Kevin menghempaskan pantatnya di sofa panjang merah maroon. Tangannya meraih ponsel yang tergeletak di atas meja bundar. Dengan cekatan tangan itu menekan setiap angka dan huruf di layar keyboard ponsel.
Hingga sepersekian detik kemudian, nampak seulas senyum seringai tersungging di bibir Kevin kala seseorang yang ia hubungi mengangkatnya.
"Siapa ini? Kenapa kamu menelfonku? Apa ada hal penting? Ini siapa?" Suara berat dan sedikit serak itu bertanya dari balik telepon.
Kevin diam tak menjawab, mulutnya masih nampak menyeringai disertai kedua mata itu yang sesekali melirik arah ranjang Alicia terbaring.
"Apa ini salah sambung? Akan kumatikan!"
"Tidak! Ini aku!" Akhirnya Kevin angkat bicara. Suara dari balik telepon mulai terdiam, hanya suara hembusan nafas yang terdengar kali ini.
"Halo Tuan Guren. Ini benar dari Tuan Guren?" tanya Kevin, mulutnya menyeringai lebar.
"Benar. Ini siapa? Suaramu pernah kudengar. Apa sebelumnya kita pernah bertemu?"
"Oh mungkin saja kita pernah bertemu. Tapi entahlah, tapi mungkin Tuan bisa mengingatnya lagi."
"Siapa kamu? Ada perlu apa denganku? Kenapa kamu tahu namaku?"
"Tenanglah Tuan. Aku hanya ingin bicara denganmu tentang putri tunggalmu yang cantik. Kalau tidak salah namanya, Alicia bukan?" Mulutnya kembali menyeringai, nampak puas dengan ucapannya yang membuat Guren menahan nafas.
"Siapa sebenarnya kamu! Jangan coba-coba untuk melukai putriku!"
"Heh ... Anda begitu peduli dengan putrimu. Tapi, apa Anda tak pernah berpikir tentang anakmu yang lain?"
"Apa yang coba kamu bicarakan! Sebenarnya siapa kamu?" Suara Guren mulai meninggi, namun Kevin nampak menikmatinya.
"Tenanglah Tuan. Aku hanya ingin Anda menyerahkan diri pada Polisi, mengakui tentang kejahatanmu pada Tuan Gravil."
"Siapa kamu? Kenapa kamu mengenalnya? Apa kamu anaknya? Dan bagaimana kamu bisa yakin jika aku melakukan tindak kejahatan padanya?"
"Jangan mengelak lagi, Tuan. Aku tahu Anda lah dalang dibalik Tuan Gravil tertembak. Bahkan orang-orang yang sudah menembak Tuan Gravil sudah angkat bicara.
Apa kuperlu menunjukkan rekamannya?" Kembali mulutnya menyeringai puas.
"Apa yang akan kamu lakukan jika aku menolak menyerahkan diri pada Polisi?" Suara Guren kembali pelan, hembusan nafasnya nampak tersengal.
"Bagaimana ya. Jika Anda tak ingin menyerahkan diri pada Polisi. Maka akan kupastikan Anda tidak akan pernah bertemu dengan Putri tunggalmu."
"Kenapa kamu ingin menolongnya? Apa benar jika kamu anak darinya?"
"Jangan banyak tanya Tuan. Setelah telfon ini tertutup, otomatis nomor ini tak akan kugunakan lagi. Jadi lebih baik Anda berpikir sekali lagi.
Karena kini Putri Anda ada bersamaku."
Dan telfon pun tertutup. Sempat Kevin memotret Alicia, lantas mengirimkannya pada Guren sebelum ia mengambil kartu ponselnya. Menghancurkan kartu itu, lantas membuangnya jauh.
"Hah ... rasanya menyenangkan membuatnya khawatir dan panik. Tapi semua ini baru awalnya, Tuan Guren. Tunggu saja bagaimana aku akan melanjutkan drama ini," gumam Kevin usai memasang kartu baru di ponselnya.
Kevin menoleh ke belakang. Alicia masih terbaring di atas ranjang dengan mata yang masih terpejam rapat. Kevin melirik pisau dapur di atas meja, lantas tangannya meraih pisau dapur itu.
Dia berjalan perlahan mendekati Alicia. Dia mengulurkan tangan yang memegang pisau dapur tepat di depan wajah Alicia. Seulas senyum seringai tersungging di bibirnya.
"Tenang saja, Tuan Guren. Dia akan aman selama kamu mau menuruti apa mauku. Tapi jika kamu tidak melakukan apa yang kuperintahkan." Kevin semakin mendekatkan pisau yang dipegangnya pada leher Alicia. "Aku akan membuatnya pergi dari dunia ini untuk selama-lamanya."
* * *
Tak henti-hentinya Guren melangkahkan kaki ke kanan dan kiri berulang kali dengan raut wajahnya yang nampak terlihat gusar. Sesekali gigi-gigi yang gemeretak menggigiti kuku jarinya sendiri.
"Aku tidak bisa membiarkan putriku kenapa-kenapa. Aku harus berkorban, aku harus menyerahkan diri pada Polisi.
Aku tidak ingin putriku kenapa-kenapa," gumam Guren sambil memukul telapak tangannya pada meja, hingga menyebabkan telapak tangan setengah renta itu mengeluarkan cairan merah kental.
Tangannya meraih ponsel yang tergeletak di atas meja. Mencoba untuk kembali menelfon nomor yang sudah mengancamnya. Namun nomor itu sudah tidak tersambung lagi.
"Sial! Dia bukanlah orang biasa. Apapun bisa dia lakukan untuk melukai putriku. Aku tidak boleh bertindak gegabah."
Guren lantas mengubungi bebeberapa anak buahnya. Menyuruhnya untuk mencari Alicia, Putri tunggalnya. Sekitar lima lelaki bertubuh kekar yang sebelumnya nampak menikmati malam yang sejuk di bar. Mereka langsung bergerak memenuhi tugas yang diberikan oleh Tuan mereka.
* * *
Sepasang mata nampak mengerjap-erjap kala sinar matahari masuk ruangan lewat dinding kaca, hingga membuat wajah putih nan mulus itu silau. Alicia menengadahkan tangan kirinya depan wajah untuk menutupi silauan matahari sambil beranjak bangun.
"Heh ..." Alicia mengucek kedua matanya dengan punggung tangan kala ruangan yang terlihat asing di hadapannya, ruangan luas berkelas elit, namun terasa asing untuknya.
"Ini ... hotel?"
Alicia tercekat dan langsung menarik selimut tebal itu hingga menutupi tubuhnya kala kedua telinganya menangkap derap langkah kaki dari luar pintu.
Namun Alicia mulai menyibak selimut tebal itu kala pintu terbuka, sosok Kevin datang dengan dua kantong plastik hitam di kedua tangannya.
"Selamat pagi, Alicia. Bagaimana, apa tidurmu nyenyak?" tanya Kevin seraya meletakkan plastik hitam itu di atas meja.
Ada makanan dan minuman di dalamnya. Dengan cekatan tangan itu menyiapkan semuanya di atas meja. Alicia beranjak dari tempat tidur, wajahnya nampak linglung.
"Kevin, kenapa aku berada di sini?" tanya Alicia. Ia mendudukkan pantatnya di sofa samping Kevin duduk.
"Apa kamu lupa. Semalam kamu ketiduran. Terus aku bawa kamu ke kamar hotelku di sini."
"Jadi, sebelumnya kamu sudah membeli kamar hotel ini?" tanya Alicia.
"Benar. Sebenarnya aku ingin membeli apartemen. Tapi rasanya lebih baik aku memesan kamar hotel ini untuk berjaga-jaga jika aku tidak tidur di rumah."
"Maaf, aku sudah merepotkanmu. Dan terimakasih sudah membolehkanku tidur di sini." Alicia tersenyum. Tangannya meraih punggung tangan Kevin, matanya menatap mata pemuda di depannya lekat-lekat.
"Jangan khawatir. Lagipula ...." Kevin mengelus lembut punggung tangan Alicia, membuat gadis itu salah tingkah.
"Aku ingin kamu tinggal di sini untuk sementara waktu. Aku ingin bisa lebih dekat denganmu lagi." Kevin tersenyum, membuat hati Alicia melunak.
"Benarkah? Apa kamu tidak keberatan?"
"Tentu tidak. Kamu ingin mengambil hatiku bukan? Mungkin dengan ini hatiku akan bisa terbuka untukmu."
"Terimakasih! Aku benar-benar senang. Aku benar-benar mencintaimu, Kevin!" Alicia meraih tubuh Kevin, memeluknya dengan erat.
Kevin mengelus punggung belakang Alicia dengan lembut. Namun dibalik perlakuan lembutnya, seulas senyum seringai tersungging di bibir Kevin.
'Sepertinya rencanaku akan berjalan sesuai rencana. Tapi mungkin aku bisa menebak apa yang akan Tuan Guren, atau lebih tepatnya ayahku lakukan.'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments