Jangan panggil aku Tuan.

"Diora?" seru Naura seolah dirinya pernah bertemu dengan sosok Diora.

Di saat Bi Imas dan Naura sedang berbincang, tiba-tiba Sam datang dan akhirnya obrolan mereka pun terpaksa berhenti, karena Bi Imas pamit untuk pergi.

"Tuan muda, permisi!" pamit Bi Imas yang mengetahui kedatangan Sam yang kini sedang menghampiri istrinya. Naura tampak malu dan menundukkan wajahnya saat Sam datang kepadanya.

Sam memperhatikan penampilan istrinya dari atas hingga bawah, sejenak Sam mengerutkan keningnya dan menatap dalam-dalam wajah Naura.

Naura yang menyadari jika Sam tengah memperhatikannya, Ia pun berkata kepada suaminya.

"Apa yang Tuan lihat? Ada yang salah? Kebiasaan nih orang selalu bikin salah tingkah." Umpat Naura sembari memperhatikan dress yang Ia kenakan. Kemudian Sam semakin mendekatinya dan melihat ke arah leher istrinya.

Naura yang menyadari jika tatapan mata suaminya sedang mengarah pada lehernya, Ia pun terlihat menutupi lehernya dengan kedua tangannya.

"Tuan lihat apa? Jangan bilang Tuan sedang melihat tanda-tanda itu, ya! Kebetulan juga Tuan ada di sini, lain kali kalau bikin kissmark jangan di sini juga dong, malu! Mana kelihatan banget kayak kalung, di tempat lain kan bisa." Ucap Naura memprotes apa yang sudah dilakukan oleh suaminya.

Sam menyeringai dan menjawab, "Lain kali? Hmm itu artinya masih ada waktu untuk membuat tanda itu lagi? Oke ... nanti aku akan buat di tempat yang lain yang tidak ada orang yang akan tahu selain aku dan kamu." Seru Sam sembari tersenyum smirk.

Seketika Naura terkesiap dengan apa yang dikatakan oleh Sam, ternyata Sam salah menilai ataukah dirinya yang salah berucap.

"Em ... bu-bukan itu maksud saya, Tuan!"

"Jangan panggil aku Tuan! Aku punya nama, panggil aku Sam, atau bisa juga panggil aku dengan suami, aku adalah suamimu bukan Majikanmu. Oh ya! Bukankah tadi aku mengirimkan hadiah untukmu, kenapa tidak dipakai? Kamu tidak suka?" tanya Sam yang melihat Naura tidak memakai kalung pemberiannya itu.

Naura berjalan mendekati suaminya, sehingga wajah kasar Sam semakin terlihat begitu jelas, Naura memperhatikan wajah sang suami yang semalam terasa halus sangat berbeda dengan saat ini yang terlihat begitu kasar dan menjijikkan.

"Pertama, saya tidak membutuhkan kalung itu, terima kasih anda sudah memberikannya, anda jangan khawatir, saya akan melahirkan anak Anda, saya tidak akan lari, karena melahirkan anak Anda adalah bentuk tanggung jawab saya atas perjanjian itu dan saya berharap bisa segera melahirkan anak Anda dan setelah itu saya pulang ke rumah Ayah, jadi anda tidak perlu repot-repot memberikan hadiah macam-macam untuk menyogok saya supaya saya tetap berada di sini. Kedua, tanpa anda memberikan apapun saya akan tetap tinggal di rumah ini selama saya belum melahirkan anak Anda." Ungkap Naura sebelum dirinya pergi meninggalkan Sam yang berdiri diam mematung memperhatikan Naura berbicara.

Setelah Naura mengatakan hal itu, ia pun segera pergi meninggalkan Sam dan kembali ke kamarnya. Namun, tiba-tiba saja Sam menahan tangan gadis itu dan menariknya, sehingga Naura mau tidak mau kembali berada dalam pelukan Sam untuk yang kesekian kali.

Tatapan mata itu kembali bertemu dan saling berbicara, tak bisa dipungkiri keduanya memiliki rasa kagum masing-masing, Naura tidak melihat wajah Sam yang menjijikkan, tapi perlakuan Sam yang begitu lembut padanya, ia seolah lemah tak berdaya saat Sam begitu dekat dengannya.

"Aku sangat yakin sekali kamu akan melahirkan anak-anak ku, tapi untuk saat ini aku berharap kamu belum mengandung dulu, itu artinya akan banyak kesempatan untuk kita saling bertemu sebelum kita berpisah." Seru Sam yang membuat Naura membulatkan matanya.

"Apa maksud Anda?"

"Aku rasa sudah cukup jelas, bukankah kamu juga sebenarnya setuju dengan apa yang aku katakan ini? Akui saja, Naura. Kamu juga suka dengan percintaan kita semalam, kan?" bisik Sam sembari menghirup aroma wangi rambut sang istri.