Menjelajah Dimensi Setelah Reinkarnasi: EztEnd

Menjelajah Dimensi Setelah Reinkarnasi: EztEnd

Gadis Kecil di Bar

Di dalam sebuah bar, seorang gadis kecil duduk di satu meja. Dia mengenakan jubah panjang dan topi melingkar dengan ujung runcing — topi penyihir — yang keduanya berwarna hitam hingga membuat penampilannya misterius. Rambutnya yang berwarna hitam gelap tergerai lurus berwarna hitam. Mata gadis itu terpejam. Dia terdiam dan memisahkan diri dari keramaian bar.

"Benar-benar berani, ya?" Seorang pria — yang merupakan pemilik bar — menyapa gadis itu. "Untuk gadis sepertimu berada di tempat orang dewasa. Tidak takut kalau ada yang 'memakanmu', gadis kecil?"

Gadis kecil itu membuka matanya dan menunjukkan pupilnya yang hitam seluruhnya. Dia menatap pria tadi dengannya. "Itu bukan urusanmu," ucapnya dingin, "Juga, aku sangat yakin dengan kekuatanku."

"Hahahaha… sangat berani, ya?" Pria tadi tertawa. "Apa yang ingin kau pesan? Kurasa kau masih terlalu muda untuk meminum bir."

"Dan aku tidak suka minuman yang memabukkan," tambah gadis itu. "Berikan aku jus jeruk. Akan enak kalau ada esnya."

"Dasar, apa kau pikir bisa mendapatkan es batu di musim panas?" celetuk si pria. "Sudahlah, kau tunggu saja. Akan segera kuurus pesananmu."

"Terima kasih."

Gadis kecil tadi kembali memejamkan matanya. Dia memfokuskan indera pendengar, mencuri dengar apa yang saling dibicarakan dan dibahas pengunjung lain. Ada yang bilang, bar merupakan tempat tukar-menukar informasi dan di sana ialah tempat tepat untuk mencari informasi yang tak resmi — gosip. Yah, sayang sekali kelemahannya adalah informasi yang didapat tidak jelas kredibilitasnya.

– "Katanya ada penyihir yang ditangkap."

– "Tch, mereka main tangkap saja."

– "Tidak bisakah mereka berhenti?"

– "Bukankah bagus bila mereka dieksekusi?"

– "Cara eksekusinya terlalu brutal."

– "Benar, ini sangat buruk."

Mendengarkan informasi simpang-siur yang didengarkan, gadis tadi pun membatin, 'Di dunia ini penyihir dibenci dan diburu, ya?' Dia menghela napas dan bergumam, "Merepotkan saja."

Selanjutnya orang tadi — pemilik bar tadi — menghantarkan gelas berisikan jus jeruk. Gadis itu kembali membuka matanya dan memandang gelas kayu yang digunakan.

"Silahkan pesananmu." Pria itu memberikan gelas yang diterima si gadis kecil.

"Terima kasih." Langsung saja gadis itu meminumnya.

Si pria pemilik bar tidak pergi, justru dia duduk di kursi samping gadis kecil itu. "Jika kau tidak keberatan, bisa kau ceritakan dari mana asalmu dan apa tujuanmu? Ini aneh ketika melihat seorang gadis kecil bepergian seorang diri."

Gadis kecil itu meletakkan gelas dan melotot.

"Ma-Maaf, tidak perlu menjawabnya."

"Tidak, tidak apa-apa," kata gadis itu, "Aku adalah pengelana, mudahnya begitu. Lalu tujuanku, begini-begini aku adalah pemburu penyihir."

"Pem-Pemburu penyihir?" Pria tadi bertanya-tanya. Dia terdiam.

Dari tempat lain, suara tawa keras terdengar. "Pemburu penyihir? Kau pikir gadis kecil sepertimu bisa melakukannya, hah!" cemoohnya, "Anak kecil sepertimu, sebaiknya kau minum jus dan bermain saja!"

Jelas, dia yang mencemooh adalah pelanggan lain. Sosoknya adalah seorang pria bongsor berotot dengan tubuh besar. Sangat berkebalikan dengan gadis kecil tadi yang memiliki perawakan kecil. Pria itu juga memiliki sebilah pedang yang disarungkan di pinggangnya. Penampilannya sendiri, dia nampak seperti orang yang menghabiskan waktunya di luar.

Lelaki yang mencemooh tadi seakan mengintimidasi. Namun si gadis kecil tetap tenang dan minum sisa jus dari gelasnya hingga habis. Sampai setelahnya, dia meletakkan gelas itu dan berdiri dari tempatnya. Matanya menuju ke pria tadi dengan dirinya yang terdiam.

"Apa? Apa kau tidak terima, gadis kecil?" gambar pria tadi.

"Paman, ada baiknya untuk tidak menilai orang dari penampilannya, lho."

Gadis itu melompat tinggi — melesat ke udara — dan dari balik jubah hitamnya, dia mengeluarkan sebilah wakizashi yang masih disarungkan. Sarung wakizashi tersebut terbuat dari kayu yang diproses hingga terlihat rapi, namun tanpa hiasan atau ukuran sama sekali, membuatnya memiliki kesan sederhana.

Gadis itu mengangkat wakizashi ke atas dan menebaskannya ke bawah\, tepat di arah pria yang mencemoohnya tadi. *Trank!* Pria tadi terkejut. Namun sempat dirinya menarik pedangnya dan menangkis tebasan wakizashi si gadis kecil.

*Tep!* *Clank!* *Trank!* *Tank!*

Kakinya mendarat ke lantai\, gadis kecil itu segera membebaskan pedangnya berkali-kali dengan tempo cepat dan dengan kekuatan yang terasa berat. Pria yang mencemooh tadi sampai terdorong mundur dibuatnya. Lalu pada serangan terakhir\, *Bagh!* gadis itu mengayunkan wakizashi mengincar maki si pria hingga membuat pria iti jatuh.

Gadis itu mengayunkan wakizashi beberapa kali di udara sebelum memasukkannya ke dalam jubahnya. "Merepotkan saja," gumamnya, "Aku tidak suka menggunakan kekerasan."

"He-Hebat." Pemilik bar terperangah. "Padahal kau masih muda, tapi bisa menggunakan teknik pedang sehebat itu."

Gadis itu melemparkan sebuah koin emas ke pemilik bar. "Ambil saja kembaliannya. Anggap sebagai permintaan maaf karena membuat keributan," katanya tanpa peduli, "Kuamati dari tadi, hanya kamu sendiri yang mengurus tempat ini. Hitung-hitung sedekah."

"Ta-Tapi, jumlahnya terlalu banyak. Aku tidak enak menerimanya!"

Gadis kecil itu acuh. Dia berbalik menghadap pintu ke luar dan melangkah.

"Tunggu! Setidaknya beritahu aku namamu!"

"Namaku?" Gadis kecil itu berhenti dan kembali berbalik memandang pemilik bar. "Namaku adalah Elena Madison." Dia tersenyum kecil. "Suatu hari aku akan membawa perubahan di dunia ini, ingat itu!"

~

Elena berjalan di jalanan ramai kota. Melangkah di bahu jalan, seekor kucing melompat dan mendarat di atas pundaknya.

"{Tidakkah kau merasa kau suka membual perkara?}" Kucing itu mengeong dengan bahasanya, tapi bisa dipahami oleh Elena saja — tidak dengan orang lain yang simpang siur. "{Mengatakan, 'Aku akan membawa perubahan di dunia ini’. Apa kamu tidak merasa malu?}"

"Itu bukan urusanmu, Aya," jawab Elena, "Yang lebih penting lagi, kita harus fokus dalam misi kita."

"{Iya, iya, terserah kau saja,}" jawab kucing itu — Aya — dengan tanpa niat, "{Aku masih penasaran kenapa kamu suka sekali disuruh-suruh. Mau saja dapat misi sampai ke dunia lain.}"

"Mau bagaimana lagi, 'kan?" kata Elena, "Musuh memang suka sekali membuat perkara—"

*Boom!*

Sebuah ledakan besar terjadi ketika Elena asyik bicara sendiri dengan kucingnya — Aya.

Orang-orang yang sebelumnya sibuk akan urusannya sendiri-sendiri berhenti mencari asal sumber ledakan. Mengambil kesempatan ketika perhatian orang-orang terpusatkan pada hal lain, Elena menghentakkan kakinya kuat-kuat ke tanah dan melompat-lompat ke langit.

"{U-Uwah, aku bisa jatuh!}"

*Tep!*

Elena mendarat di mantap salah satu bangunan. Jauh dari tempatnya, dia melihat awan debu membumbung ke langit.

Mata Elena yang berwarna hitam itu seakan berubah bak kaca. Ia memantulkan refleksi panorama yang Elena lihat dengan jelas, begitupun apa yang Elena lihat, dia mampu melihat dengan jauh lebih baik. Penglihatannya ditingkatkan berkali-kali lipat. Dari tempat ia berdiri saat ini, ia dapat melihat dengan jelas peristiwa yang terjadi ratusan meter di depannya.

"{Bagaimana menurutmu? Apa kita harus pergi ke sana?}" tanya Aya.

"Tentu saja," jawaban singkat Elena, "Pegangan yang kuat."

"{O~hohoho… aku suka perjalanan ini.}"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!