Status Titipan
Tak… tak…
Suara hentakan kaki yang bergesekan dengan lantai keramik yang cukup mengkilap dan bersih, terkena sinar pantulan cahaya lampu di malam hari itu.
Seorang perempuan dengan tubuh cukup tinggi dan ideal dengan mengingat ekor kuda rambutnya bergoyang seirama dengan langkah kakinya. Perempuan itu segera menuju lobi rumah sakit. Ia terus berlari sekuat tenaga menuju tempat resepsionis rs.
Dia adalah Pinkan Angelina, perempuan berusia 26 tahun itu nampak panik dan raut wajahnya sangat pucat dan menyiratkan ketakutan yang sangat.
Pinkan menarik nafasnya dalam-dalam sebelum memulai bertanya kepada perempuan yang bertugas di bagian informasi rs itu, "Maaf pasien yang bernama Lila Oktavia di rawat di ruangan mana?" Tanyanya Pinkan yang berhenti menenangkan dirinya sendiri.
Perempuan itu menjawab pertanyaan dari Pinkan," maaf tunggu aku cek dulu yah Mbak," imbuhnya pegawai itu.
Mbak resepsionis segera mengarahkan mouse komputernya lalu segera mencari nama tersebut. Pinkan mengetuk-ngetuk meja resepsionis tersebut saking tidak sabarnya menunggu perempuan itu untuk berbicara.
"Pasien yang bernama Lila Nanda Oktavia masih berada di dalam kamar ICU ibu," jelasnya Perempuan itu.
"Makasih banyak," timpalnya Lusiana lalu segera berlari tanpa bertanya langsung kepada resepsionis tersebut letak dimana berada ruangan ICU itu karena tidak jauh dari tempat mereka sudah kelihatan dengan jelas tulisannya.
Pinkan berjalan perlahan menuju salah satu bangkar rumah sakit setelah bertanya kepada salah satu perawat yang sedang berjaga tentang keberadaan putrinya itu.
Lila Patricia Oktavia adalah putri semata wayangnya Pinkan Angelina. Sudah sekitar setahun ini, putrinya keluar masuk rumah sakit, akibat penyakit yang dideritanya itu. Lila divonis oleh dokter menderita penyakit leukimia diusianya yang baru menginjak lima tahun itu.
Pinkan memakai pakaian yang diberikan oleh perawat khusus penunggu pasien. Dia berusaha untuk selalu kuat dan tegar. Air matanya kembali menetes membasahi pipinya melihat putrinya yang tidak berdaya. Ia sudah tidak tahu apa yang harus ia lakukan lagi untuk mencari biaya perawatan anaknya.
Selang infus terpasang di lengan kiri anaknya. Suara alat-alat kedokteran yang membantu kehidupan putrinya terdengar jelas di telinganya. Tangannya mengelus puncak rambut putrinya itu.
"Lila, putrinya Mama cepatlah sadar Nak, apa kamu tidak ingin kembali sekolah dan bermain dengan teman kamu," lirihnya Pinkan yang berusaha untuk selalu tersenyum walupun air matanya menetes tanpa aba-aba itu.
Keesokan harinya, seorang perawat menghampirinya yang sedang duduk di kursi tunggu pasien.
"Maaf apa Ibu adalah mamanya pasien yang bernama Lila?" tanyanya perawat itu.
Pinkan berdiri dari duduknya sambil tersenyum tipis," iya saya sendiri, kalau boleh tahu ada apa yah?' tanyanya balik Pinkan.
"Kondisi putri Anda semakin parah sehingga harus secepatnya dioperasi, tapi harus dibayar lunas terlebih dahulu biayanya yang totalnya satu milliar lebih," jelas perawat itu.
Betapa terkejutnya dan shock mendengar berapa jumlah nominal uang yang harus dia bayar.
"Aku harus cari uang dimana sebanyaknya itu dalam waktu secepatnya, aku hanya punya uang lima ratus ribu saja di dalam dompetku, sedangkan hutang aku sama Tuan Salim sudah banyak," batinnya Pinkan.
"Tolong diusahakan secepatnya dan pihak rumah sakit memberikan waktu tiga hari untuk melunasinya, jika tidak maka putri Anda akan dikeluarkan dari rumah sakit secara paksa!" Ujarnya Perawat itu dengan tegas.
Pinkan terduduk kembali ke atas kursi panjang rumah sakit. Dia tidak kuasa menahan begitu besar cobaan dan masalah yang dihadapinya. Ia tergugu dalam tangisnya saking bingungnya dan terpuruknya dengan himpitan masalah yang dihadapinya itu hingga kedua lutut dan kakinya tak mampu menopang berat tubuhnya itu.
"Aku harus gimana lagi, aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, aku hanya memiliki putriku saja, aku tidak akan sanggup untuk hidup tanpa anakku itu," cicitnya Pinkan seraya menutup mulutnya menutupi suara isak tangisnya agar tidak kedengaran hingga ke telinga orang lain yang berlalu lalang di depannya.
Tepukan di pundaknya membuatnya tersentak kaget dan ia buru-buru untuk menyeka air matanya. Pinkan segera menolehkan kepalanya ke arah orang yang menepuknya itu ketika perasaan terkejutnya berhenti.
Pinkan kembali terkejut dan hampir saja jantungan melihat seorang wanita yang memakai kacamata hitam lalu membukanya dan juga maskernya di depan matanya Pinkan. Matanya membelalak dan melotot saking tidak percayanya dengan apa yang dilihatnya itu.
"Kamu!!" Pinkan hampir saja terjungkal ke belakang setelah wanita itu membuka kacamatanya yang sedari tadi dipakainya.
Wanita itu hanya tersenyum penuh arti melihat reaksi Pinkan," aku bisa mengatasi masalahmu itu hanya dalam jentikan jariku saja, asalkan kamu mau bekerja sama denganku," terangnya perempuan yang berambut sebahu itu.
"Mak-sud-nya!?" Beo Pinkan yang masih belum bisa menetralkan perasaannya yang kaget melihat wajah dari orang itu yang sedari tadi memperlihatkan wajah angkuhnya.
Wanita itu kembali memakai kacamatanya dan juga maskernya dibarengi dengan senyuman yang penuh arti.
"Jika kamu setuju dengan persyaratan aku maka aku akan membayar semua biaya perawatan anakmu hingga ia sembuh dan juga biaya sekolahnya hingga ke perguruan tinggi kamu tidak perlu repot-repot untuk bekerja di kafe lagi sebagai officer girl seumur hidup kamu," ungkap wanita yang memakai masker biru langit itu.
Pinkan tidak mungkin punya pilihan lain lagi, hanya itu jalan satu-satunya yang bisa Ia tempuh dan tidak mungkin untuk berpikir panjang lagi.
Pinkan menatap intens ke arah wanita itu," aku setuju tapi, tidak mau bekerja sama dengan cara yang tidak baik walaupun aku sangat butuh uang," pungkasnya Pinkan.
Wanita itu tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan dari Pinkan," kamu tidak perlu khawatir masalah itu, kamu cukup ikuti petunjuk dan arahan dariku yang paling penting dua hari lagi kamu harus berangkat ke Indonesia tepatnya di Ibu kota Jakarta," terangnya wanita itu.
Pinkan kembali terkejut karena ia harus kembali ke Indonesia negara asalnya yang sudah hampir delapan tahun ia tinggalkan.
"Apa aku harus kembali lagi setelah aku diusir dari sana karena aku hamil di luar nikah, ya Tuhan sanggupkah aku kembali ke kota yang pernah menorehkan luka di kehidupanku ini," Pinkan membatin.
"Kamu tidak perlu menjawab sekarang, aku tunggu jawaban kamu sampai besok,kalau kamu sudah punya jawaban datanglah besok pagi ke alamat ini," tutur wanita itu dengan menyodorkan sebuah kartu nama berwarna gold ke dalam tangannya Pinkan.
"Jalan Datuk Kahfi," lirih Pinkan saat membaca nama alamat jalan rumah sang pemilik kartu nama.
"Aku pulang dulu, semoga jawaban kamu memuaskan dan sesuai dengan apa yang aku harapkan, semoga putrimu lekas dioperasi," ucap perempuan itu sebelum meninggalkan Pinkan seorang diri.
Berselang beberapa menit kemudian, Pinkan masih terduduk di tempatnya semula. Ia tidak tahu harus bagaimana apa kembali ke tanah negara asalnya sesuai dengan persyaratan dari wanita misterius itu dan anaknya bisa segera diselamatkan ataukah melihat putrinya tersiksa dengan penyakitnya itu.
Air matanya kembali menetes membasahi pipinya, ia tidak menyangka jika harus kembali dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit.
"Kenapa wajah kami begitu mirip, sebenarnya dia siapa atau apakah di dunia ini memang benar ada yang namanya kebetulan saja," gumamnya yang sangat kebingungan dengan situasi yang terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Venus Rijal
ceritanya bagus
2023-01-31
1
Dahlia Lia
kasihan Pinkan dengan putrinya Lila
2023-01-23
0
Andara bia
rekomendasi bacaan yang bagus
2023-01-23
1