Bab 5

Mobil sedan hitam itu berhenti di tepi jalan dekat sebuah pintu gerbang besi. Carlos keluar dari mobil, lantas membukakan pintu belakang, tak lupa dengan tubuhnya yang membungkuk sopan saat Kevin turun dari mobil. Banyak mata yang menatap sosok Kevin dengan pandangan kagum, tak henti-hentinya bibir mereka berdecak kagum.

Kevin sedikit terhenyak ketika banyak mata gadis memandangnya dengan bola mata mereka yang nampak berbinar. Matanya melirik pada Pak satpam yang membukakan pintu gerbang seraya kakinya melangkah masuk halaman sekolah.

Angin datang menerpa, sedikit menggerakkan rambut hitam penatnya, menunjukkan mata ungunya yang sebelumnya sedikit tertutup pada poni rambutnya. Para gadis masih tak henti-hentinya memberikan fokus mata mereka pada Kevin yang nampak tak acuh dan dengan wajah datar, nyaris tanpa ekspresi.

Papan pengumuman yang dipasang pada dinding luar sekolah memberitahu pada Kevin jika pemuda enambelas tahun itu mendapat kelas sepuluh B, cukup baik menurutnya. Kevin menghela nafas pelan, lantas mengedarkan pandangannya pada anak tangga menuju lantai atas menuju kelasnya.

Bahkan saat menaiki anak tangga, ada beberapa gadis yang lewat nampak menatap Kevin dengan Maya berbinar, membuat Kevin sesekali berdecak tidak puas.

Tak berselang lama, Kevin tiba di depan kelasnya. Perlahan tangannya memegang gagang pintu, lantas membukanya. Lagi, para gadis kembali memandangnya kagum pada Kevin saat baru satu langkah kaki itu berada dalam kelas.

"Apa kamu ingin tahu kenapa mereka begitu mengagumimu?" Suara lembut terdengar di kedua telinga Kevin, membuatnya terhenyak dan sontak menoleh.

"Hai," kata sosok gadis di belakangnya sambil tersenyum ramah. Tangan kanannya melambai pada Kevin, namun pemuda itu masih dengan wajah datar menanggapi gadis itu.

"Namaku Alicia. Akan kuberitahu kenapa kamu bisa dikagumi banyak gadis."

"Sejujurnya aku tak membutuhkannya," kata Kevin sembari mengangkat kedua bahunya bersamaan, kedua bola matanya nampak berputar malas.

"Kamu benar-benar menarik. Selain wajahmu yang benar-benar tampan, aku pun sepertinya juga mulai tertarik padamu," kata Alicia sembari mengedipkan satu matanya, Kevin membuang muka, dibalik mukanya yang teralihkan, bibir ia julurkan keluar.

Kevin hendak berjalan menuju tempat duduk yang sedari tadi sudah ia temukan, berada di sudut ruangan dekat pintu jendela. Namun matanya tak sengaja melirik pada murid laki-laki yang nampak memandangnya dengan aura aneh. Mereka mengeraskan rahang, sesekali kedua tangan yang terkepal erat memukul-mukul meja dengan kasar.

Lantas Kevin melirik arah Alicia yang nampak mengibaskan rambut merah panjangnya yang bergelombang dengan anggun. Lalu dengan wajah tak acuh Kevin berjalan dan duduk di bangku yang sudah ia dapatkan lebih dulu.

Kevin keluar dari kamar mandi, hendak kembali ke kelas. Namun beberapa murid laki-laki yang nampak tidak asing di kedua mata Kevin berdiri menghadang jalan sambil berkacak pinggang. Kevin ingat jika mereka orang sama yang sebelumnya menatap Kevin aneh saat di dalam kelas.

"Ada apa?" tanya Kevin santai, kedua tangannya terlipat di dada bidangnya.

"Namaku Dominic, dan kedua orang di belakangku ini adalah teman sekaligus anak buahku," kata lelaki tinggi berambut coklat panjang sebahu dikuncir kebelakang. Wajahnya benar-benar nampak beringas, berbeda dari kedua anak buahnya yang malah seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa.

"Kalian tahu. Aku tak butuh perkenalan kalian," kata Kevin santai. Ia melangkahkan kakinya, hendak pergi.

Namun Dominic merentangkan satu tangannya di depan Kevin, menghadang dirinya lagi. "Kenapa buru-buru sekali ha," mulutnya nampak menyeringai.

Kevin menghela nafas pelan, lantas berkata, "Jadi, apa maumu? Aku tak punya banyak waktu untuk meladeni kalian bertiga."

"kenapa kamu berani sekali tebar pesona pada Alicia! Apa kamu pikir gadis cantik itu benar-benar tertarik padamu? Tidak mungkin!" Dominic meludah, sontak Kevin melangkah mundur, menjauhi air liur menjijikkan Dominic.

"Alicia? Apa aku mengenalnya?" Kevin memiringkan kepala, nampak seperti anak kecil polos.

Dominic berdecak kesal, kedua tangan ia kepalkan erat. Lantas mendaratkan beberapa pukulan di pipi kanan dan kiri Kevin, hingga menyebabkan pemuda itu terjatuh ke lantai. Kevin meringis kesakitan, tangannya menyeka cairan merah kental di sudut bibirnya.

"Kamu jangan lagi mendekati Alicia! Dia itu milikku!" seru Dominic, rahangnya mengeras.

Kevin terkekeh, namun terkesan mengerikan dengan mulutnya yang menyeringai lebar. Dia kembali menyeka cairan merah kental yang terus keluar dari sudut bibirnya sembari beranjak berdiri.

"Apa aku tak salah dengar? Justru gadis aneh itulah yang tiba-tiba saja mendekatiku. Ambil saja dia, aku tak membutuhkannya," kata Kevin tak acuh.

Gigi-gigi Dominic nampak gemeretak, wajahnya nampak merah padam. Lantas dia kembali mendaratkan satu pukulan pada wajah Kevin, kemudian dia melangkah pergi meninggalkan Kevin.

Kini Kevin berdiri dengan lunglai sembari memegangi kedua pipinya yang terasa berdenyut nyeri. Aroma anyir memasuki hidungnya saat kembali cairan merah kental itu keluar dari sudut bibir. Kevin kembali menyekanya, lantas berjalan pergi.

Saat dirinya berada cukup jauh dari kamar mandi. Kevin menoleh, matanya menatap kamera cctv yang terpasang tak jauh dari kamar mandi. Kembali mulutnya menyeringai, lantas berlalu pergi.

'Aku diam bukan berarti takut. Dia akan mendapat kejutan bagus. Dan aku akan menikmatinya.'

Wali kelas sepuluh B bernama Erina memasuki kelas dengan paras gusar, namun tatapannya nampak tajam.

"Dominic, kamu dipanggil ke ruangan kepala sekolah!" seru Bu Erina, matanya tak menatap pada Dominic, tapi fokus pada buku-buku di atas meja.

Dominic beranjak berdiri, parasnya nampak bingung. "Ada apa ya Bu?" tanya Dominic penasaran, juga bercampur gusar.

"Mana Ibu tahu. Mungkin kamu sudah melakukan sesuatu yang seharusnya tak kamu lakukan," jawab Bu Erina tanpa menatap Dominic.

Sesaat Dominic melirik arah anak buahnya, mereka hanya menggelengkan kepala ringan. Dominic berdecak kesal, lantas melangkah pergi dengan paras gundah. Mau tidak mau Dominic harus pergi ke ruangan kepala sekolah.

Saat mata Alicia sedikit melirik pada Kevin, mata itu tak sengaja menangkap wajah memar yang masih meninggalkan cairan merah kental sudah mengering.

"Kevin, kamu kenapa. Wajahmu nampak memar, apa kamu baik-baik saja?" tanya Alicia. Wajahnya mendekat pada Kevin, tangannya bergerak hendak menyentuh sudut bibir Kevin yang masih meninggalkan cairan merah kental mengering, juga kedua pipinya yang nampak membiru. Namun Kevin dengan cepat menepisnya dengan tangan kanan.

"Jangan pedulikan aku. Tak ada gunanya kau peduli padaku." Kevin bahkan tidak memandang pada Alicia saat dirinya berbicara.

"Aku hanya khawatir saja padamu, Kevin. Hari pertama sekolah kamu sudah babak belur begitu."

"Semua ini juga karena dirimu," kata Kevin sembari memegangi sudut bibir dan pipinya, terasa berdenyut nyeri.

"Aku? Apa salahku? Apa hubunganku dengan lukamu?" Alicia mengerutkan kening.

Kevin menoleh, matanya menatap kosong pada Alicia lantas berkata, "Dominic itu. Dia yang sudah membuatku babak belur. Dan ini semua karena kecemburuannya padaku. Dia menyukaimu payah."

"Apa? Tapi aku tak menyukainya. Dan kenapa dia memukulmu? Aku bahkan sama sekali tak menganggap Dominic ada." Alicia bersedekap dada, dia membuang muka, wajahnya nampak merah padam.

"Hei, Sebaiknya urus urusan asmaramu di tempat lain. Jangan libatkan aku," ucap Kevin. Alicia nampak bersungut-sungut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!