Penjelajah Ghaib (Perkumpulan Pawang Ghaib)

Penjelajah Ghaib (Perkumpulan Pawang Ghaib)

Bab 1 : Katanya, itu Wong Medi!

Aku tidak sendiri! Bahkan ketika aku merasa sendirian di sini. Rupanya ada saja sesuatu yang mengawasiku. Malam ini hujannya cukup deras, dan aku mendekam di kamarku.

Ibunda bilang padaku bahwa ia akan pulang cukup larut. Ah, itu sudah terbiasa. Lagi pula, keluarga kami sejak dulu berprofesi sebagai perias mayat.

Aku bergumul di dalam selimutku sendiri, sambil membaca lembaran buku yang kubawa. Ini kisah jelek menurutku, kisah tentang setan tanpa kepala yang katanya bergentayangan tiap malam.

Kerupuk kulit yang kunikmati mulai berkurang, sebab kumakan. Suara tetesan air hujan masuk ke dalam kamarku. Aku sudah memberi baskom di area itu, supaya airnya tidak melebar kemana-mana.

Kamar ini remang, pencahayaan rumah kami memang selalu remang saat malam. Lampu kuning sejak dulu sering kami gunakan. Ibunda tidak memperbolehkan aku menggantinya dengan yang cerah.

Katanya penerangan temaram lebih baik. Sebab kerabat yang mati, akan senang datang kemari nantinya. Ya, itulah katanya! Mereka yang berada di kegelapan hampir tiap malam kemari.

Ibunda senang mengkoleksi setan. Aku cukup heran sebagai anaknya di sini. Lagi, sejak bayi aku sudah terbiasa untuk itu. Rasanya mentalku sudah sekuat baja.

Entah itu cuma sekedar lewat dengan bahak tawa khas, beserta rambut yang menjuntai. Atau sekedar mengagetkanku saat menimba di sumur. Sepotong kepala dengan mata hilangnya.

Atau mungkin, beberapa dari mereka berlarian menyusuri tiap area rumahku. Menabrak-nabrak tembok menembusnya, tanpa khawatir tubuhnya remuk dan sakit. Andai saja, aku juga bisa seperti itu mungkin keren juga!

Tiap malam selalu bising! Malam seharusnya tenang, bukan? Namun ini selalu bising. Walaupun aku mencoba menutup kedua telingaku, itu masih tetap terdengar.

Bayangkan, aku mendengar dua suara sekaligus dalam telingaku. Suara mereka, setan tak berakhlak. Lalu suara para manusia, entah itu ibundaku atau mungkin tetangga yang bertamu.

"Hei..."' lirih seorang bocah kecil berambut pirang datang padaku.

Bocah ini, datang lagi. Padahal aku sudah menyuruhnya pergi beberapa kali. Aku diam, fokus pada buku milikku.

"Hei!" ucapnya lagi menyapaku, kali ini kepalanya menyembul dari dalam bukuku.

Sontak aku melempar bukuku ke depan sampai terjatuh. Dan dia malah berada di hadapanku sambil tertawa. Ekspresi wajahku yang terkejut membuatnya senang rupanya. Raut wajahku murka tertuju padanya, hal itu membuatnya menunduk.

"Maaf! Aku hanya ingin berteman! Ini sudah berlangsung cukup lama loh! Dan kamu masih mengacuhkanku!" ucapnya sambil memainkan jari jemarinya.

Sejujurnya, mau dilihat dari sisi manapun. Bocah ini sangat lucu. Tidak ada genangan darah di wajahnya. Namun ciri khas orang mati masih ada di sana. Yaitu, wajahnya pucat pasih, bibirnya membiru, dan ya, kedua matanya menghitam.

Aku paham, ini adalah wujudnya sebelum mati. Setelah mati, biasanya akan sangat menyeramkan. Dia sudah mendekatiku cukup lama, mungkin sudah ada lima tahun dan aku tetap diam.

Dia juga sering bermain dengan Ibundaku. Ibundaku selalu memberinya permen kapas besar. Permen kapas itu akan di taruh tiap Jumat di sudut dapur. Lalu keesokan paginya, permen kapas itu akan dibuang begitu saja. Padahal masih utuh.

Penasaran, aku pernah mencobanya sekali ketika akan membuangnya. Rupanya, permen itu tidak lagi manis. Rasanya hilang, Ibunda mengatakan bahwa inti sari dari permen itu sudah diambil olehnya.

Ya, sudah! Sepertinya dia memang baik. Aku pun duduk bersila menghadapnya. Dia masih tersenyum kepadaku. Rumah milikku tingkat tiga, dan kamarku berada di lantai dua. Sedangkan lantai tiga rumah kami, adalah tempat menaruh pusaka-pusaka.

Di sana ada buyut, buyut yang usianya sudah cukup lama. Tubuh keriput itu sudah mati sangat lama, dan dia masih bersemayam di sana menjadi wong medi. Sebutan bagi para setan dari orang Jawa.

"Kenapa kamu tertawa? Apa yang sedang kamu tertawakan?" tanyaku kepadanya.

Dia hanya menutup kedua mulutnya sambil tetap menahan tawanya.

"Aku senang melihat kamu kaget seperti itu!" ucapnya lagi padaku.

"Sumber energimu, ya?" sindirku padanya.

Lalu dia hanya mengangguk mengulurkan tangannya kepadaku. Aku hanya terpaku menatap itu. Jabat tangan itu tidak berguna rasanya. Sebab kami tidak akan bisa bersentuhan.

"Jabat tanganku! Ayo kita berteman, Rachel!" ucapnya lagi kepadaku.

Aku menjabat tangannya. Benar, bukan? Tangannya tak tergapai, tembus tidak tersentuh.

"Tanganmu hilang! Beli lagi yang bisa kusentuh sana!" jawabku padanya sambil memainkan tanganku diantara tangannya yang tembus ketika kusentuh.

Dia menekuk mukanya, lihatlah bocah ini! Mungkin sebentar lagi dia akan menangis akibat ulahku. Biar saja, aku memang sengaja membuatnya begitu.

"Jahat sekali!" ucapnya sambil menangis.

Ini lucu, bahkan dia sama sekali tak mampu mengeluarkan air mata. Wajahnya jadi menggemaskan di sini. Andai bisa kusentuh, mungkin sudah kubuat habis wajahnya sekarang.

"Baiklah, siapa namamu?" tanyaku kepadanya.

Dia mengangkat kepalanya lalu kembali menemukan bahagianya.

"Aku Barend, Barend Van Deiderick!" jawabnya begitu riang.

Ah, tentu saja! Rupanya dia ini warga Belanda. Itulah mengapa Ibunda sangat menyayanginya. Entah darimana Ibunda mendapatkannya. Apa mungkin dia menjelajahi rumah bekas orang Belanda? Ah sudahlah, itu tidak penting juga!

"Ibunda memungutmu di mana?" tanyaku kepadanya sambil berpikir mencoba menebak-nebak jawabannya.

"Yang jelas bukan di tempat sampahkan?" jawabnya kepadaku sambil masih tersenyum.

"Kamu ini kenapa sangat suka dengan ruangan temaram? Kamu bukan anggota kita, tapi sangat menyukai gelap ya?" tanyanya lagi kepadaku sambil netranya memperhatikan atap rumahku.

Aku hanya membuang kasar nafasnya. Benar juga, aku bukan warga ghaib tapi pawangnya. Kenapa harus ku redupkan seluruh pencahayaan di sini. Mungkin ketika Ibunda pulang, aku akan memprotesnya.

"Orang tua di atas dia selalu diam! Dia tidak pernah mengusir setan negatif di sini ya? Padahal dia pemilik rumah ini!" Barend berkata kepadaku perihal setan negatif.

"Maksudmu buyut?" tanyaku kepadanya mengenai orang tua yang dia maksud.

"Ya,ya,ya! Ada seorang lelaki besar dengan cakar panjang di dapurmu tiap malam. Matanya merah marah, dan taringnya panjang sekali! Padahal di sana Ibundamu memberiku hadiah, tapi aku tidak berani menjangkaunya. Maukah kau membantuku?" tanya Barend kepadaku.

Sudah kuduga akan jadi begini. Itulah mengapa aku menutup lingkup kemampuanku untuk makhluk sepertinya. Sebab mereka pasti akan meminta tolong padaku, dan aku benci itu.

"Tidak!" jawabku singkat lalu menarik selimutku mengacuhkannya.

"Ahhhh... Bantulah aku, aku akan membantumu nanti!" ucapnya sambil melayang terbang ke sampingku mencoba menatapku lagi.

Aku memejamkan kedua mataku. Walaupun begini aku tetap masih tidak bisa tidur. Sial bocah dungu ini memang! Suaranya tidak berhenti, masih saja merengek seperti bayi!

"Yowes! Kamu, ikut aku sekarang!" Murkaku sambil melepas selimutku lalu duduk.

"Terima kasih!" ucapnya girang sambil melayang-layang di udara.

Aku mengambil sesuatu dari dalam laci. Ah ini dia, jimatnya Mbah kung. Pokoknya kalau sudah pakai ini, setan manapun pasti akan takut. Mereka pasti ngacir ketakutan. Jimat itu berupa kalung dengan batu merah delima di tengahnya. Warisan keluargaku.

Jimat sudah dipakai, aku bersama Barend mulai menuruni anak tangga. Hanya ada bunyi suara langkah kakiku di sana. Sunyi memang, tak ada siapapun hanya diriku saja hidup dan bernafas di sini malam ini.

Setibanya kakiku menghadap pintu dapur, aku diam sejenak. Dancuk!. Batinku, gila auranya kelam sekali. Namun, jika tidak di selesaikan sekarang. Bayi setan di belakangku pasti terus nangis.

Pokoknya malam ini harus selesai! Aku ngantuk!. Batinku lagi, lalu memberanikan tanganku membuka pintu dapur itu.

Sepasang mata merah menatapku lekat. Tubuhnya hitam pekat, dipenuhi bulu. Lidahnya menjulur dengan taring-taring di mulutnya. Sosok itu menatap benci ke arahku, hanya ada geraman untuknya dariku. Namun sosok itu tidak berani maju mendekatiku.

Aku merasa seperti jagoan di sini. Keberanian kakiku maju mendekatinya, sekalipun sejujurnya jantungku rasanya mau minggat saja rasanya.

Itu Genderuwo! Wong medi iku sing senengane ganggu wong wedok nak alas, nak! Cah kae ilang-ilangan di singitno Genderuwo!. Ujar satu suara salah satu khodam milikku.

(Itu Genderuwo! Orang mati itu yang suka ganggu perempuan di hutan, nak! Anak itu hilang di sembunyikan Genderuwo!)

Sosok ratu, yang kata Ibunda bersemayam dalam tubuhku. Aku hanya mengangguk saja mengerti. Ketika aku semakin dekat, aumannya juga semakin keras. Namun aku masih tetap maju. Pada akhirnya Genderuwo besar itu menghilang.

"Wah terima kasih, Rachel!" teriak Barend muncul di hadapanku.

Sumpah serapah jelas aku suarakan untuknya. Setan Iki!. Pikirku lalu pergi meninggalkannya sendiri di dapur. Sepertinya dia tidak peduli lagi padaku, sebab permen kapas yang Ibunda berikan sudah aman. Aku yakin, dia pasti sedang menyantapnya sekarang.

Terpopuler

Comments

Lucu🤣

2024-01-11

1

own

own

/Smile//Sleep/ hahahha

2023-10-27

0

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

langsung like and favorit ❤️ karena emang keren banget bikin merinding pol 👍

2023-10-17

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Katanya, itu Wong Medi!
2 Bab 2 : Alam Sebelah
3 Bab 3 : Sepuh dan Mediasi
4 Bab 4 : Setan Alas 1
5 Bab 5 : Setan Alas 2 (Astral Projection)
6 Bab 6 : Sesajen Gunung Lawu 1 (Bocah Goblok)
7 Bab 7 : Sesajen Gunung Lawu 2 (Turun, Cuk!)
8 Bab 8 : Sesajen Gunung Lawu 3 (Mudun)
9 Bab 9: Sesajen Gunung Lawu 4 (Terpisah)
10 Bab 10: Sesajen Gunung Lawu 5 (Kejar-kejaran)
11 Bab 11: Sesajen Gunung Lawu 6 (Ketemu)
12 Bab 12: Janin yang Mati karena Tumbal 1
13 Bab 13: Janin yang Mati karena Tumbal 2
14 Bab 14: Janin yang Mati karena Tumbal 3
15 Bab 15: Janin yang Mati karena Tumbal 4
16 Bab 16: Janin yang Mati karena Tumbal 5
17 Bab 17: Janin yang Mati karena Tumbal 6
18 Bab 18: Janin yang Mati karena Tumbal 7
19 Bab 19: Janin yang Mati karena Tumbal 8
20 Bab 20: Kembalikan Pusakanya 1
21 Bab 21: Kembalikan Pusakanya 2
22 Bab 22: Kembalikan Pusakanya 3
23 Bab 23: Kembalikan Pusakanya 4
24 Bab 24: Kembalikan Pusakanya 5
25 Bab 25: Gunung Arjuno 1 (Budal)
26 Bab 26: Gunung Arjuno 2 (Via Lawang)
27 Bab 27: Gunung Arjuno 3 (Gelut)
28 Bab 28: Gunung Arjuno 4 (Rampung)
29 Bab 29: Dari dalam Kain Kafan 1 (Pelaris)
30 Bab 30: Dari dalam Kain Kafan 2 (Darah)
31 Bab 31: Dari dalam Kain Kafan 3 (Kata Tumbal)
32 Bab 32: Dari dalam Kain Kafan 4 (Kesepakatan Klampis Ireng)
33 Bab 33: Dari dalam Kain Kafan 5 (Klampis Ireng)
34 Bab 34: Dari dalam Kain Kafan 6 (Mencari jalan keluar)
35 Bab 35: Istirahat Sebentar
36 Bab 36: Pesugihan Soto Ayam
37 Bab 37: Diputarin dalam Dimensi Ghaib
38 Bab 38: Kandang Tuyul
39 Bab 39: Saling Kontraksi
40 Bab 40: Ajian Rawa Rontek
41 Bab 41: Nafas Mayat
42 Bab 42: Peliput Kematian
43 Bab 43: Jin Samber Nyowo (Teluh)
44 Bab 44: Sepetak Tanah (Bukti)
45 Bab 45: Penduduk dari Desa Keramat (Karang Kenik)
46 Bab 46: Mengembalikan Pak Joko
47 Bab 47: Hotel Berhantu
48 Bab 48: Buyut Gautama
49 Bab 49: Taman Safari Setan
50 Bab 50: Puncak Pawitra (Penanggungan)
51 Bab 51: Di lacak Mbak Rara
52 Bab 52: Petuah dari Maung
53 Bab 53: Senopati Maung
54 Bab 54: Darah dari Keturunan Majapahit
55 Bab 55: Lawang Sewu (Jawa Tengah)
56 Bab 56: Assalamualaikum, Lawang Sewu!
57 Bab 57: Kembalikan Sandi!
58 Bab 58: Santai Dululah
59 Bab 59: Dusun Dukuh Legetang (Hilang dalam Satu Malam)
60 Bab 60: Sodom Gomoroh
61 Bab 61: Di Kaki Gunung Pengamun-amun
62 Bab 62: Metu Rek!
63 Bab 63: Karir yang Mulai Melejit (Tumpengan)
64 Bab 64: Memasuki Tahun 1942
65 Bab 65: Hindia Belanda 1942
66 Bab 66: Ini untuk Barend, dari Oudere Brour (Kakak laki-laki)
67 Bab 67: Pembantaian Orang Kulit Putih
68 Bab 68: Ledakan dari Sepatuku
69 Bab 69: Tragedi Gadis Terpasung
70 Bab 70: Hallo Melissa!
71 Bab 71: Eksekutor Terkejam (Story' of Melissa)
72 Bab 72: Selang Tiga Puluh Tahun
73 Bab 73: Gerbang yang Mempertemukan Mereka
74 Bab 74: Manusia dengan Abu Mayat di Tubuhnya
75 Bab 75: Gelanda, Melissa dan Hantunya
76 Bab 76: Mengusir Setan Psikopat
77 Bab 77: Kontrakan Berhantu
78 Bab 78: Masuk Menelusuri Kontrakan
79 Bab 79: Demit Asuh
80 Bab 80: Kamu tau gak Suramadu?
81 Bab 81: Mobil Kosong
82 Bab 82: Gerbang Ghaib Suramadu
83 Bab 83: Rachel Demam
84 Bab 84: Penjara Kalisosok
85 Bab 85: Penjara Kalisosok (Sejarah Kelam VOC)
86 Bab 86: Balutan Sejarah Penjara VOC
87 Bab 87: Albertus Van Colline
88 Bab 88: Rumah Hantu Darmo
89 Bab 89: Ada apa sebenarnya?
90 Bab 90: Pelaku Eksekutor Penjanggal
91 Bab 91: Kembali Lagi ke Tapal Kuda
92 Bab 92: Secangkir Teh dari Dek Rara
93 Bab 93: Manusia yang Sesumbar Perkataannya
94 Bab 94: Teror Pocong Gandis (Sehari setelah pemakaman)
95 Bab 95: Kesepakatan
96 Bab 96: Mencari Bukti
97 Bab 97: Bilik Penyesalan (Suara Pezina)
98 Bab 98: Hanya dia yang paling tulus
99 Bab 99: Anak Setan Sialan
100 Bab 100: Lathi Sang Penggibah
101 Bab 101: Potret Ghaib (Kamera milik Bella)
102 Bab 102: Rachel dan Proyek Rumah Sakit
103 Bab 103: Gedung Tua Hampir Terbengkalai
104 Bab 104: Battle Royal Sang Maskot
105 Bab 105: Eksekusi Kuyang (Sop-sop an)
106 Bab 106: Perihal Kematian Gelanda
107 Bab 107: Kisah Gelanda dan Dua Orang Temannya
108 Bab 108: Hilang di Dalam Dekapan Everest
109 Bab 109: Pegunungan Anjasmoro (Prepare)
110 Bab 110: Terjebak dalam Kesunyian
111 Bab 111: Menelusuri Gerbang Astralnya
112 Bab 112: Menemukan Andika dan Richard
113 Bab 113: Kesepakatan dan Bebas
114 Bab 114: Keselek Lento
115 Bab 115: Selimut dari Rumah Sakit Lama
116 Bab 116: Dia yang Datang di Mimpi
117 Bab 117: Dia yang Mati Terjepit Hingga Remuk
118 Bab 118: Menemui Laras
119 Bab 119: Sebuah Permintaan (Perjanjian)
120 Bab 120: Hilangnya Salah Satu Kemampuan Mereka
121 Bab 121: Dia yang Mati Karena Ledakan
122 Bab 122: Rumah Duka (Ruang Nomor 2)
123 Bab 123: Tak Luput Dari Dosa
124 Bab 124: Rumah Duka
125 Bab 125: Kamar Mayat (Penyelesaian)
126 Bab 126: Setan Bangsat (Selesai)
127 Bab 127: Setan Herex
128 Bab 128: Motor Setan
129 Bab 129: Misteri Sirkuit Balap Liar
130 Bab 130: Jalan Raya Daendels (Masalah)
131 Bab 131: Perjalanan Waktu
132 Bab 132: Mobil Jenazah dan Dua Dukun
133 Bab 133: Mobil yang Nyasar di Alam Sebelah
134 Bab 134: Dunia Mereka yang Sakral
135 Bab 135: Dua Dukun Pengabdi Setan
136 Bab 136: Salah Satu Bayi yang Hampir Mati
137 Bab 137: Kekuatan Doa
138 Bab 138: Goa Pemakan Bocil
139 Bab 139: Salah Satu dari Makhluk Pantai Selatan
140 Bab 140: Undangan dari Laras
141 Bab 141: Menuju ke Altar Pernikahan
142 Bab 142: Selamat Menempuh Kehidupan Baru Laras
143 Bab 143: Babi Ngepet
144 Bab 144: Manusia yang Makan Kotoran
145 Bab 145: Penjebakkan
146 Bab 146: Bau Babi
147 Bab 147: Pengantin Bergaun Putih
148 Bab 148: Maung dan Barend
149 Bab 149: Sepotong Kepala yang Dikubur
150 Bab 150: Ketika Gerbang Ghaib dibuka
151 Bab 151: Kembalikan
152 Bab 152: Sumur yang dikeramatkan
153 Bab 153: Sumur Lor
154 Bab 154: Terowongan Ghaib
155 Bab 155: Adu Mekanik
156 Bab 156: Oh jadi ini alasannya!
157 Bab 157: Ini sudah satu jam!
158 Bab 158: Rehat Sejenak
159 Bab 159: Gadis yang Bersedih
160 Bab 160: Gadis yang Mati Sesak di Lemari
161 Bab 161: Rachel dan Thariq
162 Bab 162: Uneg-uneg Cak Dika dan Thariq
163 Bab 163: Cerita dari Masa Lalu dan Pertengkaran Sesama Setan
164 Bab 164: Kamu, kamu milikku!
165 Bab 165: Rumah yang Aneh
166 Bab 166: Misteri Rumah Pak Joko
167 Bab 167: Masa Lalu Bella (Mas Suhu)
168 Bab 168: Mas Suhu Bertemu Cak Dika
169 Bab 169: Tiga orang yang mati
170 Bab 170: Kemampuan Mas Suhu
171 Bab 171: Potretnya boleh tak beli?
172 Bab 172: Ibarat Museum Hantu
173 Bab 173 : Pemuja Pohon Beringin (Bagian 1)
174 Bab 174 : Pemuja Pohon Beringin (Bagian 2)
175 Bab 175: Pemuja Pohon Beringin (Bagian 3)
176 Bab 176 : Pemuja Pohon Beringin (Bagian 4)
177 Bab 177 : Pemuja Pohon Beringin (Bagian 5)
178 Bab 178: Pemuja Pohon Beringin (End)
179 Bab 179: Surat Kabar
180 Bab 180 : Gadis yang Duduk di Tiang Lampu Jalanan
181 Bab 181 : Pesan Kematian (Korban Bully)
182 Bab 182 : Si Nduk Kesayangan Ibuknya
183 Bab 183 : Bercak Darah yang Tidak Bisa Hilang
184 Bab 184 : Dia Datang
185 Bab 185 : Makhluk itu kekasihku!
186 Bab 185: Mas Suhu dan Perjalanan Alesya
187 Bab 187 : Alesya dan Kekasih Ularnya
188 Bab 188 : Bella Cemburu
189 Bab 189 : Kaca Rias
190 Bab 190 : Menarilah Anakku
191 Bab 191 : Menolak Takdir Tuhan
192 Bab 192 : Tumbal Gadis Perawan
193 Bab 193 : Kematian Meta di Pelosok Hutan (Tragedi Air Terjun Berdarah)
194 Bab 194 : Kematian Rara dan Sebuah Penyesalan
195 Bab 195 : Kematian Rara dan Sebuah Teka-teki
196 Bab 196 : Akan Kubunuh Kalian
197 Bab 197 : Ra, jangan pergi ya!
198 Bab 198 : Maung yang Memanggil
199 Bab 199: Perihal Kematian
200 Bab 200 : Sebuah Suara dan Memori
201 Bab 201 : Kamu kenapa?
202 Bab 202 : Sebuah Kain dari Organ Vital
203 Bab 203 : Rachel dan Thariq (Pengungkapan)
Episodes

Updated 203 Episodes

1
Bab 1 : Katanya, itu Wong Medi!
2
Bab 2 : Alam Sebelah
3
Bab 3 : Sepuh dan Mediasi
4
Bab 4 : Setan Alas 1
5
Bab 5 : Setan Alas 2 (Astral Projection)
6
Bab 6 : Sesajen Gunung Lawu 1 (Bocah Goblok)
7
Bab 7 : Sesajen Gunung Lawu 2 (Turun, Cuk!)
8
Bab 8 : Sesajen Gunung Lawu 3 (Mudun)
9
Bab 9: Sesajen Gunung Lawu 4 (Terpisah)
10
Bab 10: Sesajen Gunung Lawu 5 (Kejar-kejaran)
11
Bab 11: Sesajen Gunung Lawu 6 (Ketemu)
12
Bab 12: Janin yang Mati karena Tumbal 1
13
Bab 13: Janin yang Mati karena Tumbal 2
14
Bab 14: Janin yang Mati karena Tumbal 3
15
Bab 15: Janin yang Mati karena Tumbal 4
16
Bab 16: Janin yang Mati karena Tumbal 5
17
Bab 17: Janin yang Mati karena Tumbal 6
18
Bab 18: Janin yang Mati karena Tumbal 7
19
Bab 19: Janin yang Mati karena Tumbal 8
20
Bab 20: Kembalikan Pusakanya 1
21
Bab 21: Kembalikan Pusakanya 2
22
Bab 22: Kembalikan Pusakanya 3
23
Bab 23: Kembalikan Pusakanya 4
24
Bab 24: Kembalikan Pusakanya 5
25
Bab 25: Gunung Arjuno 1 (Budal)
26
Bab 26: Gunung Arjuno 2 (Via Lawang)
27
Bab 27: Gunung Arjuno 3 (Gelut)
28
Bab 28: Gunung Arjuno 4 (Rampung)
29
Bab 29: Dari dalam Kain Kafan 1 (Pelaris)
30
Bab 30: Dari dalam Kain Kafan 2 (Darah)
31
Bab 31: Dari dalam Kain Kafan 3 (Kata Tumbal)
32
Bab 32: Dari dalam Kain Kafan 4 (Kesepakatan Klampis Ireng)
33
Bab 33: Dari dalam Kain Kafan 5 (Klampis Ireng)
34
Bab 34: Dari dalam Kain Kafan 6 (Mencari jalan keluar)
35
Bab 35: Istirahat Sebentar
36
Bab 36: Pesugihan Soto Ayam
37
Bab 37: Diputarin dalam Dimensi Ghaib
38
Bab 38: Kandang Tuyul
39
Bab 39: Saling Kontraksi
40
Bab 40: Ajian Rawa Rontek
41
Bab 41: Nafas Mayat
42
Bab 42: Peliput Kematian
43
Bab 43: Jin Samber Nyowo (Teluh)
44
Bab 44: Sepetak Tanah (Bukti)
45
Bab 45: Penduduk dari Desa Keramat (Karang Kenik)
46
Bab 46: Mengembalikan Pak Joko
47
Bab 47: Hotel Berhantu
48
Bab 48: Buyut Gautama
49
Bab 49: Taman Safari Setan
50
Bab 50: Puncak Pawitra (Penanggungan)
51
Bab 51: Di lacak Mbak Rara
52
Bab 52: Petuah dari Maung
53
Bab 53: Senopati Maung
54
Bab 54: Darah dari Keturunan Majapahit
55
Bab 55: Lawang Sewu (Jawa Tengah)
56
Bab 56: Assalamualaikum, Lawang Sewu!
57
Bab 57: Kembalikan Sandi!
58
Bab 58: Santai Dululah
59
Bab 59: Dusun Dukuh Legetang (Hilang dalam Satu Malam)
60
Bab 60: Sodom Gomoroh
61
Bab 61: Di Kaki Gunung Pengamun-amun
62
Bab 62: Metu Rek!
63
Bab 63: Karir yang Mulai Melejit (Tumpengan)
64
Bab 64: Memasuki Tahun 1942
65
Bab 65: Hindia Belanda 1942
66
Bab 66: Ini untuk Barend, dari Oudere Brour (Kakak laki-laki)
67
Bab 67: Pembantaian Orang Kulit Putih
68
Bab 68: Ledakan dari Sepatuku
69
Bab 69: Tragedi Gadis Terpasung
70
Bab 70: Hallo Melissa!
71
Bab 71: Eksekutor Terkejam (Story' of Melissa)
72
Bab 72: Selang Tiga Puluh Tahun
73
Bab 73: Gerbang yang Mempertemukan Mereka
74
Bab 74: Manusia dengan Abu Mayat di Tubuhnya
75
Bab 75: Gelanda, Melissa dan Hantunya
76
Bab 76: Mengusir Setan Psikopat
77
Bab 77: Kontrakan Berhantu
78
Bab 78: Masuk Menelusuri Kontrakan
79
Bab 79: Demit Asuh
80
Bab 80: Kamu tau gak Suramadu?
81
Bab 81: Mobil Kosong
82
Bab 82: Gerbang Ghaib Suramadu
83
Bab 83: Rachel Demam
84
Bab 84: Penjara Kalisosok
85
Bab 85: Penjara Kalisosok (Sejarah Kelam VOC)
86
Bab 86: Balutan Sejarah Penjara VOC
87
Bab 87: Albertus Van Colline
88
Bab 88: Rumah Hantu Darmo
89
Bab 89: Ada apa sebenarnya?
90
Bab 90: Pelaku Eksekutor Penjanggal
91
Bab 91: Kembali Lagi ke Tapal Kuda
92
Bab 92: Secangkir Teh dari Dek Rara
93
Bab 93: Manusia yang Sesumbar Perkataannya
94
Bab 94: Teror Pocong Gandis (Sehari setelah pemakaman)
95
Bab 95: Kesepakatan
96
Bab 96: Mencari Bukti
97
Bab 97: Bilik Penyesalan (Suara Pezina)
98
Bab 98: Hanya dia yang paling tulus
99
Bab 99: Anak Setan Sialan
100
Bab 100: Lathi Sang Penggibah
101
Bab 101: Potret Ghaib (Kamera milik Bella)
102
Bab 102: Rachel dan Proyek Rumah Sakit
103
Bab 103: Gedung Tua Hampir Terbengkalai
104
Bab 104: Battle Royal Sang Maskot
105
Bab 105: Eksekusi Kuyang (Sop-sop an)
106
Bab 106: Perihal Kematian Gelanda
107
Bab 107: Kisah Gelanda dan Dua Orang Temannya
108
Bab 108: Hilang di Dalam Dekapan Everest
109
Bab 109: Pegunungan Anjasmoro (Prepare)
110
Bab 110: Terjebak dalam Kesunyian
111
Bab 111: Menelusuri Gerbang Astralnya
112
Bab 112: Menemukan Andika dan Richard
113
Bab 113: Kesepakatan dan Bebas
114
Bab 114: Keselek Lento
115
Bab 115: Selimut dari Rumah Sakit Lama
116
Bab 116: Dia yang Datang di Mimpi
117
Bab 117: Dia yang Mati Terjepit Hingga Remuk
118
Bab 118: Menemui Laras
119
Bab 119: Sebuah Permintaan (Perjanjian)
120
Bab 120: Hilangnya Salah Satu Kemampuan Mereka
121
Bab 121: Dia yang Mati Karena Ledakan
122
Bab 122: Rumah Duka (Ruang Nomor 2)
123
Bab 123: Tak Luput Dari Dosa
124
Bab 124: Rumah Duka
125
Bab 125: Kamar Mayat (Penyelesaian)
126
Bab 126: Setan Bangsat (Selesai)
127
Bab 127: Setan Herex
128
Bab 128: Motor Setan
129
Bab 129: Misteri Sirkuit Balap Liar
130
Bab 130: Jalan Raya Daendels (Masalah)
131
Bab 131: Perjalanan Waktu
132
Bab 132: Mobil Jenazah dan Dua Dukun
133
Bab 133: Mobil yang Nyasar di Alam Sebelah
134
Bab 134: Dunia Mereka yang Sakral
135
Bab 135: Dua Dukun Pengabdi Setan
136
Bab 136: Salah Satu Bayi yang Hampir Mati
137
Bab 137: Kekuatan Doa
138
Bab 138: Goa Pemakan Bocil
139
Bab 139: Salah Satu dari Makhluk Pantai Selatan
140
Bab 140: Undangan dari Laras
141
Bab 141: Menuju ke Altar Pernikahan
142
Bab 142: Selamat Menempuh Kehidupan Baru Laras
143
Bab 143: Babi Ngepet
144
Bab 144: Manusia yang Makan Kotoran
145
Bab 145: Penjebakkan
146
Bab 146: Bau Babi
147
Bab 147: Pengantin Bergaun Putih
148
Bab 148: Maung dan Barend
149
Bab 149: Sepotong Kepala yang Dikubur
150
Bab 150: Ketika Gerbang Ghaib dibuka
151
Bab 151: Kembalikan
152
Bab 152: Sumur yang dikeramatkan
153
Bab 153: Sumur Lor
154
Bab 154: Terowongan Ghaib
155
Bab 155: Adu Mekanik
156
Bab 156: Oh jadi ini alasannya!
157
Bab 157: Ini sudah satu jam!
158
Bab 158: Rehat Sejenak
159
Bab 159: Gadis yang Bersedih
160
Bab 160: Gadis yang Mati Sesak di Lemari
161
Bab 161: Rachel dan Thariq
162
Bab 162: Uneg-uneg Cak Dika dan Thariq
163
Bab 163: Cerita dari Masa Lalu dan Pertengkaran Sesama Setan
164
Bab 164: Kamu, kamu milikku!
165
Bab 165: Rumah yang Aneh
166
Bab 166: Misteri Rumah Pak Joko
167
Bab 167: Masa Lalu Bella (Mas Suhu)
168
Bab 168: Mas Suhu Bertemu Cak Dika
169
Bab 169: Tiga orang yang mati
170
Bab 170: Kemampuan Mas Suhu
171
Bab 171: Potretnya boleh tak beli?
172
Bab 172: Ibarat Museum Hantu
173
Bab 173 : Pemuja Pohon Beringin (Bagian 1)
174
Bab 174 : Pemuja Pohon Beringin (Bagian 2)
175
Bab 175: Pemuja Pohon Beringin (Bagian 3)
176
Bab 176 : Pemuja Pohon Beringin (Bagian 4)
177
Bab 177 : Pemuja Pohon Beringin (Bagian 5)
178
Bab 178: Pemuja Pohon Beringin (End)
179
Bab 179: Surat Kabar
180
Bab 180 : Gadis yang Duduk di Tiang Lampu Jalanan
181
Bab 181 : Pesan Kematian (Korban Bully)
182
Bab 182 : Si Nduk Kesayangan Ibuknya
183
Bab 183 : Bercak Darah yang Tidak Bisa Hilang
184
Bab 184 : Dia Datang
185
Bab 185 : Makhluk itu kekasihku!
186
Bab 185: Mas Suhu dan Perjalanan Alesya
187
Bab 187 : Alesya dan Kekasih Ularnya
188
Bab 188 : Bella Cemburu
189
Bab 189 : Kaca Rias
190
Bab 190 : Menarilah Anakku
191
Bab 191 : Menolak Takdir Tuhan
192
Bab 192 : Tumbal Gadis Perawan
193
Bab 193 : Kematian Meta di Pelosok Hutan (Tragedi Air Terjun Berdarah)
194
Bab 194 : Kematian Rara dan Sebuah Penyesalan
195
Bab 195 : Kematian Rara dan Sebuah Teka-teki
196
Bab 196 : Akan Kubunuh Kalian
197
Bab 197 : Ra, jangan pergi ya!
198
Bab 198 : Maung yang Memanggil
199
Bab 199: Perihal Kematian
200
Bab 200 : Sebuah Suara dan Memori
201
Bab 201 : Kamu kenapa?
202
Bab 202 : Sebuah Kain dari Organ Vital
203
Bab 203 : Rachel dan Thariq (Pengungkapan)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!