Beberapa pasang mata nampak mengerjap-erjap sambil bergerak ke kanan dan kiri. Mengikuti setiap langkah kaki setengah renta di depannya. Sesekali Guren memukul meja dengan tangan yang terkepal, membuat para anak buahnya tersentak.
Para lelaki bertubuh kekar mengenakan kaos hitam polos lengan pendek, menunjukkan otot-otot lengan yang menonjol hanya berdiri tak bergeming, menunggu Tuan mereka angkat bicara lebih dulu.
Namun nyatanya sudah limabelas menit Tuan mereka terus berjalan maju mundur tak beraturan tanpa berucap sepatah katapun, hanya sesekali erangan terdengar di telinga mereka.
Salah satu dari tangan kekar itu mendorong belakang punggung anggotanya yang berdiri di depan. Satu-satunya lelaki bertubuh kurus itu tercekat kala tubuhnya terhuyung ke depan. Dia menoleh, lelaki bertubuh kekar yang mendorongnya melepas kacamata hitam di atas hidung, lantas kedua alisnya terangkat sambil menggerakkan kedua bola matanya pada Guren.
"Aku harus apa?" tanya lelaki bertubuh kurus setengah berbisik.
"Kamu coba bicara pada Tuan Guren. Apa kita akan tetap berdiri di sini atau bagaimana," sahut lelaki kacamata hitam.
Lelaki bertubuh kurus mengangguk pelan, lantas kembali berbalik badan. Jakunnya nampak naik turun menelan ludah sambil menghela nafas panjang. Kemudian dia berjalan perlahan mendekati Guren, lantas menepuk pelan pundaknya.
"Maaf, Tuan. Apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Kami sudah berusaha untuk mencari siapa orang yang sudah menculik Nona Alicia. Tapi kami tak bisa menemukannya."
Langkah Guren terhenti, sorot matanya setajam elang kala lelaki bertubuh kurus berbicara. Jakunnya kembali naik turun menelan ludah, sesekali dia menyeka keringat dingin yang kini mulai membasahi kedua tangan dan wajahnya.
"Kalian benar-benar tidak berguna! Bagaimana bisa kalian tidak menemukannya! Sepertinya aku harus turun tangan." Guren berbalik, lantas berjalan mendekati pintu jendela. Hembusan angin langsung masuk ke dalam kal pintu jendela terbuka, menerpa kulit setengah keriput itu.
"Aku akan menyerahkan diri pada Polisi!" kata Guren. Ucapannya sontak membuat para anak buah yang masih berdiri siap siaga di belakang mengerutkan kening bersamaan.
* * *
Seulas senyum seringai tersungging di bibir Kevin kala sebuah artikel yang terpampang jelas pada website yang ia baca nampak menjelaskan tentang bagaimana seorang CEO terkenal bernama Guren datang dengan sendirinya ke kantor polisi.
Namun mereka yang menulis artikel itu belum memahami jika Guren datang ke kantor polisi untuk menyerahkan dirinya. Kevin lantas beranjak berdiri usai memasukkan benda pipih itu ke dalam saku jaketnya.
Alicia yang sebelumnya tengah asik membaca buku di atas ranjang langsung beranjak berdiri kala Kevin hendak keluar.
"Kamu mau pergi ke mana, Kevin?" tanya Alicia dengan keningnya yang nampak berkerut.
"Aku akan keluar beli makan. Kamu tunggu di sini saja, aku tidak akan lama," jawab Kevin datar.
"Apa aku boleh ikut?"
"Tidak, jangan. Lebih baik kamu di sini saja. Ini sudah sore, dan cuaca di luar dingin hari ini."
"Apa kamu mengawatirkanku?" Alicia mendekati Kevin, tangannya mengelus lembut pipi kanan Kevin.
Kevin dengan perlahan menarik tangan Alicia yang memegang pipinya. Seulas senyum manis terukir di bibir Kevin sebelum dia berjalan keluar dari kamar hotel.
Sebuah mobil taxi berhenti di tepi jalan depan gedung bertuliskan kantor polisi. Usai memberikan bayaran pada sopir taxi, Kevin turun dari mobil sambil menarik kerah jaket tebalnya.
Kepalanya mendongak. Langit mulai terlihat gelap, awan jingga mulai menunjukkan pesonanya kala itu bersamaan cahaya matahari yang mulai bersembunyi di balik bukit.
Kevin menghela nafas pelan, hembusan nafasnya mengepulkan asap tipis yang terasa hangat di udara. Dia berjalan santai menuju pintu masuk kantor polisi.
Kevin mengedarkan pandangannya ke sekeliling kala para berandalan dan penjahat nampak berjalan melewatinya menuju jeruji besi.
Kakinya berhenti tepat depan sebuah pintu ruangan. Dia membuka pintu, lantas berjalan mendekati sebuah meja dengan sosok lelaki gagah duduk di kursi itu.
"Maaf, Pak Polisi. Aku dengar seseorang bernama Guren telah menyerahkan diri ke sini. Apa itu benar?" tanya Kevin, wajahnya datar.
"Benar. Anda siapa? Apa Anda mengenal beliau?"
"Ya, saya mengenalnya. Bisakah saya bertemu dengannya?"
"Tentu saja. Masih ada waktu sekitar lima menit untuk kamu membesuknya," kata Pak Polisi, lantas beranjak berdiri, menunjukkan jeruji besi Guren ditahan.
Seulas senyum seringai tersungging di bibir Kevin kala nampak sosok lelaki yang tidak asing terduduk di atas tikar usang dari balik jeruji besi.
Dia berjalan santai mendekati jeruji besi di depannya. "Halo Tuan Guren. Apa kabar?" tanya Kevin seraya berjalan mendekati jeruji besi.
Guren yang tengah duduk menopang dagu di lantai beralaskan tikar usang sambil bersender dinding tersentak kaget saat suara yang nampak tidak asing datang di kedua telinganya. Guren mengangkat wajahnya, matanya nampak sayu menatap sosok Kevin dari balik jeruji besi.
Matanya menyipit, lantas ia beranjak berdiri, berjalan mendekati Kevin. Kedua tangannya memegang jeruji besi, matanya masih sayu menatap sosok di depannya.
"Kamu, orang yang menabrakku kemarin?" Guren memiringkan kepala. Kevin hanya menebar senyum ramah sekaligus mulutnya yang sedikit menyeringai.
"Benar. Ternyata Anda masih mengingat saya, Tuan Guren. Tapi, apakah Tuan mengenal anak Anda yang lain, yang sudah Anda tinggalkan?" tanya Kevin, mulutnya mulai menyeringai lebar.
Guren kembali tersentak. Tangan kekar dengan banyak kerutan itu terangkat, menyentuh dadanya yang entah kenapa terasa sesak. Jantungnya berdetak kencang, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.
"Siapa kamu? Apa kamu mengenalnya?"
"Mengenalnya? Apa Anda sudah tahu siapa yang saya Maksud Tuan?" tanya Kevin masih dengan senyum seringainya.
"Cepat katakan siapa kamu! Atau kamu temannya! Kamu tahu di mana dia sekarang?" Guren nampak antusias. Saat berbicara nampak sekali urat nadi terlihat sedikit menonjol di lehernya.
"Tenang dulu Tuan. Apa Anda sungguh ingin tahu anak Anda yang lain. Atau aku bisa menyebut putra Anda yang lain?" Seringainya semakin melebar.
Guren menundukkan wajahnya sambil mengepal erat kedua tangan yang memegang jeruji besi. Dibalik wajahnya yang tertunduk, bola matanya nampak bergetar, bulir-bulir air mulai keluar dari sudut netra, menetesi lantai keramik yang sudah berdebu itu.
"Aku sudah melakukan kesalahan fatal. Aku meninggalkan orang-orang yang sudah baik padaku, mau bersama denganku.
Sejujurnya aku sungguh menyesal telah meninggalkan mereka. Aku ingin bertemu mereka lagi, meminta maaf dan memenuhi tanggung jawabku."
"Sungguh, Tuan? Tunggu dulu. Aku mendengar ucapan "mereka". Siapa yang Anda maksud mereka? Bukankah saya tadi hanya membicarakan satu orang?" tanya Kevin. Mulutnya masih menyeringai lebar, matanya nampak sinis memandang lelaki paruh baya yang masih menundukkan wajahnya itu.
Guren mulai mengangkat kembali wajahnya. Matanya masih bergetar menahan air mata yang terus keluar.
"Aku tahu jika mungkin kamu juga tahu siapa Ibu dari putraku yang kamu maksud itu," kata Guren penuh penekanan.
"Heh ... entahlah Tuan. Aku hanya mengenal satu orang. Aku tidak mengenal yang lainnya. Ibunya, ya.
Tapi setelah kupikirkan. Selama ini dia tidak pernah bersama dengan seorang wanita yang dia sebut sebagai seorang Ibu," kata Kevin. Tangan kanannya memegang pelipis, mengusapnya pelan sambil sedikit menyipitkan mata.
"Apa maksudmu? Ke mana ibunya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments