Baru saja Hiyola mendapat telfon dari Miona bahwa kondisi bibi Alya semakin kritis. Walau sempat berpikir membiarkan sang bibi mati begitu saja, Hiyola sadar dia tidak punya keberanian sebesar itu untuk menelantarkan wanita yang telah hidup bersama mereka selama hampir 4 tahun. Dia tidak akan melakukan hal yang sama seperti yang ibu nya lakukan dulu. Menelantarkan saat tidak punya harapan. Sampai mati Hiyola bersumpah tidak akan pernah memaafkan wanita yang telah melahirkan nya, karena bagi Hiyola semua penderitaan yang ia rasakan saat ini karena ibu nya.
“Nona Hiyola?”
Hiyola menoleh tapi tidak merespon. Mendapati orang yang memanggilnya adalah petra, ia jadi meradang. Dirinya bahkan tidak menyangka bahwa pernikahan akan benar-benar di laksanakan hari itu juga. Bahkan tanpa di beri kesempatan untuk protes, Hiyola di
hentar ke gedung ini dan langsung di rias.
“Saya tahu anda kesal, tapi saat ini anda harus buru-buru. Tuan Roberth sudah menunggu.” Penjelasan Petra membuat getir Hiyola.
Bukankah Roberth itu pria yang akan ia nikahi? Apakah saking tidak lakunya sampai ia harus menjebak wanita malang seperti dirinya untuk dinikahi? Oh astaga Hiyola bahkan tidak bisa memikirkan alasan yang yang lebih masuk akal lagi selain tampang jelek si Tuan Roberth.
“Mari saya antarkan.”
Tanpa mengubris Petra, Hiyola langsung melenggang keluar.
***
Langkah kaki Hiyola semakin lambat tatkala kakinya mendekati ruangan yang Petra tunjuk. Berkali-kali ia menggoyang-goyangkan tangan agar keringat yang terus menyucur dari telapak tangan nya segera mengering.
Semakin mendekat, pikiran Hiyola semakin berkecamuk antara kabur atau melanjutkan kegilaan ini. Semua pikiran aneh kembali menghinggapi nya. Bagaimana jika pria itu punya perut buncit selayak nya om-om genit yang sering Hiyola temui saat bekerja? Astaga memikirkan nya saja membuat Hiyola hampir muntah.
Ceklek…
Pintu di buka oleh Petra karena Hiyola hanya berdiri mematung di tdepan. Udara AC yang keluar dari ruangan menerpa wajah Hiyola, seolah dirinya baru saja membuka kotak Pandora.
“Tuan muda Roberth, ini nona Kimberly.” Lapor Petra.
Bulu kuduk Hiyola semakin meremang tatkala sesosok pria yang tengah duduk membelakangi mereka tertangkap netranya. Buru-buru Hiyola memejamkan matanya saat pria itu berbalik.
Tidak ada suara hanya terdengar langkah kaki seseorang mendekatinya dan Hiyola yakin itu adalah Roberth pria yang Petra dan Violet sebut-sebut.
Ktakk…
“Auuww…” Hiyola mengeluh sakit. Seseorang baru saja menyentil jidat nya.
Mata Hiyola lantas terbuka. Dia bisa menebak itu ulah Petra. Tapi yang mengejutkan ternyata pria bernama Roberth ini merupakan makhluk yang sangat tampan.
Wajah nya mulus bersih tidak ada bekas jerawat seperti yang Hiyola bayangkan, tak ada perut buncit om-om genit seperti yang ia kira, yang ada malah perut rata di balut tuxedo hitam.
Bahkan suara nya pun mampu membuat Hiyola terpesona, karena terdengar berat dan rendah.
“Siapa nama mu? Dan berapa umur mu?” Tanya Roberth langsung. Di wajah nya tergambar jelas bahwa ia tidak percaya dengan info yang petra katakan sebelum nya.
Bukankah Hiyola ini salah satu karyawan di perusahan nya? Bukankah orang yang bekerja di perusahan harus berusia sekitar 25 tahun baru bisa bekerja di sana? Namun, dilihat dari wajah Hiyola ia tidak tampak seperti wanita 25 tahun apalagi lebih.
“Nama saya Kimberly. Usia 26 tahun.”
Sesuai perintah Violet, Hiyola harus merahasiakan nama dan usia nya. Tapi sepertinya Roberth bukan orang yang mudah di bodohi.
“Saya tahu itu bukan nama asli mu, katakan saja nama mu yang sebenarnya. Dan apa benar usia mu 26 tahun? Bukan 18 atau 19 tahun?” tutur Roberth penuh selidik.
Hiyola tersenyum mendengar pertanyaan Roberth. Apa wajahnya begitu awet muda sampai di kira berusia 18 tahun?
“Apa saya tampak semuda itu?” balasnya sambil mengatup kedua tangan di wajah, Baik Petra maupun Roberth bereaksi sama, geli.
Hiyola kemudian menoleh memandang Petra, meminta persetujuan pria itu. Barulah setelah mendapatkan anggukan Petra Hiyola menjawab.
“Nama saya Hiyola. Dan usia saya 25 tahun.”
Tidak bohong dan tidak jujur. Hiyola hanya menjawab sesuai perintah Violet. Rupanya wanita satu itu sangat mengenal Roberth, putra nya.
“Hiyola…” ulang Roberth melafalkan nama Hiyola.
Ada reaksi tidak percaya di mata Roberth, namun karena tidak mau berlama-lama, ia langsung mengutarakan maksudnya.
“Kita akan langsung masuk pada kontrak nya.”
Hiyola mengangguk. Tadi saat dalam perjalanan ke mari Violet sudah menjelaskan mengenai peraturan yang Roberth maksud.
Setelah keduanya sama-sama duduk, Roberth langsung menyerahkan beberapa lembar kertas. Hiyola mengambilnya ragu-ragu kemudian mulai membaca dalam hati. Sesekali alisnya mengernyit, sesekali ia tersenyum.
Poin pertama menjelaskan bahwa Hiyola wajib bersikap baik saat mereka menikah. Poin ke dua mereka di wajibkan untuk tinggal bersama di rumah yang sudah Roberth siapkan. Poin ke tiga Hiyola di larang untuk menemui keluarga nya sebelum kontrak mereka berakhir. Ia hanya di ijinkan untuk menghubungi mereka lewat ponsel.
Ke empat tertulis saat bersama dengan orang-orang Roberth, nama Hiyola adalah Kimberly.
Hiyola terus membaca hingga matanya berhenti pada poin ke enam. Sedikit sudut bibirnya terangkat. Untuk lebih meyakinkan, ia memberanikan diri bertanya.
“Apa maksud poin ke enam, Tuan Roberth?”
Poin ke enam mengatakan bahwa mereka tidak boleh penasaran mengenai kehidupan pribadi masing-masing.
“Saya rasa kamu bukan gadis bodoh sampai tidak memahami penjelasan yang sudah sangat jelas.”
Jawaban Roberth sontak membuat Hiyola mencibir. Sikap nya terlalu kaku untuk pria seumur nya. Apa mungkin inilah alasan dirinya tidak bisa mendapatkan seorang wanita tanpa ancaman? Tidak ambil pusing dengan respon Roberth, Hiyola kembali berkomentar.
“Oh, jadi maksudnya saya bisa terus bekerja begitu kita menikah?” Tanya Hiyola tapi rupanya Roberth tidak berniat untuk menjawab.
“Apa tidak masalah jika saya terus bekerja di perusahan Meet me?”
Tangan Roberth mulai memijat pelipisnya. Hiyola terlalu banyak bertanya untuk wanita yang melakukan segala hal demi uang.
“Tidak bisakah kau diam saja?” bentak Roberth. Kepalanya sudah cukup pusing.
“Tidak bisa, Tuan.”
Baik Roberth maupun Petra, mereka sama-sama menatap Hiyola tidak percaya. Gadis ini terlalu berani. Sadar di tatap seperti itu, Hiyola kemudian angkat bicara.
“Saya hanya memastika saja, agar suatu hari nanti tidak ada pihak yang di rugikan.” Jelasnya lantang. Apalagi uang yang ia terima bukan nominal kecil. Ia sudah berpengalaman dengan para rentenir, jadi ini bukan lagi hal baru bagi nya.
Roberth menghembuskan nafas kasar. Membayangkan akan menikah dengan gadis seperti Hiyola saja berhasil membuatnya kesal.
“Baiklah, akan saya jelaskan.” Putus Roberth akhirnya.
“Apa yang kamu katakana memang benar. Saya tidak akan mengekang kamu dengan melarang mu melakukan hal yang kau suka. Saya akan mengijinkan mu untuk bekerja, tapi pastikan orang tidak tahu mengenai hubungan kita. Saya juga tidak akan ikut campur dalam hidupmu, saya tidak akan mencari tahu mengenai latar belakang mu begitu pun sebaliknya, apa kau mengerti sekarang?”
Hiyola akhirnya mengangguk. Itu artinya ia masih bisa mencari uang nanti. Lagi pula dirinya pun tidak ada niatan untuk mencari tahu latar belakang Roberth. Apa mungkin selama ini Roberth hidup dalam kebanggan berkat wajah tampan nay? Hingga merasa semua orang yang mengenal nya akan mulai mencari tahu latar belakang nya?
“Ckckck sepertinya memang begitu.” Komentar Hiyola tanpa sadar, membuat mahkluk lain yang berada di dalam ruangan menatap penasaran.
Hiyola kembali di buat tercengang saat membaca poin ke Sembilan, yang mana ia harus memanggil Roberth Tuan Roberth, dan Honey saat bersama orang lain.
“Heh, terserah pada mu saja.” lagi-lagi dia berkomentar lucu.
Sampai di poin ke 10 barulah Hiyola tiba-tiba tersedak, buru-buru ia memukul dadanya karena merasa sesak. Roberth mengernyit, entah apa lagi yang Hiyola akan lakukan.
Dengan suara tercekat Hiyola bertanya. “Poin terakhir ini, apa maksudnya? Melakukan tugas dan tanggung jawab seperti istri pada umumnya?"
Roberth mengernyit, sama sekali tida ada yang salah dari persyaratan nya, kenapa reaksi Hiyola harus berlebihan begini?
“Apa lagi yang salah? Bukankah kau harus melakukan tugas mu sebagai istri?” Roberth balik bertanya.
Lagi-lagi Hiyola meneguk saliva nya, berat. Satu tangan yang bebas menggaruk telinga nya yang tidak gatal. “Maksud saya, apa saya harus melakukan ‘itu’ dengan anda?”
“Uhukkk…” Bukan Hiyola yang tersedak melainkan Roberth. Ia terperanjat, tak percaya dengan pertanyaan yang Hiyola lontarkan.
“Kau_”
Belum sempat melanjutkan, Roberth mengehentikan kalimat nya karena mendengarkan cekikan pelan dari belakang yang mana ia tahu itu ulah Petra yang baru saja menertawainya.
Roberth kemudian memejamkan mata nya sejenak, berusaha meredam kekesalan yang sudah berada di ujung kepala. Pria kaku itu jadi salah tingkah dan malu. Apalagi reaksi Hiyola tadi seperti tidak sudi ia sentuh. Astaga, seluruh pesona Roberth seakan jatuh ke tanah. Lalu dengan kesal ia segera menjawab pertanyaan Hiyola.
“Maksud nya kau berkewajiban untuk memasak dan membersihkan rumah saat nanti tinggal bersama. Tenang saja, apa yang kau pikirkan tidak akan terjadi. ” Jawab Roberth terlampau kesal.
Bahkan saat menuliskan peryaratan itu, Roberth sama sekali tidak memikirkan sampai ke sana, tapi bocah di hadapan nya ini sungguh sesuatu.
Mendengar jawaban Roberth, Hiyola spontan mengusap dada nya lega. “Huh, untung saja. Anda harus menambahkan pernyataan itu sebagai peraturan ke 11, agar saya merasa tenang. ”.
“Apa kat_”
“Wuahaha…”
Kali ini Petra sunguh tidak sanggup lagi menahan tawanya. Tanpa bisa di cegah, ia tertawa lepas, ingin menutup mulut tapi dirinya pun tak sanggup. Jika biasanya Roberth menolak wanita yang dengan rela memberi tubuhnya, kali ini pria tampan itu di tolak mentah-mentah. Sungguh pemandangan yang sangat jarang menurut nya.
Melihat reaksi Petra, Hiyola dan Roberth sama-sama saling menatap. Yang satu jengkel sementara yang lain bingung.
“Keluar kau Petra!!!”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments