kau cukup fokus dengan masalah di dunia ini."
"Yah, kalau itu mereka berdua aku yakin mereka tidak akan mati, sih."
"Baiklah, kalau begitu aku undur diri untuk malam ini."
Noctis masuk ke dalam celah yang sebelumnya ia ciptakan. Kemudian celah hitam itu tertutup kembali, meninggalkan Elena dalam kesendirian.
"Dasar, memiliki Raja Roh Dimensi sebagai rekan benar-benar berbahaya, ya." Elena tersenyum. "Tapi kadang dia juga punya sisi imut."
~
Di tempat lain, jalan-jalan malam Aya sampai di gang-gang sepi. Dia menemui banyak hal; anak muda yang berpacaran, orang-orang berpakaian preman, dan pergerakan aktivitas ilegal. Sebagai kucing dia sama tidak dicurigai. Siapa juga yang menyangka kalau seekor kucing bisa berbicara dan membocorkan apa yang ia lihat? Sampai ketika Aya kembali ke penginapan Elena, dia masuk lewat pintu depan, dia menguping percakapan seorang wanita dengan resepsionis.
"Permisi, apakah ada seorang gadis mengenakan topi aneh dan jubah hitam datang ke mari?" tanya wanita itu. "Oh, topi yang dia pakai berwarna hitam dengan ujung panjang yang meruncing," penjelasannya.
Mendengar deskripsi dari wanita itu, Aya sebagai hewan peliharaan yang baik tentu saja akan mengawasi informasi yang berhubungan dengan Elena.
"Maaf, tapi informasi apapun tentang pengunjung adalah rahasia. Kami tidak akan membocorkannya," jawab resepsionis.
"Kumohon! Ini sangat penting!" Wanita tadi menyatukan kedua telapak tangannya. "Aku harus bertemu dengannya."
Aya mendekat. Tidak seperti akan ada yang terganggu oleh kucing. Dia memandang wanita itu dengan seksama. Sosok wanita yang memiliki rambut pendek dengan gaya bob berujung rapi yang berwarna perak, pupil mata biru koral, dan pakaian layaknya pengelana. Tak lupa, dia membawa tas ransel besar dan sebilah pedang pendek terpasang di pinggangnya. Dari melihat saja, Aya berspekulasi dia pasti pengelana.
"{Mencurigakan.}" Aya menatap dengan mata curiga. Ekornya terangkat ke atas. "{Apa sebaiknya aku membawanya ke Elena, ya?}"
Kucing itu mengeong membuat wanita tadi tertarik perhatiannya. "Ah, kucing. Kenapa di tempat ini ada kucing."
Aya melompat ke meja, kemudian melompati lagi hingga mendarat di wajah wanita tadi. Tak ketinggalan, dia mencakar wajah perempuan itu. Dengan menahan kekuatan tentunya. Dia tak ingin membuat bekas cakaran di sana.
Perempuan tadi meronta dan melemparkan Aya. "Kucing sialan! Beraninya kau mencakar wajahku!" bentaknya penuh kekesalan.
Aya mendarat dengan mulus. "Nyan!" Dia berlari masuk lebih dalam ke dalam penginapan.
"Tunggu! Jangan kabur kau!"
~
"Hmm?" Elena merasakan sesuatu di kamarnya. Dia beranjak dari ranjang dan membuka pintu. Dari sana Aya segera masuk. "Ada apa?"
"{Ada yang mencarimu,}" Aya mengeong, "{Dia bukan teman, tapi juga bukan musuh.}"
"Baik, informasi diterima," jawab Elena datar.
Tak lama, suara teriakan penuh amarah terdengar. Jelas, itu adalah suara dari wanita tadi.
"Berhenti kau kucing kecil! Kembali dan akan kucabik-cabik kau!" Tanpa sadar dia masuk ke kamar Elena yang sebelumnya pintunya sudah terbuka. Kemudian….
*Bugh!*
Elena jatuh dari atas dan menindihi tubuh wanita berisik tadi. Dia mengunci gerakan wanita itu. "Apa kau tahu masuk ke kamar orang itu tidak sopan, Nona?"
"Ugh…." Wanita itu merintih. Dia merasa sakit agaknya. Berusaha melihat ke belakang untuk mengetahui apa yang menindihi tubuhnya, dia menemukan Elena bersama kucing di pundaknya. "Ah! Kamu 'kan! Gadis kecil yang melawan EztEnd tadi siang!"
Elena menguatkan kunciannya hingga wanita itu merasa lebih sakit. "Adududuh! Stop! Jangan dilanjutkan!"
"Harusnya kau tidak berteriak. Membocorkan rahasia orang juga tidak sopan," ucapan acuh Elena, "Dan siapa namamu?"
"Le-Lepaskan dulu, ku-kumohon!"
Elena yang tak peduli malah menguatkan kunciannya.
"Akh! Baik! Namaku Lisa! Aku seorang pengelana!"
Barulah Elena melepaskan kunciannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments