Sahira serta Alan akhirnya kembali ke kantor setelah mereka menyelesaikan meeting hari ini, keduanya terlihat lelah sebab harus melakukan meeting dua kali berturut-turut dalam waktu yang singkat. Terlebih ini adalah momen pertama bagi Sahira, itu sebabnya ia merasa sangat lelah.
Namun, Alan seolah tak perduli dengan itu. Ia malah menyuruh Sahira untuk bersiap kembali bekerja hari ini, tidak ada waktu istirahat karena alasannya Sahira sudah diberi makan setelah meeting tadi. Menurut Alan, hal itu sudah tepat dan Sahira sendiri juga tidak bisa menolaknya.
"Ayo Sahira, masih banyak yang harus kamu kerjakan sebagai seorang sekretaris! Kamu tunjukkan ke saya, kalau kamu memang pantas jadi sekretaris saya!" ujar Alan.
"Iya pak, saya juga tahu kali. Tapi, biarin saya istirahat dulu dong pak. Capek tau abis meeting dua kali berturut-turut," keluh Sahira.
"Oh kamu ngeluh? Kamu capek? Kalau mau istirahat, yaudah kamu boleh pulang kok Sahira. Tapi, jangan balik lagi ya!" ucap Alan.
"Ih bapak mah bercandanya gak lucu!" kesal Sahira.
"Siapa yang bercanda? Saya serius loh ini, kamu mau kerja atau istirahat? Saya gaji kamu bukan untuk main-main ya Sahira!" tegas Alan.
"Iya iya pak, yah elah pelit amat sih!" kesal Sahira.
Gadis itu akhirnya melangkah lebih dulu, meninggalkan Alan yang masih menatapnya dengan tajam di dekat mobil. Langkah Sahira terhenti saat melihat sosok Awan tengah berada di depan kantornya, karena penasaran ia pun menghampiri pria tersebut.
"Bang Awan?" Sahira menegurnya, membuat sang empu terkejut lalu menoleh.
"Eh Sahira? Syukurlah kamu datang!" ucap Awan tampak antusias.
"Bang Awan ngapain di tempat kerja aku? Ada urusan apa?" tanya Sahira kebingungan.
"Eee aku kesini antar ibu kamu, dia tadi maksa banget minta datang kesini. Maaf ya Sahira, aku gak bisa cegah ibu kamu," jawab Awan.
"Apa? Jadi ibu datang kesini? Duh, kok bisa sih? Perasaan aku gak pernah kasih tau dimana tempat aku kerja ke ibu deh," heran Sahira.
"Iya Sahira, yang kasih tau itu si Cat teman kamu. Makanya ibu kamu bisa kesini," ucap Awan.
"Aduh, terus sekarang ibu dimana bang?!" tanya Sahira panik.
"Ibu kamu udah masuk ke dalam, tadi sih ada laki-laki orang kaya gitu yang nemenin ibu kamu masuk. Aku juga gak tahu siapa orangnya," jawab Awan dengan jelas.
"Laki-laki? Duh, siapa ya orangnya? Aku jadi khawatir sama ibu, kalo gitu aku masuk dulu deh buat cek. Makasih ya bang Awan," ucap Sahira.
"Iya Sahira," singkat Awan.
Sahira pun beranjak pergi dari sana dengan cepat, ia tidak mau sesuatu terjadi pada ibunya. Sedangkan Alan hanya kebingungan melihatnya dari jauh, ia belum mengerti apa yang terjadi sebenarnya sehingga Sahira begitu panik.
•
•
Sementara itu, Saka meminta Fatimeh duduk menunggu di ruangan Sahira. Ia sengaja membawa Fatimeh kesana lantaran Fatimeh berkata ingin bertemu dengan Sahira, dan hanya tempat itulah yang cocok untuk Fatimeh menunggu anaknya.
"Bu, ibu tunggu disini dulu ya? Sahira nya masih ada meeting di luar, tapi mungkin sebentar lagi balik kok," ucap Saka.
"Ah iya pak Saka, jadi ini ya ruang kerja anak saya? Wah bagus banget!" ucap Fatimeh.
"Betul Bu, ini tempat Sahira bekerja. Dia kan sebagai sekretaris di kantor ini, makanya dia diberi fasilitas seperti ini," ucap Saka.
"Oalah, berarti gajinya besar ya pak?" tanya Fatimeh.
Saka terkekeh kecil, "Iya Bu, pastinya begitu. Memang ada apa ya Bu? Apa ibu khawatir kami tidak menggaji Sahira sesuai dengan aturan yang berlaku?" heran Saka.
"Bukan gitu pak, saya cuma tanya aja. Soalnya Sahira tiap kali ditanya soal gaji, dia selalu tutup mulut alias gak mau jawab," ucap Fatimeh.
"Ohh, mungkin dia malu kali Bu," ucap Saka.
"Loh kenapa harus malu? Kalau gaji besar ya gak harus malu dong," ujar Fatimeh.
"Iya sih," lirih Saka.
Fatimeh beranjak dari kursinya, ia berjalan mengelilingi ruangan itu sembari melihat-lihat isi yang ada disana. Saka hanya terdiam melihatnya, ia tidak melarang Fatimeh melakukan apapun yang dia suka sebab Saka tidak ingin durhaka karena melawan orang tua.
"Kayaknya ada yang kurang nih dari ruangan ini," ucap Fatimeh sambil mengetuk jarinya ke dagu.
"Oh ya? Apa tuh Bu yang kurang?" tanya Saka.
"Disini gak ada tv, jadinya saya kan gak bisa nonton tv sambil nungguin Sahira. Gimana sih kamu? Kok gak dikasih tv disini?" jawab Fatimeh.
"Eee itu bukan kewenangan saya Bu," ujar Saka.
"Loh gimana? Katanya kamu bos disini, masa yang kayak gini aja bukan wewenang kamu? Terus ke siapa dong saya harus protes?" heran Fatimeh.
"Ahaha, iya Bu saya memang masih pemilik sah perusahaan ini. Tapi, yang atur semuanya itu kan adik saya Bu. Dia itu lah bosnya Sahira yang sekarang lagi meeting bareng," ucap Saka.
"Ohh, kenapa gak bilang daritadi? Sia-sia aja dong saya ngobrol sama kamu," ujar Fatimeh.
Saka terkekeh sambil menggeleng pelan, lalu tak lama pintu ruangan itu terbuka dan membuat keduanya terkejut.
Ceklek
"Ibu?!" Sahira lah yang datang, Fatimeh pun tersenyum lebar kemudian menghampiri putrinya.
•
•
Malam harinya, Alan menghampiri Saka yang sedang berdiri di dekat kolam renang sembari menatap langit yang gelap dipenuhi bintang kecil. Alan tampak penasaran melihat abangnya yang asyik melamun disana, tidak biasanya memang Saka seperti itu.
"Oi bang, lu ngapain ngelamun aja kayak gitu disini? Galau ye gara-gara diputusin sama ci Nata? Yah elah lupain aja kali bang, kan lu bisa cari cewek yang lain!" ujar Alan.
"Apa sih? Justru gue lagi bahagia sekarang, gue gak nyangka bisa ketemu cewek yang asyik dan baik banget," ucap Saka.
"Ohh, jadi lu udah ada gacoan baru? Siapa namanya? Kenalin dong ke gue!" ucap Alan.
"Lo udah tahu kok orang yang gue maksud itu siapa," ucap Saka sambil tersenyum tipis.
"Hah? Emang siapa bang? Dia teman dekat lu yang gue kenal juga?" tanya Alan penasaran.
"Udah deh Lan, lu gausah kepo urusan gue. Mending lu urus aja urusan lu sendiri, kapan tuh lu mau lamar cewek lu?!" ucap Saka.
"Yeh ngapa jadi bahas gue sama Shani sih? Gue belum siap nikah bang," ucap Alan.
"Kalau Shani keburu diambil orang lain gimana? Emang lu siap kehilangan dia, kayak gue kehilangan Nata?" tanya Saka.
"Enggak lah, gue cinta banget sama dia. Gue juga yakin kalau dia rasain hal yang sama," jawab Alan.
"Terlalu pede itu gak baik, nanti jatuhnya sakit kalau gak sesuai kenyataan. Bisa aja Shani udah punya hubungan sama yang lain," ucap Saka.
"Apaan sih bang? Jangan bilang gitu dong, bikin parno aja lu!" kesal Alan.
Saka terkekeh kecil, reaksi adiknya sangat menggambarkan ketakutan di dalam dirinya. Tampak sekali Alan tidak siap jika harus ditinggal oleh Shani yang merupakan kekasihnya.
...~Bersambung~...
...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments