Money Or Honey
Pagi ini di depan universitas Nusantara, tepatnya di depan fakultas ekonomi. Hiyola Anastasya sibuk menghitung lembar lembar uang berwarna biru dengan nominal 50.000.00.
"Wah, lumayanlah." gumamnya tersenyum cerah.
Hidup adalah uang. Untuk hidup perlu uang, makan perlu uang bahkan cinta pun perlu uang.
Begitulah kira-kira motto hidup Hiyola Anastasya, seorang gadis 23 tahun dengan uang tabungan sebesar 25Jt, saat ini berkuliah di Fakultas Ekonomi, jurusan perbankan.
Sudah berusia 23 tahun tapi Hiyola masih duduk di semester dua. Bukan karena bodoh, tapi karena Hiyola harus bekerja agar bisa bersekolah. Berulang kali ia mendaftar lewat jalur beasiswa tapi selalu gagal.
'Mungkin karena tidak memiliki orang dalam.' itulah yang selalu Hiyola pikirkan.
Jadi, untuk memenuhi kebutuhan hidup nya, Hiyola harus mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Hal ini dikarenakan bebannya sebagai tulang punggung keluarga.
Sejak muda, Hiyola telah menjadi tulang punggung keluarga, menghidupi dirinya dan sang adik, Miona Atanasya.
Ayahnya meninggal dalam kecelakaan saat Hiyola berusia 15 tahun dan adik nya yang berusia 10 tahun. Tak sanggup mengurus kedua putri nya, ibu Hiyola dan Miona meninggal kan mereka begitu saja di rumah sederhana, menyisahkan beban yang harus di pikul gadis berusia 15 tahun.
Beban Hiyola bertambah kala dirinya juga harus menghidupi bibi Alya, adik dari ibunya yang di terlantarkan suaminya sendiri karena sang suami lebih memilih wanita yang lebih muda dari nya.
"Mau kau hitung sampai berapa kali pun, uang nya tak akan bertambah."
Hiyola menoleh. Dari kanan, seorang pria berjalan santai ke arah nya. Celana hijau berbahan kain, baju merah bercorak bunga daysi menjadi andalan sang pria berwajah oriental dengan kacamata putih di mata minus nya.
"Daniel...!" sahut Hiyola yang kembali membolak balik lembar uang yang ia rasa berkurang.
Daniel dan Hiyola bersahabat saat tahun pertama Hiyola berkuliah. Hiyola sangat senang bergaul dengan Daniel, karena pria itu tidak seperti kebanyakan orang yang suka bergunjing tentang hidup orang lain.
Tidak seperti pria pada umumnya, Daniel Finzen Atmajaya bukan lah penyuka wanita, ia adalah seorang penyuka sesama jenis.
Adakala nya Hiyola dan Daniel menjadi bahan gunjingan para mahasiswa, karena kedekatan nya. Apalagi karena salah satu pekerjaan sampingan Hiyola yang merupakan karyawan di perusahan Meet me.
Berkat paras cantiknya, Hiyola di terima di perusahaan Meet me.Perusahan yang akhir-akhir ini menjadi tren di masyarakat. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa ini menyediakan jasa sebagai pasangan sewaan. Dimana para karyawan seperti Hiyola akan di sewa selama waktu yang di sepakati antara perusahan, pekerja dan pelanggan. Kebanyakan jasa mereka di gunakan sebagai pacar palsu untuk di kenalkan kepada orang tua pelanggan, tapi lebih banyak jasa mereka di manfaatkan oleh para pendatang baru, yang mana mereka akan berperan sebagai teman kencan sementara, tutor perjalanan atau hanya sekedar teman minum kopi.
Sebenarnya pekerjaan ini hanya untuk wanita dan pria di atas umur 25 tahun, tapi karena sangat membutuhkan uang, Hiyola yang kala itu baru berusia 22 tahun memalsukan umur nya menjadi 26 tahun. Karena nama yang di minta perusahaan hanyalah nama samaran, Hiyola dengan berani mendaftar kan nama nya.
Sebagai karyawan pun semua data yang tercantum di aplikasi hanyalah nama samaran karyawan dan usianya. Dimana hanya setelah ketiga pihak setuju, barulah pelanggan dapat melihat wajah orang yang di sewanya. Oleh karena itu, biasanya penyewa Hiyola adalah pria maupun wanita yang sama yang telah menyewanya lebih dulu.
Namun, karena pekerjaan ini, Hiyola sering kali di gunjing oleh beberapa siswa yang mengenalnya. Padahal jasa nya hanya di gunakan untuk hal itu saja dan tidak lebih tapi, orang-orang seringkali menyamakan nya dengan para wanita PSK.
"Sudah ku bilang, mau kau hitung berapa kali pun, uang mu takan bertambah, Hiyola." ulang Daniel saat ia sudah berdiri di depan gadis cantik berambut sebahu.
"Shuuuttt...." Hiyola meletakkan telunjuk di depan bibir. "Diamlah, Daniel. Kurasa lembarnya bertambah."
Daniel menggelen. Diletakan satu tangan nya ke dahi Hiyola, seakan sedang mengukur suhu tubuhnya.
"Kurasa kau harus segera ke rumah sakit." ejek Daniel.
Hiyola menjulurkan lidah nya tidak peduli. Dia lalu mengambil pulpen dan buku tulis dari dalam tas selempang bahu berwarna coklat yang tergeletak di samping. Mencentang beberapa hal dalam daftar yang sudah di buatnya.
"Daniel? Besok kau punya waktu?"
Pertanyaan Hiyola membuat Daniel mengerutkan keningnya. Memangnya selama ini siapa yang selalu punya waktu dan siapa yang tak pernah punya waktu?
"Apa kau bertanya pada ku sekarang?"
Hiyola memutar mata jengah. "Memang nya siapa lagi, Daniela?"
Daniel tersenyum, ia sangat suka jika Hiyola memanggil nya seperti itu.
"Tentu saja. Aku selalu punya waktu luang. Kau kira aku itu kau? Yang setiap waktu adalah uang."
"Ck, kau ini. Aku sedang serius sekarang." kesal Hiyola melemparkan pulpen di tangan nya kepada Daniel.
"Baiklah, baiklah..." Daniel mengangkat kedua jari nya, piece. Berpura-pura melihat jadwal.
"Karena Rendi baru memutuskan ku kemarin, aku punya waktu luang besok."
"Rendi memutuskan mu? Kenapa tak kau katakan pada ku? Apa dia punya pacar baru?"
Daniel merengut. "Kau bilang, kau hanya menerima kisah yang berkaitan dengan uang." Ada nada sindiran di sana.
Hiyola menghembuskan nafas pelan dengan senyuman kikuk.
"Jadi bagaimana? Mau menemani ku tidak?"
"Baiklah. Memangnya ada acara apa? Kau kan kikir. Tak mungkin kau akan mentraktir ku. Apa kau akan mengenalkan ku pada salah satu pelanggan pria mu?"
Lagi lagi Hiyola memutar bola matanya.
"Jangan harap." ujarnya.
"Baiklah, jadi ?"
"Besok ulang tahun Miona."
"Ha...? Benarkah? Apa besok itu tanggal 23?"
Hiyola mengangguk. "Yup. Karena itu aku sudah mengosongkan jadwal ku."
Daniel menepuk jidat. "Astaga bagaimana aku bisa lupa? Baiklah, besok aku akan pergi sekaligus membeli hadiah untuk Miona. Eh, tapi kau tak bekerja besok kan?"
Hiyola menggeleng. "Tentu saja aku bekerja. Setelah kuliah jam tujuh besok, aku harus ke rumah Nyonya Maya, menjaga anak nya. Setelah itu sekitar jam 11, aku punya pelanggan dari aplikasi selama dua jam, lalu aku sudah berjanji mengganti kak Rita menjaga perpustakaan, dia ada janji dengan pacarnya. Nah, baru setelah itu aku akan menghubungi mu."
Daniel menarik nafas karena sesak mendengar jadwal Hiyola. "Ini yang kau bilang mengosongkan jadwal?" sarkas nya.
Hiyola memainkan kedua alisnya lucu. "Kau tahu kan, setiap waktu adalah uang untuk ku." Merentangkan tangan nya, merenggangkan seluruh tulang-tulang di tubuh yang terasa kaku.
"Kau ini, kapan kau akan berhenti bekerja keras begini? Apa tak ada keinginan untuk bersenang-senang sedikit? Luangkan lah waktu untuk hidup mu juga." ucap Daniel menasehati.
Hiyona mendesah pelan, kepalanya terangkat menatap langit yang tampak sangat cerah. "Kau tidak bisa melakukan semua yang kau inginkan dalam hidup. Orang-orang sepeti ku hanya akan merasa rugi jika sedikit saja meluangkan waktu untuk bersenang-senang."
"Setidak nya lakukanlah sekali saja."
Masih menatap langit, Hiyola tersenyum getir, "Inilah sebabnya aku tak boleh mengeluh pada orang kaya."
Daniel tersenyum, ia mengikuti Hiyola menatap langit. "Karena itu, Ku harap kau akan bertemu dengan seorang pria kaya."
"Amin...!!!" teriak Hiyola kelewat bersemangat.
"Ckckck, kukira hanya pria kayalah yang bisa menyelamatkan mu." sindir Daniel.
"Karena itu, ku minta kau untuk menikahi ku!" goda Hiyola.
Daniel sontak beringsut mundur dengan ekspresi ngeri. "Aku normal ya."
Hiyola menjitak kepala Daniel, "Kau tak normal bambang."
"Ya, dan kau ja lang" Balas Daniel tak mau kalah, dengan kerlingan mata nakal, di iringi tawa puas.
"Enak saja..." satu pukulan mendarat di lengan Daniel. Kebiasaan Hiyola jika tertawa.
Sudah jadi hal biasa bagi mereka berdua, untuk menggunakan kata kasar. Karena jika kalian sudah sangat dekat, maka kata kasar akan berada di antara persahabatan kalian.
"Jangan lupa menghubungi ku besok." peringat Daniel yang saat ini sudah duduk anteng di dalam mobil nya, Sama hal nya dengan Hiyola sudah bersiap diatas Hope, motor Vino berwarna biru kesayangan nya.
Hiyola memberi jempol, "Oke..." ujarnya sedikit berteriak karena pengaruh helm di kepala.
"Kami duluan, nona Hiyo." pamit pak Rafi, supir pribadi Daniel.
"Iya pak."
Mobil melesat pergi. Saat hendak menyalakan Hope, tiba-tiba ponsel Hiyola berdering. Di rogoh ponsel dari dalam tas yang ia gantung di depan.
Mata Hiyola langsung berbinar, begitu membaca pesan bernilai uang, sebuah job dari langganan nya. Hiyola berfikir sejenak, masih ada waktu sebelum pekerjaan di kafe. Jadi ia akan mengambil job 150 ribu yang baru saja muncul di ponselnya.
Dengan senyum sumringah, Hiyola menyalakan motornya gembira. "Uang... Uang..." senandung nya sambil menjalankan Hope, si motor.
Saat dalam perjalanan menuju tempat kerja, tiba-tiba ponsel Hiyola berbunyi lagi. Dalam hati senadung kebahagian kembali muncul di benaknya.
"Apa uang lagi?"
Matanya mulai jeli melihat kendaraan lewat kaca spion, lalu menyalakan lampu sen. Setelah di rasa aman, barulah ia mulai menepi.
Tanpa melihat nama pemanggil, Hiyola segera menjawab dengan tak sabar.
"Halo..."
Tidak ada jawaban, namun suara isakan dari seberang sana membuat Hiyola spontan menjauhkan ponsel dari telinga nya, lalu dengan mengernyit membaca nama yang tertera di sana.
"Miona?"
Buru-buru Hiyola kembali merapatkan ponsel ke telinga nya. Mendengar suara isakan Miona, nafas Hiyola jadi tidak beraturan, perasaan nya tak enak.
"Apa yang terjadi Miona?"
***
Waktu berjalan terasa sangat lama. Hiyola tidak henti-henti nya berjalan mondar mandir. Pikiran nya tak menentu antara sang bibi dan hal lebih buruk yang mungkin terjadi.
Dokter keluar dari ruangan UGD dengan tergesa-gesa. Dipanggilnya keluarga dari ibu Alya.
"Kami Dok." jawab Hiyola cepat menghampiri sang dokter. Tangan nya berekeringat, nafasnya memburu. Sementara dari belakang Miona mengekori.
"Kalian keluarga nya? Apakah tidak ada orang dewasa? Di mana ayah kalian?" tanya sang dokter dengan wajah mengerut.
Hiyola menggeleng. "Kami ini ponakan nya dokter. Bibi Alya telah berpisah dengan suami nya."
Mendengar jawaban Hiyola, dokter tampak berpikir sejenak. "Baiklah. Begini, bibi kalian mengalami pendarahan hebat di otaknya. Kami butuh tanganan cepat untuk segera membuat surat rujukan ke rumah sakit B karena alat yang kurang memadai.
Operasi harus segera di laksanakan karena saat ini ibu Alya hanya bertahan dengan bantuan alat, itu pun tidak akan lama jika tidak ada penanganan lebih lanjut."
Hiyola tidak paham apa sebnarnya yang ingin di utarakan Dokter kepada mereka karena wajah dokter tampak sangat ragu-ragu.
"Jadi, apa masudnya dok?"
Dokter menarik nafas lembut. "Jadi, agar ibu Alya bisa segera di tangani, kalian harus membayar biaya orperasi."
"sebesar 158 juta."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
P!!ndaN
wkwkwk...mksih dah mampik kak😁
2023-01-22
0
Iskha Laci
money yes..
honey yes...
2023-01-21
0