Pernikahan baru saja selesai. Hiyola memilih duduk di kursi pelaminan tanpa berniat menyapa para undangan, yang tidak satupun ia kenal.
Ada beberapa undangan yang datang menyapanya sembari menyebut nama Kimberly, bahkan ada yang mengatakan bahwa Hiyola cantik seperti gosip yang sering mereka dengar. Tapi, Hiyola sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya mereka maksud. Yang ia tahu hanya saat ini dirinya telah resmi menjadi istri dari pria yang baru ia kenal beberapa jam yang lalu.
Dengan di penuhi kesuntukan, Hiyola kembali menikmati kue yang tadi diantar pelayan, matanya pun terus memandang jauh kearah para undangan. Setelah di lihat –lihat, ternyata kebanyakan dari undangan yang hadir tidak memiliki ciri wajah seperti orang Asia, mungkin mereka adalah keluarga Tuan Roberth dari luar negri.
“Tidak bergabung, Nona Kim?”
Hiyola menoleh, seorang pria asing saat ini tengah brbincang dengan nya, aksen Indonesia pria ini pun tidak begitu lancar menurut pandangan Hiyola.
“Ah, tidak.” Jawab Hiyola sungkan. Ia kemudia kembali memalingkan wajah nya dari pria itu.
“Kau cantik, seperti yang sering ku dengar.” Ujar pria itu lagi.
Dalam hati Hiyola ingin berteriak sekeras mungkin bahwa yang kau katakan itu omong kosong, karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang mengenal ku. Sialan! Namun, di tahan.
Merasa risih, Hiyola akhirnya membuat alasan untuk pergi dari sana.
“Maaf, saya harus kesana dulu.” Ujarnya sembari tersenyum kaku. Senyum yang tidak ikhlas.
***
Diantarkan oleh Petra, Hiyola duduk di kursi belakang, ini adalah kesempatan terakhir untuk dirinya bertemu Miona.
Sepanjang perjalanan Hiyola membuang muka ke luar jendela mobil. Tangan kanan nya mnggenggam kartu kredit dan juga kartu tabungan, mata nya melirik jam pada arloji coklat. Waktu sudah menunjukkan pukul 19.03 tidak terasa langit sudah menggelap. Semakin kesini Hiyola merasa semakin tercekik, seolah ia tidak di beri kesempatan untuk bernafas.
Tak lama kemudian, mobil memasuki area rumah sakit. Setelah terparkir, Hiyola bergegas turun dan berlari untuk menemui Miona sementara Petra mengekori dari belakang.
“Kak Hiyo…” Teriak Miona begitu melihat sang kakak yang berlari ke arah nya.
Sesaat setelah mendapati Miona, Hiyola langsung membawa sang adik dalam pelukan nya, air mata yang coba Hiyola tahan sejak sehari suntuk keluar begitu saja tanpa mampu ia cegah. Gagasan untuk menyuruh sang adik keluar kota bersama bibi Alya semakin berat untuk di utarakan.
Sambil sesegukan, Hiyola melepaskan pelukan nya. Di tatapnya wajah Miona lekat. Ada perasaan tak sanggup, namun Hiyola tidak punya pilihan lain. Miona akan sangat marah padanya jika ia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Miona juga pasti tidak akan pergi meninggalkan nya jika tahu kenyataan yang Hiyola hadapi saat ini.
“Apa yang terjadi, Kak Hiyo?” Tanya Miona yang merasa khawatir. Ini pertama kali Miona melihat Hiyola menangis sejak di tinggal ibu mereka. Apa yang sebenarnya terjadi?
Hiyola menggeleng sebentar kemudian tersenyum. Walau terpaksa, ia harus bisa meyakinkan Miona untuk pergi bersama bibi Alya.
Akhirnya setelah di bujuk berkali-kali, Hiyola berhasil meyakinkan Miona untuk pergi. Sementara Hiyola memberi alasan bahwa ia harus menetap untuk melunasi uang pinjaman.
Awalnya Miona sempat protes, ia takut kalau kakaknya mungkin meminjam dari rentenir, untung saja ada Petra yang membantu mangatakan bahwa uang pinjaman didapatkan dari perusahan tempat Hiyola bekerja jadinya Miona langsung setuju dan saat itu juga sang bibi segera di tangani.
***
Seusai mengantar bibi Alya dan Miona ke bandara, Petra langsung mengantar Hiyola ke rumah yang akan ia tempati bersama Roberth.
Perjalanan panjang membawa Hiyola memasuki kawasan dengan sebuah rumah berlantai dua yang berada di tengah halaman besar yang di kelilingi tembok beton tinggi.
Dinding dan pintu rumah mewah itu bergaya sederhana, menggunakan bahan kaca transparan, kemudian di bagian depannya terdapat taman minimalis yang ditanami beberapa macam tanaman serta pohon.
Di bagian depan rumah juga terdapat banyak lampu sehingga rumah minimalis yang terkesan mewah ini terlihat bercahaya. Di bagian taman juga dihiasi lampu taman menarik, berbentuk persegi panjang dengan posisi berdiri.
“Nona Hiyola, anda boleh turun sekarang.” Seru Petra membuyarkan lamunan Hiyola yang bahkan tidak tahu kapan pria itu turun.
Segera setelah Hiyola turun, Petra menunduk hormat, kemudian kembali ke dalam mobil.
“Tuan Petra, terimakasih untuk yang tadi.” Ucap Hiyola tulus ketika petra sudah berada di posisisnya. Tidak ada nada tidak senang seperti sebelum nya.
Petra lalu mengangguk, “Sama-sama Nona Hiyola. Sudah menjadi tugas saya untuk memastikan anda kembali. Dan yah, cukup panggil saya ‘Petra’." sahut Petra kemudian mulai melaju pergi. Ingin rasanya Hiyola menarik kembali kata-katanya, sayang pria itu sudah menghilang.
Setelah kepergian Petra, Hiyola kembali berbalik menatap rumah besar di sana. Kedua tangan nya memegang dada di tempat jantungnya berada.
Sambil berjalan, Hiyola mulai menarik dan membuang nafas kasar. Sesuatu yang menunggu di depan sana akan menjadi nasib nya sekarang.
Tanpa ragu-ragu Hiyola mulai memegang ganggang pintu lalu mendorongnya pelan namun, betapa terkejutnya Hiyola saat menyaksikan pemandangan yang di suguhi Roberth.
“Huwaaa….!” Pekik Hiyola melengking seraya menutup mata dengan kedua tangan nya. Roberth menoleh sebentar karena merasa terganggu.
“Apa yang kau lakukan disini?” ujarnya heran, namun kembali pada kegiatannya menonton TV.
Tapi bukan itu masalah nya, yang menjadi masalah, pria itu duduk dengan badan setengah telanjang, sementara bagian bawahnya di tutupi handuk yang lumayan pendek, tidak seperti kebanyakan orang pada umumnya.
“Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah seharusnya kau bersama keluarga mu?” Tanya Roberth sekali lagi masih dengan pandangan lurus ke arah TV.
“Harusnya saya yang tanya! Kenapa Tuan berada di ruang tamu dengan kondisi sek si seperti ini? Apa Tuan punya gangguan Hormon? Apa tuan ini pria mesum?” sahut Hiyola beruntun.
Roberth lantas menghentikan aktifitasnya. “Apa kata mu? Mesum? Apa kau tahu berapa banyak wanita yang rela membayar demi melihat tubuh ini? Hah!” ujarnya datar.
Memangnya apa yang salah? Menurut Roberth dirinya saat ini tidak dalam kondisi yang tidak pantas untuk di lihat .
“Membayar? Apa semua orang seperti kalian pada dasarnya memang sama-sama mesum?”
Sungguh jawaban yang di luar ekspetasi. Berani sekali Hiyola mengatainya mesum. Roberth semakin yakin bahwa Hiyola bukan seorang wanita berusia 25 tahun. Bagaimana bisa seorang wanita dewasa malah bereaksi seperti itu? Ditambah reaksinya saat tanda tangan kontrak tadi juga sedikit mencurigakan.
“Kau ini benar-benar wanita berusia 25 tahun kan?” Tanya Roberth yang sudah berdiri dari posisinya.
“Apa hubungan nya dengan ini?” sahut Hiyola kembali bertanya.
“apa kau belum pernah melihat tubuh pria?” Tanya Roberth tanpa sensor .
Hiyola lantas melepaskan kedua tangan nya. Apa maksud Roberth dengan bertanya seperti itu? “Maksud tuan seorang wanita berusia 25 tahun wajib melihat tubuh pria? Begitu?” tuding Hiyola lagi. Memangnya semua orang dewasa wajib melihat tubuh satu sama lain?
Roberth membuang nafas berat. Hiyola memang wanita yang aneh, kenapa juga ia harus selalu menjawab pertanyaan nya dengan tudingan tak berdasar? Lagi pula ia tidak sepenuhnya telanjang sampai wanita ini harus berkata begitu.
“Berbicara dengan mu buat pusing saja, masuklah, aku akan menjelaskan beberapa peraturan untuk mu.”
Tapi bukannya beranjak masuk, Hiyola malah beringsut mundur. “Menjelaskan dengan kondisi seperti ini?” Tanya Hiyola semakin melebarkan matanya karena Roberth yang tidak beranjak dari posisi.
“Ya! kenapa tidak? Ini rumahku, jadi terserah pada ku.” Dengan santainya Roberth kembali duduk sambil menatap Hiyola menantang. “Kau mau kemari atau berdiri saja di situ?”
“Ya tuhan, kau benar-benar pria mesum.” Pekik Hiyola yang langsung berlari keluar. Dirinya bahkan tidak peduli lagi dengan peraturan berbicara formal.
***
Dua jam sudah Hiyola duduk di kursi depan tubuh bahkan sudah mulai menggigil, namun tidak sedikitpun ia berniat untuk masuk.
Bahkan jika harus bermalam di luar ia rela, asalkan tidak berada dalam jangkauan Roberth, si pria tampan yang sayang nya mesum. Entah perkara apa lagi yang harus ia hadapi, setelah ini.
Tidak berselang lama, Hiyola mendadak di kejutkan dengan tepukan di pundak nya. Secepat kilat Hiyola kembali menutup matanya.
“Hei! Saya sudah berpakaian. Buka mata mu.”
Hiyola menurunkan perlahan tangan nya, Kemudian membuka mata. Pandangannya tertuju pada Roberth yang berdiri di kanan nya.
Benar saja, saat ini Roberth sudah berpakaian. Dia mengenakan sweatshirt berwarna biru donker lengan panjang, yang di padukan dengan celana panjang berbahan katun, sangat jauh dari kata seksi.
“Masuklah.” Perintah Roberth, yang kemudian berjalan lebih dulu lalu di ikuti Hiyola.
Mereka lalu duduk di depan Tv, walaupun sudah berani menatap nya, Roberth bisa tahu dari tatapan Hiyola kalau wanita itu masih waspada. Dan hal itu semakin membuat Roberth jengkel.
“Berhenti menatap saya seperti itu. Saya bukan pria mesum seperti yang kamu pikirkan.”
Melihat Hiyola yang tampaknya mau berkomentar, Roberth secepat mungkin menyela.
“Kamar mu akan berada tepat di samping kamar saya.” Tunjuk Roberth ke lantai dua di atas.
“Bukan kah ada satu kamar di lantai ini? Sebaiknya saya di sana,” protes Hiyola sambil menunjuk sebuah kamar yang berada tepat di samping dapur yang terlihat jelas dari tempat nya duduk.
“Kau itu berstatus sebagi istri, bagaimana bisa kau tidur di kamar pembantu?”
Hiyola menghembuskan nafas pelan. Lebih baik ia tidur di kamar pembantu dibanding harus tidur bersebalahan dengan Roberth.
Membayangkan nya saja berhasil membuat tubuh Hiyola meremang. Ia langsung mengusap kedua lengannya seraya bergidik ngeri.
“Apa yang kau bayangkan?” Tanya Roberth. Suaranya dingin dan tidak bersahabat. Hiyola menelan salivanya lalu menggeleng.
“Tidak ada.” Jawab Hiyola kemudian mengambil posisi berdiri dan dengan buru-buru menaiki tangga menuju kamar atas.
Melihat tingkah laku Hiyola, Roberth membuang nafas kasar. Apa ia harus tinggal dengan wanita random itu selama setahun? Asta, berdoa saja ia belum gila sampai saat itu.
“Sungguh wanita aneh. Aku juga tidak berminat pada tubuh kecil mu itu.”
***
Hiyola segera berlari ke tempat tidur setelah mengunci pintu. Ia bersumpah tidak akan tidur hingga pagi nanti agar ia bisa berjaga-jaga seandainya Roberth melakukan sesuatu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments