Bab 12

Kevin menghela nafas pelan. Matanya sedikit melirik pada lelaki tato kalajengking sebelum dia merogoh saku celananya, meraih ponselnya.

"Ini buktinya!" Kevin menunjukkan sebuah rekaman cctv lewat ponselnya pada lelaki bertato kelelawar.

"Apa kamu yakin itu kami?" tanya lelaki bertato kelelawar, wajahnya nampak santai.

"Kamu masih belum percaya? Apa aku perlu menunjukkan buk—"

Kevin berhenti bicara, matanya dengan cepat melirik arah lelaki tato kalajengking. Diam-diam tangan kekar dengan tato kalajengking itu meraih sebuah pistol dari balik baju lelaki tato kelelawar.

Dia mengangkat pistol di tangannya, lantas menarik pelatuk, melontarkan satu butir peluru bersama dengan percikan api yang keluar dari ujung pistol.

Lelaki tato kalajengking tersentak kala peluru yang ia lontarkan tak berhasil mengenai Kevin kala pemuda itu dengan cepat menghindar.

"Butuh ribuan cara untuk kamu bisa melukaiku," gumam Kevin sambil menyeringai puas.

Kevin merogoh saku jaket hitamnya dengan cepat, lantas meraih sebuah pistol dan mengangkatnya. Jari-jarinya perlahan menarik pelatuk, melontarkan dua butir peluru secara bergantian ke arah yang berlawanan.

Satu butir peluru mengenai betis lelaki tato kelelawar, dan satu peluru lain mengenai kaki kiri tato kalajengking. Hingga membuat mereka ambruk ke lantai bersamaan.

Mulut Kevin menyeringai puas. Pistol di tangannya ia masukkan kembali dalam saku jaket hitam. Lantas dia berjongkok, kepalanya melongok mendekati wajah lelaki tato kelelawar.

"Bagaimana rasanya? Sakit? Aku sudah tahu gerak-gerik kalian dari awal. Kalian ingin membunuhku?" tanya Kevin kala kedua lelaki bertubuh kekar meringis, menahan nyeri di betis dan kaki kirinya.

"Jangan mimpi! Membutuhkan seribu cara untuk bisa melenyapkan diriku."

Kevin beranjak berdiri, lantas melipat kedua tangan di depan dada sambil menyenderkan punggungnya pada dinding.

"Jadi, bisakah kalian menjawab pertanyaanku dengan jujur. Atau kalian ingin aku menyakiti tangan atau mungkin salah satu dari mata kalian?" tanya Kevin, mulutnya menyeringai lebar.

"Kami akan jujur! Ya! Kamilah yang sudah menembak Gravil! Namun kami melakukan itu karena disuruh, dan kami juga mendapat penawaran bayaran besar," jawab lelaki tato kelelawar cepat sambil meremas betisnya yang berdenyut hebat.

"Siapa orang yang sudah menyuruh kalian? Atau mungkin aku tahu siapa orang itu." Kevin mengelus dagu.

Kedua lelaki bertubuh kekar saling beradu pandang cukup lama, lantas kembali fokus pada pemuda di depan mereka.

"Jika kamu tahu siapa orang itu kenapa kamu harus bertanya lagi?" sahut lelaki tato kalajengking dengan nada dingin.

"Aku hanya perlu memastikan lagi apakah pemikiranku ini benar atau tidak."

"Tuan Guren! Dialah yang sudah menyuruh kami! Jadi, bisakah kamu melepaskan kami? Kami sudah jujur bukan?" tanya lelaki tato kalajengking.

Kevin terdiam. Dia berjalan pelan ke kanan dan kiri. Kedua lelaki bertubuh kekar kembali beradu pandang dalam diam. Mereka saling memberikan kode. Mata mereka nampak bergerak seolah menunjuk pintu masuk gedung.

Lantas mereka menganggukkan kepala bersamaan sebelum kaki itu mencoba untuk berdiri. Namun usaha mereka hanya sia-sia saja ketika Kevin dengan sigap kembali meraih pistolnya, menembak tepat pada bagian jantung dan paru-paru kedua lelaki bertubuh kekar.

"Kalian sudah tidak berguna lagi. Lebih baik kalian pergi ke surga saja, atau neraka?" Mulut Kevin menyeringai puas, kakinya melangkah menuju pintu masuk. Membiarkan kedua lelaki bertubuh kekar tetap terbaring di sana, dengan tubuh yang bersimbah darah.

Kevin menghempaskan pantatnya di kursi besi bercat putih tengah alun-alun kota. Dia merogoh saku jaket, meraih ponselnya. Tangannya cukup cekatan menekan setiap huruf di keyboard ponsel, hingga tak berselang lama kembali ia memasukkan benda pipih itu ke dalam saku jaket.

Kevin tercekat kala sosok tangan tiba-tiba saja menepuk belakang punggungnya setengah kasar. Dia menoleh, sosok Alicia berdiri sambil tersenyum hangat.

"Apa kamu menungguku lama?" tanya Alicia sembari duduk di samping Kevin.

"Entahlah. Aku tak sadar," sahut Kevin tanpa menoleh, matanya masih fokus pada alun-alun kota yang memperlihatkan banyak pengunjung.

"Kenapa kamu memanggilku ke sini? Apa kamu ingin mengajakku berkencan?" Wajah Alicia nampak berbinar-binar.

"Entahlah. Aku hanya sedang bosan. Dan kamulah yang saat ini ada di pikiranku saat aku sedang membutuhkan teman bicara," sahut Kevin.

Alicia tersentak kala Kevin menyodorkan satu botol minuman di depan wajahnya. "Ini untukku?" tanya Alicia. Kevin mengangguk dengan wajah datar, Alicia menerima minuman itu.

"Teman bicara? Apa kamu baru saja mengalami sesuatu yang buruk?" tanya Alicia, tangan kanannya masih memegang botol minuman itu.

"Aku akan menceritakannya setelah kamu meminum minuman yang sudah susah payah kubelikan untukmu," kata Kevin sambil mengedipkan satu matanya. Alicia sedikit goyah, dengan cepat ia meneggak minuman itu hingga tandas.

Seulas senyum tipis dengan seringai terukir di bibir Kevin kala air dalam botol minuman di tangan Alicia sudah habis tak bersisa.

"Jadi begini ...." Kevin tak melanjutkan ucapannya. Sosok kepala yang tiba-tiba saja bersender pada bahu kanannya.

Kevin menoleh ke samping kanan. Alicia menyenderkan kepalanya di bahu Kevin. Kedua matanya terlihat sayu, sesekali ia memejamkannya.

"Alicia, kamu kenapa?" tanya Kevin.

"Entahlah. Kepalaku terasa pusing, aku mengantuk," sahut Alicia dengan nada pelan.

"Kamu bisa tidur kalau begitu," kata Kevin seraya membenarkan letak kepala Alicia di bahu kanannya.

Kevin kembali melirik arah Alicia. Seulas senyuman menyeringai terukir di bibirnya kala kedua mata Alicia sudah terpejam rapat.

Lantas Kevin meraih tubuh Alicia, hendak menggendongnya. Tak berselang lama mobil taxi berhenti di tepi jalan, sang Sopir melambaikan tangannya pada Kevin.

"Rencana dimulai," gumam Kevin sambil membawa Alicia menuju mobil.

Limabelas menit mobil taxi itu berhenti di tepi jalan depan sebuah gedung bertingkat bertuliskan hotel. Kevin turun dari mobil sambil menggendong Alicia, lantas dia berjalan menuju pintu masuk.

Wanita resepsionis menebar senyum ramah sambil membungkuk sopan kala Kevin mengangguk pelan seraya tersenyum tipis padanya.

"Ini kartunya, Tuan," kata wanita resepsionis sembari menyodorkan kartu pada Kevin, dan pemuda itu menerimanya. Lantas membawa Alicia menuju pintu masuk lift.

Tiba depan pintu dengan ornamen berkelas elit dan gagang pintu yang nampak mengkilap. Kevin menyodorkan kartu itu depan pintu, hingga tak berselang lama pintu itu terbuka lebar.

Kevin membaringkan tubuh Alicia di atas ranjang luas di depan. Seulas senyum seringai tersungging di bibirnya kala rembulan yang masuk lewat dinding kaca memancarkan wajah Alicia yang nampak menawan dan indah.

Kevin membungkuk. Perlahan bibirnya mendekati bibir Alicia bersama dengan tangan yang mulai menyentuh pipi lembut gadis itu. Namun Kevin langsung berhenti sambil menggelengkan kasar kepalanya.

"Sial! Aromanya benar-benar membuatku gila. Aku tidak boleh melakukan ini. Ingat tujuanku membawanya ke sini!"

Kevin berbalik sambil mengusap pelan pelipisnya yang terasa berdenyut. "Aku laki-laki biasa. Tentu aku akan punya perasaan seperti ini," gumam Kevin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!