Bergerak menuruni kasur, Hazel sudah melemparkan selimut itu pada pria aneh yang memasang wajah polos tanpa merasa malu sama sekali. Sedang dirinya segera bergegas mencari pakaian yang bisa ia pinjamkan padanya.
Sesekali Hazel menggelengkan kepalanya, mengusir bayang-bayang pemandangan yang ia lihat secara tak sengaja beberapa saat lalu. Itu memang bukan pengalaman pertamanya untuk melihat hal semacam itu, tapi tetap saja
rasanya sangat menggelikan.
“Huh! Aku hanya memiliki tiga pasang baju dan dua celana panjang. Ini pun milik Ayah yang tak sengaja terbawa olehku. Bajunya terlihat kecil untuk ukuran tubuhnya itu, bagaimana jika tidak muat?” Hazel bergumam kecil dengan terus mengamati baju di tangannya.
Kemudian pandangannya secara bergantian menatap wajah pria di sana dengan baju berwarna hijau lumut yang sudah lusuh dihadapannya. Tidak ada pilihan lain, muat atau tidak muat, dia harus tetap memakainya.
Pria berambut gondrong itu memiringkan kepalanya. “Ada apa?”
Hazel sudah membalikan tubuhnya, berderap ke arahnya lalu menyerahkan pakaian itu padanya. “Pakailah. Hanya ini yang aku punya. Kau tidak mungkin memakai pakaian perempuan kan?”
Dia mengangguk patuh. Mengambil satu setel pakaian itu dari tangan Hazel. Lalu tanpa aba-aba langsung berdiri begitu saja, berniat untuk segera mengenakan pakaian tersebut. Tapi dengan bodohnya, ia tidak sadar kalau selimut yang menempel di tubuhnya sudah lungsur ke lantai.
Sontak Hazel yang mendapati pemandangan itu untuk kedua kalinya, kembali menjerit sembari menempelkan kedua tangan di wajahnya. Wajahnya berubah merah sempurna karena malu.
“KYAAA!!!”
“Dasar bodoh! Mataku rusak karenamu!”
Pria dengan ekspresi polos tersebut menunjuk dirinya sendiri, tidak bisa mencerna dengan baik ucapan Hazel barusan. “Aku merusak matamu? Memangnya apa yang sudah aku lakukan?”
Tangan besar nan berurat itu menyentuh lengan Hazel, ingin melihat wajah gadis cantik itu. Hingga ketika manik mereka bersirobok satu sama lain, Hazel malah melototkan matanya. Ingin rasanya mendorong jauh tubuh tinggi pria di depannya ini, tapi ia sadar diri kalau tenaganya tidak sekuat itu.
“Hei, katakan padaku. Aku melakukan apa sampai membuat matamu rusak?”
Dia semakin mendekatkan tubuhnya pada Hazel, mengikis jarak yang membentang diantara wajah mereka, nyaris saja ujung hidung mereka bersentuhan jika tidak buru-buru Hazel memundurkan kepalanya.
Hazel tidak berani menurunkan pandangan, karena dirinya tahu kalau laki-laki dihadapannya ini pasti belum memakai baju. Sehingga yang bisa ia lakukan untuk keluar dari situasi seperti ini hanya dengan satu cara saja.
PLAK!
Suara nyaring itu merubah atmosfer ruangan menjadi tegang. Terlihat sekali dari sorot mata pria itu tampak terkejut sekaligus bingung. Sedangkan Hazel, dia langsung membelakangi tubuh lawan bicaranya tersebut.
“Pakailah baju itu, setelahnya kau harus pergi dari sini. Aku tidak mau melihat dirimu lagi. Tidak peduli jika kau memang benar seekor rubah malam tadi. Karena faktanya, lukamu tidak menghambatmu untuk berkeliaran di luar sana kan?” perintah Hazel, terdengar dingin.
Selepas mengatakannya, Hazel berlalu pergi. Meninggalkan laki-laki yang masih membeku di tempat seorang diri di dalam kamar. Hanya ada suara decitan pintu kayu tua yang tertutup ketika Hazel benar-benar hilang dari pandangan.
Hazel tidak merasa bersalah sama sekali setelah menampar pria tadi. Karena menurutnya, ia pantas melakukannya pada pria dengan tingkah bodoh seperti itu. Sampai detik ini jika dipikir-pikir, semua ini berasa tidak masuk akal.
Kemunculannya yang sangat mengejutkan, membuat Hazel harus berpikir keras dan mencoba percaya kalau mahluk yang konon katanya pernah hidup di zaman dulu sekarang kembali ada pada zaman ini.
“Tapi jika dilihat dari sisi mana pun, dia persis seperti manusia pada umumnya. Dia tidak memiliki telinga runcing bagaikan rubah, atau ekor yang bergerak-gerak di belakang tubuhnya. Hanya kebetulan ciri-cirinya saja yang mirip dengan kondisi rubah tadi malam. Dia tidak sedang menipuku kan?” Hazel bermonolog sendirian di ruang tengah.
Siapa sangka, ternyata pria yang berada di dalam kamar tadi sekarang sudah ada di belakang Hazel secara mengejutkan. Dia mendengar apa yang dikatakan oleh gadis itu.
“Maksudmu ini?”
Suara berat sedikit serak itu sukses membuat Hazel jantungan. Karena suaranya seperti tepat berada di telinganya. Ketika tubunya sudah berbalik karena reflek, mulut Hazel menganga lebar dengan kedua mata yang membelalak tanpa sadar.
Sepasang telinga runcing muncul di sisi kanan kiri kepala milik pria itu, dan ketika tubuhnya berputar, Hazel juga melihat ekor panjang lebat berwarna oranye terang itu bergerak-gerak seperti ekor kucing yang sedang senang.
“Bagaimana? Apa kau sudah benar-benar percaya sekarang? Mungkin ini memang aneh bagimu, tapi jika kau masih penasaran, aku akan menjelaskan semuanya secara runtut. Tapi sebagai gantinya biarkan aku tinggal sementara denganmu di sini,” ungkapnya dengan pemberi penawaran.
Hazel mengerenyit sambil bersidekap di depan dada. Dia tidak langsung menjawab. Ia menelisik secara berulang kali dari ujung rambut sampai ujung kaki pria itu dengan teliti. Pakaian milik ayahnya sudah melekat pada tubuh atletis pria tersebut.
Memang terlihat sempit dan tampaknya tidak cukup nyaman untuk dipakai, karena benar-benar mencetak jelas semua otot tangan dan perut. Tapi setidaknya itu lebih baik ketimbang tidak memakai apa-apa.
Gadis berambut panjang bergelombang itu membuang muka, terlihat angkuh. “Tch, aku tidak akan terpedaya olehmu. Apa untungnya setelah aku mengetahui semua cerita tentangmu? Itu tidak ada kaitannya denganku. Jadi silakan pergi. Dan kau harus tau, mahluk sepertimu bisa saja menjadi buruan para warga di sini. Aku hanya bisa menyarankanmu untuk hati-hati.”
Pria yang masih belum diketahui namanya itu seketika menyembunyikan telinga runcing dan ekor panjangnya. Kembali pada mode manusia normal. Tanpa ragu dia berlutut untuk memohon pada Hazel.
“Ayolah, kumohon. Aku bisa melakukan apa pun untuk membantumu di sini. Suruh aku apa saja, maka aku akan melakukannya tanpa protes. Atau jika kau ingin meminta sesuatu dariku, aku akan mengabulkannya,” pintanya dengan wajah memelas.
Hazel berpikir kembali. Ia memang bisa memanfaatkan tenaga pria itu untuk melakukan sesuatu. Dengan tingkah polos yang sepertinya mudah diatur, Hazel jadi bisa bertindak semaunya. Dan ini terdengar menyenangkan jika dilakukan.
Tapi selain itu, Hazel ingin meminta sesuatu dari pria itu. Ia tahu permintaannya ini mungkin berlebihan dan bisa saja pria itu tidak memberikannya. Lalu jika itu terjadi, maka Hazel punya alasan untuk benar-benar mengusirnya dari sini.
Kedua kaki Hazel berjalan memutari tubuh pria yang masih berlutut di bawah sana. Ekspresi Hazel benar-benar menjiwai peran antagonis. Padahal hatinya serapuh kertas yang mudah terbakar. Tapi sesekali Hazel juga ingin merasakan hal ini.
“Bagaimana dengan liontinmu itu? Apa aku bisa memilikinya?”
Mimik pria itu seketika berubah saat mendengarnya. Bukannya tak ingin, hanya saja ada satu dan dua lain hal yang membuatnya tidak bisa memberikan liontin itu dengan mudah.
“Sudah kutebak, kau pasti tidak akan bisa memberiku liontin mahal itu. Sudahlah, pergi sana. Jika kau ingin tinggal di sini, setidaknya kau bisa berguna untuk membantu perekonomian hidupku,” usir Hazel, dirinya hendak pergi, tapi segera ditahan oleh lengan besar milik pria itu.
“Jika aku bisa memberikannya, pasti aku tidak akan ragu untuk memberikannya padamu. Tapi untuk sekarang ini aku tidak bisa melakukannya, bagaimana jika kau menunggu sampai aku bisa melepaskannya?”
Hazel menepis lengan besar yang menggelayutinya dengan kasar. “Sudahlah, hentikan. Kau---”
“Liontin ini sudah seperti nyawaku sendiri. Kau tahu, kalau aku ini bukan manusia seutuhnya. Tanpa liontin ini, aku tidak bisa berubah menjadi manusia. Sebagai gantinya, aku akan bekerja dan menghasilkan uang untukmu. Aku janji aku tidak akan menyusahkan,” selanya untuk menjelaskan.
Helaan nafas panjang Hazel keluarkan. Ia memijat pelipisnya, berupaya mengurangi pening di kepala. Perlu waktu bagi dirinya memahami semua ini. Tapi karena pikirannya sudah penuh dengan banyak hal, sulit baginya untuk membuat keputusan sambil memikirkan konsekuensi bagi kedepannya nanti.
Untuk sekarang, mungkin tak apa jika mengizinkan mahluk aneh itu tinggal bersamanya. Selagi bisa menguntungkan, maka Hazel tidak akan membuangnya. Setidaknya pria itu bisa membantunya untuk mengurus dan membersihkan rumah.
“Ambil ember dan lap di belakang,” suruh Hazel tiba-tiba.
“Eh?” Wajah pria itu terlihat cengo.
“Kenapa? Kau harus membersihkan genangan bekas air hujan di dalam rumah. Jangan bermalas-malasan, karena aku tidak mau menerima beban pemalas,” ketusnya seraya mengangkat kakinya untuk pergi menjauh.
Sedang pria itu yang mengetahui kalau ternyata Hazel sudah memberi izin untuk tinggal di sini, langsung berjingkrak riang. Berputar-putar di tempat untuk mengekspresikan rasa senangnya yang berlebih.
“Aku juga benci beban yang terlalu aktif dan berisik.” Hazel kembali bersuara, secara mendadak mampu membuat pria di sana langsung terdiam di detik itu juga.
Pria itu mengusap tengkuknya, merasa canggung. Matanya melirik-lirik punggung Hazel. “Baiklah, aku tidak akan banyak berbicara lagi.”
“... Ngomong-ngomong kau tidak ingin tahu siapa namaku? Kita sudah tinggal serumah, tapi tidak tahu nama satu sama lain. Bukankah itu aneh?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
mama fia
bagus Thor..
2024-06-21
0