Sahira baru saja membereskan hukumannya untuk membersihkan toilet kantor, ia pun berniat kembali bekerja dan menaiki lift seperti biasanya. Sama dengan sebelumnya, kini Sahira pun juga sedikit was-was saat hendak menekan tombol lift dan masuk ke dalam sana.
Bayangan mengenai tragedi beberapa waktu silam terus terbayang di benaknya, entah sampai kapan Sahira akan terus mengalami hal itu saat ia menaiki lift. Jujur saja Sahira sudah sangat muak dengan semua itu, ia ingin segera menghilangkan rasa trauma di dalam dirinya.
"Duh, naik lift lagi deh. Gue itung-itung hari ini ada kali lima kali bahkan lebih gue naik turun lift, capek banget rasanya harus terus-terusan trauma kayak gini!" gumam Sahira.
"Sahira!" panggilan tersebut membuat langkah Sahira terhenti dan tidak jadi menekan tombol lift, ia menoleh ke belakang lalu menemukan Saka.
"Pak Saka?" ucap Sahira lirih.
Saka berhenti tepat di hadapan gadis itu, ia tersenyum dan bersikap seperti biasa. Sedangkan Sahira sendiri terlihat gugup sebab kini dirinya penuh keringat, ia khawatir Saka akan merasa risih jika berada di dekatnya. Sebab itu Sahira berusaha menjauh saat Saka mendekatinya.
"Kamu mau naik lift kan? Yuk saya temani, supaya kamu gak trauma lagi!" ucap Saka.
"Tapi pak, saya takut lepas kontrol kayak waktu itu. Saya malah peluk-peluk bapak dan pingsan deh, jadi ngerepotin bapak kan," ucap Sahira.
"Gak masalah, saya suka kok bantu kamu. Apalagi kamu itu kan karyawan di kantor ini," ucap Saka.
"Bapak yakin mau bantu saya? Apa bapak gak akan nyesel seperti pak Alan?" tanya Sahira memastikan.
"Kamu jangan samakan saya dengan Alan, Sahira! Saya dan dia itu berbeda, dari sikap aja pasti kamu sudah tau kan," ucap Saka.
Sahira tersenyum tipis, "Iya pak, tapi tetap aja saya gak enak ngerepotin bapak terus. Lagian saya mau belajar naik lift sendiri kok pak," ucapnya.
"Tadi kamu udah naik lift sendiri kan? Terus gimana hasilnya?" tanya Saka.
Sahira menggeleng pelan, "Enggak pak, saya gak sendiri. Tadi saya minta ditemani sama karyawan sini juga, soalnya saya masih takut." jawabnya.
"Wajar sih, yaudah yuk kita masuk!" Saka tiba-tiba saja menggenggam tangan Sahira dan membuat jantung gadis itu berdetak kencang.
Ting
Tak lama, pintu lift terbuka. Saka langsung menarik tangan Sahira dan membawanya ke dalam lift tersebut, tak ada penolakan dari Sahira sebab tangannya juga dicengkeram kuat oleh pria itu.
"Kamu mau tau cara biar gak trauma lagi sama lift?" tanya Saka.
Sahira mengangguk sebagai jawaban.
"Tutup mata kamu! Jangan lihat sekitar, saya yakin itu bisa sedikit meredakan trauma kamu!" sambung Saka.
Sahira mengernyit heran, tapi ia tetap melakukan apa yang diperintahkan Saka dan mulai memejamkan mata. Saat lift bergerak, Sahira tampak panik namun tak sepanik saat ia membuka matanya.
"Bagaimana? Sudah lebih baik dari sebelumnya?" tanya Saka.
"I-i-iya pak, ini lumayan." Sahira menjawab sambil tersenyum, dan tiba-tiba Saka merangkul serta mengusap rambutnya.
•
•
Ting
Akhirnya lift terbuka, Sahira yang masih memejamkan mata kini tampak menikmati rangkulan yang diberikan Saka padanya. Namun, tanpa ia sadari saat ini berdiri seorang pria di depan lift yang tengah menatap ke arah mereka dengan tatapan tak percaya disertai mulut terbuka sedikit.
Saka reflek terbelalak saat melihat adiknya berada di depan sana, ia berjalan keluar dari lift bersama Sahira di sampingnya yang belum kunjung membuka mata. Saka pun juga masih merangkul pundak gadis itu meski Alan tengah menatapnya seolah bertanya-tanya.
"Pak, kita udah keluar kan? Saya boleh buka mata saya sekarang gak?" tanya Sahira.
"Eee ya Sahira, buka aja mata kamu!" jawab Saka.
Sahira pun mengangguk pelan, ia mulai membuka mata dan betapa terkejutnya ia ketika melihat Alan berada di depan sana. Sontak saja ia reflek menjauh dari rangkulan Saka agar Alan tidak menaruh curiga padanya, tapi terlambat sebab Alan sudah melihat semuanya sedari tadi.
"Pak Alan? Pak, ini gak seperti yang bapak pikirkan. Saya sama pak Saka gak ada apa-apa kok, tadi kita cuma naik lift seperti biasa," ucap Sahira gugup.
"Saya gak perduli." Alan menghela nafas dan berjalan melewati keduanya dengan tangan ditaruh di saku celana, ia memasuki lift lalu pergi dari hadapan Saka serta Sahira.
"Duh, gimana ini pak? Pasti pak Alan salah paham deh sama kita," uang Sahira panik.
"Sssttt, buat apa kamu panik begitu Sahira? Kayak abis kepergok selingkuh aja," ucap Saka.
Deg!
Sahira terdiam, benar juga yang dikatakan Saka padanya barusan. Untuk apa ia harus panik seperti ini dan khawatir Alan akan salah paham padanya, toh ia hanya karyawan di perusahaan itu dan Alan adalah bosnya. Lagipun, diantara ia dengan Saka juga tidak ada hubungan apa-apa.
"Sudahlah, kamu gak perlu cemas atau panik! Saya yang akan jelaskan ke Alan nanti di rumah, sekarang mending kamu balik kerja dan gausah terlalu mikirin soal ini ya!" ucap Saka menenangkan Sahira.
"Baik pak, kalau begitu saya permisi ya? Sekali lagi makasih atas bantuannya, saya benar-benar beruntung banget bisa kenal sama bapak yang baik hati ini!" ucap Sahira.
"Sama-sama Sahira, saya juga mau pergi. Kamu semangat kerjanya!" ucap Saka.
"Pasti pak," ucap Sahira sambil tersenyum.
Di luar dugaan, Saka mengusap puncak kepala Sahira dan mencubit pipinya sesaat sebelum ia pergi dari sana. Hal itu sontak membuat Sahira terkejut, lagi-lagi ia berada di fase yang sangat sulit untuk diartikan.
•
•
Pekerjaan yang melelahkan, membuat Sahira membutuhkan istirahat sebentar agar dirinya bisa lebih rileks saat melanjutkan kerjaannya nanti. Ia pun pergi ke kantin seorang diri hanya untuk sekedar memesan minuman, namun ia tak tahu kalau hal itu justru akan menjadi masalah baginya.
Ya benar saja, Sahira bertemu dengan Alan yang saat itu juga berada di kantin. Sontak saja Sahira langsung merasa panik, apalagi ketika Alan menatapnya dan berjalan ke arahnya dengan tatapan dingin. Sungguh Sahira merasa dalam bahaya saat ini, namun ia juga tak bisa melakukan apa-apa untuk menghindari bosnya itu.
"Ohh, begini kerja kamu ya Sahira? Selain suka menggoda kakak saya, ternyata kamu juga hobi nongkrong di kantin. Benar-benar pilihan yang salah karena saya sudah terima kamu bekerja disini, saya menyesal Sahira!" tegur Alan.
"Pak, ini gak seperti yang bapak pikirkan pak. Saya baru datang kok, saya cuma mau istirahat karena capek abis kerja," ucap Sahira.
"Cih alasan! Kamu pikir saya ini kakak saya yang mudah kamu perdaya? Dengar ya Sahira, saya ini berbeda dari dia dan saya gak akan semudah itu percaya sama kamu!" ucap Alan.
"Terserah bapak deh, saya beneran kok baru sampe. Kalau bapak gak percaya, bapak bisa tanya sama ob atau karyawan yang lain!" ucap Sahira.
"Gak perlu, saya yakin sama kata-kata saya. Kamu itu emang pemalas Sahira, kerja gak bener tapi maunya istirahat terus. Lama-lama saya pecat juga kamu!" ucap Alan mengancam.
"Saya salah apa sih sama bapak? Kenapa bapak gak suka banget sama saya?" tanya Sahira.
"Salah kamu itu banyak Sahira, dan ingat kamu masuk kesini juga karena orang dalam. Jadi, saya akan terus pantau kinerja kamu!" ucap Alan.
"Bapak salah, saya bekerja disini bukan karena orang dalam kok. Tapi, karena saya memang pantas berada disini. Tolong ya bapak kalo ngomong itu dijaga!" sentak Sahira.
"Kenapa kamu marah? Gak terima sama kata-kata saya barusan? Yaudah, makanya kamu kerja yang bener dong biar saya senang!" ucap Alan.
"Selama ini saya sudah berusaha melakukan yang terbaik ya pak untuk perusahaan ini, tapi bapak aja yang gak pernah anggap kinerja saya!" tegas Sahira.
"Oh ya? Kalo gitu ngapain kamu malah disini saat jam kerja berlangsung? Ingat ya Sahira, waktu istirahat itu sudah ada sendiri dan kamu gak bisa mampir ke kantin disaat jam kerja!" ucap Alan.
"Lah terus bapak ngapain kesini? Ini kan bukan jam istirahat," ucap Sahira.
"Saya kan bos disini, jadi suka-suka saya lah!" ucap Alan dengan pede.
"Dih, dimana-mana bos itu harus memberikan contoh yang baik sama karyawannya. Gimana karyawannya mau pada disiplin coba kalau bosnya aja kayak gini?" cibir Sahira.
Alan memandang kesal ke arah Sahira, "Kamu benar-benar kurang ajar ya Sahira! Lihat saja, saya akan tambah hukuman kamu!" ucapnya.
"Yah jangan dong pak! Saya baru aja selesai jalanin hukuman dari bapak, masa saya harus kena hukuman lagi?" ucap Sahira memelas.
"Saya gak perduli!" ujar Alan.
Pria itu berbalik dan hendak pergi meninggalkan Sahira yang masih cemberut disana, namun tanpa diduga Saka justru hadir mencegahnya sehingga Alan terpaksa berhenti sejenak.
"Gue mau bicara sama lu, jangan semena-mena sama karyawan lu Alan!" ucap Saka.
...~Bersambung~...
...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Nur Afwa
knpa sahira trouma.
2023-06-27
1