Dua hari kemudian setelah pulang dari rumah sakit, Vania hanya mengurung dirinya di kamar. Bahkan dia tidak mau makan dan membukan pintu nya, ini membuat Mama dan Papa nya sangat khawatir karena mereka hanya punya Vania.
Tidak mudah untuk mendaptkan Vania di dunia ini, setelah 7 tahun pernikahan baru lah Mama nya hamil itu pun karena program bayi tabung. Jadi Vania adalah putri mereka yang sangat berharga, Papa dan Mama nya sangat menyayanginya.
Mama Risma terus mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban dari Vania, karena tidak membuka pintu Mama mengintip dari lubang kunci dan dia melihat Vania memegang pisau ditanganya.
"Apa yang kamu lakukan sayang, Mama mohon jangan lakukan itu!! buka pintu nya..." teriak Mama yang sudah menangis histeris.
"Papa...! Papaaa....!!" teriak Mama dan membuat semua orang yang berada di sana langsung menuju kamar Vania.
Papa datang saat mendengar teriakan istrinya, dia memang sengaja tidak masuk kerja karena mengingat kondisi Vania yang belum membaik. Papa dan Mbok Mirna berlari kencang menaiki tangga, saat di depan kamar Vania istrinya sudah menangis sambil terduduk menggedor-gedor pintu.
"Ada apa? kenapa Mama menangis ?" tanya Papa dan Mbok Mirna yang bekerja dirumah mereka juga ada disana.
"Itu Vania memegang pisau di tanganya, cepat buka pintu nya" tunjuk Mama sambil menangis.
"Apa..?" ucap Papa terkejut dan langsung berusaha mendobrak pintu nya.
"Cepat cari kunci serap digudang Mbok" sambung Papa yang menyuruh Mbok Mirna mencari kunci lain.
"Baik Tuan" jawabnya lalu pergi dari sana menuju gudang belakang, memang semua kunci dan barang-barang disimpan digudang.
"Sayang buka pintu nya, Papa mohon jangan lakukan hal aneh. Kami sangat menyayangi kamu!!" sambung Papa lagi tapi Vania masih tidak menjawab, malahan tangisanya semakin kencang.
"Ma tolong bawah palu kesini...cepat!!" ucap Papa lagi dan Mama langsung berlari kebawah untuk mengambil palu.
Beberapa menit kemudian Mama datang bersama dengan Mbok Mirna, mereka membawa banyak kunci dan juga palu. Papa mencoba mencoba merusak kuncinya sedangkan Mama dan Mbok Mirna sibuk mencari kuncinya, kunci itu tergabung menjadi satu jadi agak susah mencari yang mana yang cocok dengan pintu kamar Vania.
Belum sempat kunci itu ditemukan Papa sudah merusak pintu nya suluan, Papa langsung mendorong pintu nya. Mama langsung berlari kearah Vania masih terduduk disana, dengan tatapan kosong dan pisau itu juga masih di tanganya.
"Sayang Mama mohon jangan lakukan ini, hanya kamu yang Mama dan Papa punya" Mama langsung memeluk Vania dan Papa melepaskan pisau ditanganya.
"Untuk apa Vania hidup Ma? rasa bersalah dan kebencian mereka memuat Vania sakit" tanya Vania sambil memukul dada nya dengan satu tangan.
"Rasanya sakit sekali disini " Vania menangis kencang di pelukan Mama nya, mereka tau ini memang tidak mudah untuk Vania. Tapi tidak dengan begini cara menyelesaikan masalag ini, itu juga buka kehendak mereka.
"Cepat bawah pisau ini dan singkirkan benda tajam lainnya" suruh Papa dan Mbok Mirna pun mengambil pisaunya lalu pergi dari sana.
"Baiklah Tuan, saya permisi dulu" jawabnya.
"Kamu masih punya Mama dan Papa disini, tidak akan ada yang bisa menyakiti kamu lagi. Sudah Mama bilang jangan temui keluarga mereka lagi" Mama juga ikut menangis dan Papa ikut memeluk mereka.
"Apa sebaiknya kita pindah dari sini dan memulai hidup baru di jakarta, apa kamu mau sayang?" tanya Papa sambil menghapus air matanya.
"Papa benar, ayo kita pindah dari sini. Mama yakin kamu bisa melupakan semua nya" Mama mengelus kepala Vania.
Berat rasanya untuk meninggalkan tempat kelahiranya, banyak kenangan manis disini. Tapi kenangan paling buruk juga tejadi, Vania kehilangan belahan jiwa nya.
Setelah membujuk Vania, akhirnya dia mau pindah ke jakarta untuk menenangkan dirinya. Papa juga sudah berencana mengurus ke pindahanya kekantor pusat di jakarta, Papa saat ini bekerja sebagai manajer di salah satu Bank Swasta.
Sedangkan Mama dulu juga salah satu pagawai Bank disana, mereka bertemu dan jatuh cinta lalu memutuskan untuk menikah. Tapi setelah pernikahan mereka sampai saat ini dia berhenti bekerja karena Papa meminta nya untuk mengurus rumah dan fokus pada Vania saja.
.
.
Satu minggu berlalu, Papa sudah mengurus semuanya. Dia bahkan sudah membeli rumah di jakarta dan mereka akan langsung pindah hari ini, Mbok Mirna juga ikut pindah bersama mereka. Dia adalah janda yang ditinggalkan suaminya, dia hanya dua orang anak dan mereka sudah berkeluarga.
Mereka sibuk memasukan barang kedalam mobil, karena sebentar lagi jam penerbangan mereka tiba. Setelah selesai Mama mengajak Vania untuk masuk kedalam mobil dan beberapa saat dia memandang sedih melihat rumahnya, begitu juga dengan Papa dan Mama.
"Ayo kita masuk sayang, nanti kita telat" ajak Mama sambil merangkul pundak Vania.
"Semoga keputusan ku untuk menghindari semua ini adalah keputusan yang benar' ucap Vania dalam hatinya lalu dia masuk kedalam mobil.
Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai bandara, setelah menunggu mereka pun memasuki pesawat. Perjalanan yang cukup panjang karena banyak hal yang harus di tinggalkan dan semua kenangan indah disini.
Vania tidak banyak bicara sampai dirumah baru pun dia hanya diam, Mama dan Papa berencana membawanya untuk konsultasi dengan psikolog. Dia takut mental Vania juga terganggu karena ini, mana ada orang tua yang mau hidup anak nya seperti ini.
Rumah baru mereka tidak kalah bagus nya dari rumah lama, punya halaman yang cukup luas. Papa sengaja memilih rumah ini karena tempatnya juga dipusat ibu kota dan dekat dengan kantornya, mereka berharap Vania akan betah tinggal disini.
"Ayo kita masuk sayang, ini adalah Pak Zalim. Dia yang bekerja menjaga rumah dan sopir dirumah kita, Papa juga akan sering pergi keluar kota untuk mengurus ke pindahan Papa" ucap Papa saat Pak Zalim menyambut kedatangan mereka.
"Selamat datang Tuan dan Nyonya" sambungnya sambil menundukan kepalanya.
"Iya Vania tau Pa, salam kenal Pak Zalim" jawab Vania sambil tersenyum kecil.
Setelah itu Vania langsung diajak oleh Mama nya untuk masuk kedalam kamarnya, Vania bebas memilih kamar yang dia mau.
"Kamu bisa pilih kamar yang mana aja" sambung Mama sambil merangkul Vania keliling rumah.
"Terima kasih banyak Ma, Vania pilih yang itu saja" tunjuk Vania kamar yang diatas, dia bisa melihat kearah jalan langsung dan pemandangan nya sangat indah.
"Sama-sama sayang, ayo Mama antar" Mama mengantar Vania dan menyuruh dia istirahat karena perjalanan jauh.
Setelah sampai di kamar nya Vania berbaring, Mama duduk disamping Vania sambil mengelus kepalanya. Beberapa menit kemudian Mama berdiri dari duduk nya dan ingin pergi dari sana, tapi Vania menarik tangan Mama nya.
"Istirahatlah, kamu pasti capek. Mama kebawah dulu bantu Mbok menyusun barang" Mama mengelus pipi Vania lalu berdiri.
"Mama..!" panggil Vania sambil masih memegang tangan Mama nya.
"Iya ada apa sayang?" tanya Mama kembali duduk.
"Terima kasih..." ucap Vania tulus dan membuat Mama tersenyum lalu mencium kening Vania.
"Sama-sama jangan berterima kasih terus, sudah tugas Mama melakukan ini semua" jawab Mama sambil memegang tangan Vania.
"Pokoknya kamu harus tau Mama sangat menyanyangi kamu, jadi jangan lakukan hal bodoh lagi" Vania pun menganggukan kepalanya.
"Apa mama boleh pergi sekarang?" tanya nya setelah Vania melepaskan tangan Mama nya.
"Iya Mama boleh pergi" jawab Vania sambil tersenyum.
Setelah itu Mama nya pergi lalu menutup pintu, Vania berusaha memejamkan matanya. Buka lelah perjalanan tapi rasa lelah dan ingatan tentang keluarga Brayen masih terus muncul di kepalanya, Vania berusaha keras untuk melupakan itu tapi dia tidak bisa.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments