Bab 19

Sosok lelaki mengenakan kaos hitam polos lengan pendek melepas kacamata hitam yang bertengger di hidung ketika ponselnya berdering. Sebuah email dari akun privat masuk. Lelaki kaos hitam mengerutkan kening usai membaca isi pesan email tersebut.

Dia merubah posisi duduknya, kini dia saling berhadapan dengan empat sosok lelaki bertubuh kekar yang duduk di hadapannya. Asap tipis dengan aroma nikotin menyeruak mengepul di udara ketika salah satu lelaki bertubuh kekar menghembuskan nafas.

"Ada apa?" tanya lelaki bertubuh kekar sambil membuang putung rokok di sembarang tempat.

"Bos baru saja mengirim email. Dia ingin bertemu dengan kita di gedung tua. Tapi aneh sekali. Biasanya Bos akan langsung menelfon. Dan ini dia mengirim email dengan akun privat." Lelaki kaos hitam menggaruk belakang kepala.

"Biarlah. Jika kita ingin tetap mendapat banyak uang. Kita harus menemuinya." Lelaki bertubuh kekar beranjak berdiri sambil mengenakan jaket kulitnya.

Mereka menaiki sebuah mobil Jeep yang terparkir di tepi jalan. Lantas melajukan mobil itu menerobos jalanan aspal yang nampak lenggang. Mobil Jeep melaju cukup cepat dibawah lampu temaram jalan. Beberapa kali ban-ban mobil sedikit terpeleset kala genangan air dengan lumpur di tengah-tengah jalan.

Setengah jam berlalu. Mobil Jeep itu berhenti di halaman depan gedung usang dan lusuh. Ada begitu banyak lumut menempel di dinding ketika kelima lelaki bertubuh kekar berjalan memasuki gedung.

Bau busuk langsung datang menyambut ketika lelaki bertubuh kekar berada di dalam. Sesekali mereka menutup hidung, juga mengibas-ibaskan tangan mereka kala bau busuk yang kian menyengat lubang hidung.

"Bos! Kami sudah datang!" seru lelaki kaos hitam.

"Hei, apa kamu benar mendapat email dari Bos di gedung tua begini? Dia mana mau datang ke tempat yang kotor dan bau begini?" Lelaki bertubuh kekar menendang bekas botol air minum yang berserakan di tanah becek itu.

Lelaki kaos hitam menyipitkan mata ketika di depan terdapat seseorang berdiri di balik gelapnya gedung.

"Bos, apa itu Bos?" tanya lelaki kaos hitam sambil satu langkah ke depan, kini mereka berdiri berhadapan hanya dengan jarak beberapa meter saja.

Seulas senyum seringai tersungging di bibir sosok itu. Perlahan-lahan dia berjalan, keluar dari balik kegelapan. Menunjukkan tubuhnya yang mengenakan celana hitam dan juga mengenakan Hoodie hitam. Wajahnya tak terlihat dengan tudung Hoodie yang menutupi kepala hingga wajah.

"Dia bukan Bos kita!" seru lelaki bertubuh kekar sambil menunjuk-nunjuk sosok yang kini berdiri di depan mereka.

"Siapa kamu? Kamu bukan Bos kami!"

"Memang bukan," jawab sosok itu dengan nada setengah pelan.

Tangannya mulai memegang tudung Hoodie. Dengan perlahan dia mulai menarik tudung itu, melepasnya dari atas kepala. Wajahnya mulai terlihat, menampakkan bibirnya yang tipis nan indah. Hidungnya yang mancung, wajahnya yang putih nan mulus.

Sosok kaos hitam mulai melangkah mundur menjauh dengan keningnya yang berkerut. Beberapa kali dia menyeka keringat yang mulai membasahi kening.

"Aku tanya sekali lagi! Siapa kamu?" Lelaki kaos hitam mengacungkan jari telunjuknya ke depan.

Seulas senyum seringai lebar tersungging di bibirnya ketika tudung hoodie itu sudah lepas dari atas kepala. Kini dapat terlihat jelas jika sosok itu tidak lain dan bukan adalah Kevin.

"Aku memang bukan Bos kalian. Aku rasa kalian sedikit bodoh sampai percaya jika akun privat itu adalah Bos kalian." Kevin tertawa pelan sambil mengangkat kedua bahu.

"Apa maumu! Kami tidak ada urusan denganmu dasar bocah! Jangan coba-coba bermain dengan kami!" Lelaki kaos hitam melipat kedua tangan di depan dada bidangnya.

"Aku tidak akan melepaskan siapapun yang dekat dan ada hubungannya dengan Guren! Aku tidak akan membiarkan mereka hidup lama," kata Kevin diantara sorot matanya yang setejam elang.

"Kamu mengenal Bos kami?"

"Tentu saja. Bagaimana aku tidak mengenal b*jingan itu." Kevin memasukkan kedua tangan di dalam saku hoodienya.

"Berani sekali kamu menyebut Bos kami dengan kata-kata rendah dan menjijikkan seperti itu! Kami tidak akan melepaskanmu setelah apa yang sudah kamu lakukan!"

"Oh, benarkah? Aku pikir kalian-lah yang tidak akan kubiarkan keluar dari sini hidup-hidup." Kevin menyeringai lebar.

Dia merogoh saku hoodienya, meraih sebuah pistol yang kemudian langsung ditodongkannya ke depan, menghadap kelima lelaki bertubuh kekar.

"Ada kata-kata terakhir?" tanya Kevin disela mulutnya yang terus menyeringai lebar.

Kelima bertubuh kekar meraih pisau lipat dari belakang saku mereka. Lantas berlari ke depan, hendak menyerang Kevin.

"Baiklah. Tidak ada kata-kata terakhir rupanya."

Ketika tangan berbalut sarung tangan hitam polos itu menarik pelatuk. Percikan api keluar dari ujung pistol bersama dengan beberapa butir peluru yang bergerak mengarah kelima bertubuh kekar.

Ketika butir-butir peluru itu mengenai kepala kelima lelaki bertubuh kekar. Tubuh mereka terjatuh ke tanah becek saat kepala-kepala itu meledak, memuncratkan cairan merah kental. Memercikkan cairan merah kental itu, hingga membuat seluruh pakaian, wajah dan rambut Kevin terkena cairan merah kental yang menggenang di tanah becek penuh lumut.

"Sekarang apa yang akan Tuan Guren lakukan disaat semua anak buahnya meledak? Aku rasa tidak etis jika aku tak menunjukkan kejutan ini padanya."

Kevin merogoh saku jaket, meraih ponselnya. Kevin memotret semua kelima lelaki bertubuh kekar yang sudah tidak bernyawa beberapa kali, lantas mengirimkan foto itu pada Guren.

* * *

Keringat dingin membasahi wajah dan kedua tangannya ketika Guren mendapat kiriman foto semua anak buahnya yang sudah tidak bernyawa dengan kondisi yang mengenaskan.

"Apa benar Kevin yang sudah melakukan semua ini? Apakah dia benar-benar akan balas dendam padaku? Apa yang harus aku lakukan?"

Dia menggigiti kuku-kuku jarinya sambil terus berjalan mondar-mandir. Sesekali dia mencoba untuk menghubungi nomor yang sudah mengirim foto itu padanya. Namun nomor itu langsung tidak aktif disaat foto itu sudah masuk.

"Sial, sial! Bagaimana jika Kevin juga akan membunuhku, sama seperti anak buahku? Apakah kematian Alicia juga karenanya?

Pria itu. Ya, anak yang bertemu denganku di penjara, pasti dia bekerja sama dengan Kevin. Sial! Ini bukan lagi main-main."

Hana datang saat Guren tengah menggigiti kuku jarinya sendiri. Wanita paruh baya itu meraih kedua tangan Guren, memegangnya dengan erat.

"Apa yang kamu lakukan? Apa kamu merindukan Alicia?" tanya Hana dengan tatapan mata sayu.

Guren diam tak menjawab. Hana semakin erat menggenggam tangan Guren, hingga meninggalkan bekas kemerahan kala Guren menarik tangannya.

"Aku baik-baik saja. Ya, mungkin aku memang merindukan putri kita. Kamu tahu, kematian putri kita sungguh tidak bisa kuterima hingga sekarang," kata Guren sambil memalingkan wajah dari Hana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!