Bab 3

🌺

Shinta kesal mendengar tawa mengejek dari pria itu. sorot matanya menatap Raka dengan tatapan yang sangat tajam.

"Kurang ajar! aku itu sudah punya pacar ya dan dia lebih tampan darimu! menyebalkan!" teriak Shinta sembari memukul-mukul dada bidang pria yang ia kontrak itu.

"Eeeiit! berani sentuh aku yaa, denda 1 juta" ucap Raka.

"Enak saja! baca lagi tuh surat perjanjian" ucap Shinta lalu berlalu pergi meninggalkan Raka yang sedang membuka kertas yang ia pegang.

"Hanya pihak 2 yang tidak boleh menyentuh? sial sekali wanita ini!" ucapnya berdecak kesal. didalam mobil, Shinta hanya tertawa mengejek menatap Raka yang berwajah kesal diluar sana.

"Rasain!" gumamnya. hingga Raka pun tampak celingak-celinguk mencari keberadaan Shinta yang pergi entah kemana.

Melihat Raka yang sedang bingung, Shinta mengeluarkan kepalanya dari celah jendela mobil untuk memberitahu bila ia sedang disini,

"Woi! disini!" teriak Shinta. sungguh Shinta ini cukup barbar, tingkahnya masih seperti remaja yang belum tau sopan santun. Raka yang melihat Shinta didalam mobil berwarna merah, ia pun segera menghampiri mobil itu, lalu membuka pintu bagian jok depan.

"Disini toh" ucap Raka

"Ya, lelet sih. dasar keong" gerutu Shinta. sedangkan Raka hanya bisa diam saja sambil memandangi seluruh isi mobil ini.

Diam-diam Shinta memerhatikan arah tatapan pria itu, ia tersenyum seringai sembari menggeleng-gelengkan kepala. entah apa yang dipikirkan gadis itu. Shinta pun segera melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi, Raka yang merasakan lajuan itu membuat tubuhnya terguncang, sport jantung pun turut ia rasakan disiang bolong begini.

"Pelan-pelan" pintanya,

"Tidak, kelamaan kalau lamban mah" ucap Shinta.

"Kamu ini seperti pembalap saja" tebak Raka

"Ya, memang iya. asal kamu tau, aku ini mantan anak geng motor" ucapnya bangga.

"Cih! dasar wanita barbar" gumam Raka.

Cukup lama Raka berolahraga jantung didalam mobil mewah itu, pada akhirnya sang merah sudah berhasil membawa dua makhluk itu memasuki kediaman Winata. Shinta segera menuruni mobil, namun sebelum itu ia menyuruh Raka untuk menaruh kertas itu didalam dashboard.

"Ayo," ajaknya sambil menggandeng tangan Raka. Raka tercengang, ia menatap lekat wajah gadis cantik itu dengan raut wajah yang heran.

"Kita harus berakting, sayang" ucap Shinta sambil mengerlingkan sebelah matanya.

"Hah, baiklah"

Kedua insan yang baru kenal itu memasuki kediaman melalui pintu utama, Raka semakin dibuat terpana oleh rumah bak istana ini, sungguh besar dan mewah sekali. sangat jauh bila dibandingkan dengan kediamannya.

Tiba-tiba suara pria gagah nan besar membuyarkan fantasi Raka, ia cukup kaget melihat orangtua Shinta menghampiri mereka.

"Hai, ayo duduk dulu" ucap Papa Winata menyuguhkan tamunya untuk duduk di sofa.

"Terimakasih, Om" sahutnya tersenyum. lalu Raka menduduki tubuhnya tepat disamping Shinta. demi menunjukkan kedekatan mereka, Shinta berupaya untuk terus memeluk lengan Raka, membuat Raka risih si wanita ini terus bergelayut manja dengan tangannya.

"Tunjukkan kemesraan kita!" bisik Shinta. Raka tersenyum lembut lalu mengelus punggung tangan partner rumah tangganya.

Mama Shanti yang melihat kemesraan anaknya, ia tersenyum lucu dan gemas dengan keduanya. rasanya ia sudah tidak sabar lagi untuk menimang cucu dari sang putri.

"Ehem! so sweet sekali yaa, apa dia kekasihmu, Shin?" tanya Papa Winata

"Benar sekali, Pa. kenalin dia Raka" ucap Shinta, Raka segera mencium punggung tangan kedua orangtua Shinta.

"Raka, Om"

"Saya Winata, ini Shanti. Shinta itu anak tunggal kami. entah kenapa ia suka sekali menunda-nunda pernikahan. katakan, sudah berapa lama kalian berhubungan?" tanya Papa Winata.

"Tiga bulan!"

"Lima bulan"

Jawaban yang berbeda, membuat sepasang parubaya itu mengernyitkan dahi dengan heran. Shinta dan Raka saling memandang, Shinta cengengesan menatap Raka dengan matanya yang polos.

"Iya, baru 5 bulan, Pa" jawabnya terkekeh sembari menggigit kecil bibir mungilnya.

"Oh, emang sudah sepantasnya kalian harus menikah. lagian kekasihmu itu sudah kamu putuskan sejak lama kan?" tanya Papa Winata

"Ya, Pa. aku memutuskannya tujuh bulan yang lalu" jawab Shinta. tentu saja itu adalah kebohongan belaka, sebab Shinta sudah lelah mendengar pertanyaan demi pertanyaan seputar hubungannya dengan Daffin yang tidak jelas itu, membuat Shinta jengah dan frustasi mendengarnya.

"Baguslah, lagian kami tidak setuju bila kamu terus bersamanya. kapan kalian siap untuk menikah?" tanya Papa kembali fokus kepada Raka.

"Saya maunya secepatnya, Om. kami sudah sepakat untuk minggu depan" jawab Raka dengan sengaja. ia ingin persandiwaraan ini cepat selesai.

Shinta yang mendengarnya sontak terkejut, ia melototkan mata pada Raka tanpa sepengetahuan orang tuanya.

"Iya kan sayang?" tanya Raka tersenyum kecut

"Benar banget sayang" jawab Shinta dengan sorot matanya yang kesal.

"Gila apa pria ini, cepat amat minggu depan. malah job kerjaan lagi banyak banyaknya pula" bathin Shinta menggerutu kesal.

"Papa setuju! itu lebih cepat lebih baik. Papa sama Mama sudah tak sabar untuk menimang cucu, ya kan Ma?" ujar Papa Winata.

"Haaa??" Shinta dan Raka saling terkejut mendengar kata cucu.

"Kenapa? kalian harus secepatnya memberikan kami cucu. setelah menikah, Papa akan memberikan tiket honeymoon untuk dua minggu setelah menikah" ujar Papa Winata yang tentu saja tanpa penolakan.

"Tapi Pa, kerjaan Shinta lagi banyak. malah akan ada meeting juga" gerutu Shinta.

"Assistenmu kan ada, Shin. biarkan dia yang mengurus" ucap Papa Winata. Shinta tak bisa berkutik lagi, ia pun terpaksa mengangguk.

"Nak Raka, kalau boleh tau apa pekerjaanmu?" tanya Mama Shanti.

"Hmm, saya-- saya hanya penjual martabak bangka, Tante" jawab Raka merasa tidak enak dihadapan orang kaya yang akan menjadi keluarganya ini. Raka menunduk malu, ia takut bila mereka akan menolaknya.

"Martabak bangka? serius kamu?" tanya Mama kaget.

"Benar, Tan. Maaf" ucap sendu Raka. Shinta yang mendengar kejujurannya hanya bisa menepuk jidat sendiri, sungguh pria ini terlalu jujur, tidak bisa berbohong dengan masalah ini.

"Tidak masalah nak Raka, tante suka lho sama martabak bangka. lagian kami tidak memandang harta, pekerjaan maupun status sosial kok" ujar Mama Shanti, membuat perasaan Raka dan Shinta menjadi sedikit lega.

"Ya benar. nanti kamu akan saya kuliahkan untuk mengambil ilmu manajemen bisnis." ucap Papa Winata yang tentunya punya maksud tertentu.

"Maaf Om, tidak perlu. kebetulan saya lulusan jurusan itu" ucap Raka terus terang, dan memang benar adanya seperti itu. beberapa tahun lalu saat usianya 18 tahun, kebetulan ia adalah pria yang sangat pintar dan cerdas hingga ia mendapatkan beasiswa kuliah S1 dengan fakultas yang Raka inginkan. sembari menyambung hidup di negeri orang, Raka berinisiatif membuat usaha Martabak bangka seorang diri. kebetulan Ayahnya penjual martabak, hingga usaha turun temurun itu tidaklah sulit untuk dilakukan oleh Raka. 

 Papa Winata, Mama Shanti dan Elshinta, tercengang mendengar ungkapan itu. bukan maksud merendahkan atau menghina, namun mereka heran bagaimana bisa lulusan S1 manajemen bisnis bisa berakhir dengan berdagang. bukankah pria ini bisa menjabat sebagai manager atau jabatan tinggi lainnya? 

"Maafkan Om, nak Raka. bukan maksud menyinggung" ucap Papa Winata dengan tidak enak hati.

"Tidak masalah, Om. wajar kok" ucap Raka cengengesan.

"Kenapa kamu memilih berdagang? seharusnya kamu bisa bekerja disebuah perusahaan" tanya Shinta yang mulai tertarik membahas ini.

"Shin, memang kamu tidak tau dengan latar belakang Raka?" tanya Papa heran.

"Waduh!"

🌺

*bersambung*

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!