Bab 8

"Hei jaga ucapanmu! Aku ini sedang hamil adikmu, jadi seharusnya kau jangan sembarangan bicara," ucap Mirna dengan kesal.

"Terserah kau saja, aku lelah mau tidur," jawab Zaira sambil pergi meninggalkan Mirna sendiri. Akan tetapi Mirna tidak terima, sudah sejak tadi ia menunggu tapi Zaira tidak mau membuatkan makanan untuknya.

"Kau jangan dulu tidur aku lapar!"

"Makan saja sana, dan jangan berisik!"

Brugh...

Zaira membanting pintu kamarnya, ia sangat kesal dengan kelakuan ibu tirinya yang selalu ingin enak sendiri dan selalu memerintahnya. Kemudian Zaira pun berbaring di tempat tidur karena merasa lelah. Ia tidak peduli dengan teriakan ibu tirinya yang terus memanggil-manggilnya dan meneriaki namanya dari luar.

"Andai saja aku bisa pergi dari sini, tapi uangku belum cukup. Toko bunga juga penghasilannya tidak seberapa," gumam Zaira.

"Apa aku harus mencari pekerjaan ya, aku ingin sekali bekerja tapi kerja apa. Aku juga harus bisa menghidupi Zein, dia adikku dan harus ikut denganku. Tidak akan aku biarkan nenek grandong itu menyiksa adikku disini," ucapnya lagi, banyak hal yang ia pikirkan setelah itu. Namun, karena lelah akhirnya ia pun tertidur.

***

Malam pun tiba, tak terasa cukup lama Zaira tertidur, padahal tadi suara di depan kamarnya sangat berisik. Tapi ia bisa tidur dengan mudahnya. Mungkin karena ia sudah terbiasa dengan suara berisik ibu sambungnya beberapa tahun terakhir ini.

Zaira pun kemudian mandi dan ia akan pergi ke dapur untuk mencari makanan. Namun, ia tidak menemukan makanan apapun disana. Kulkas kosong dan tidak ada apapun yang bisa ia olah untuk makan.

"Astaga, bahkan di rumah ini tidak ada yang bisa aku makan selain es batu." Zaira terus menggerutu.

"Jika Kakak berharap makan nasi malam ini, sebaiknya lupakan saja. Karena Papa memang sengaja tidak menyediakan makanan apapun disana. Karena ia sedang kesal kepada kita," jawab Zein tiba-tiba, ia datang ke dapur untuk mengambil air minum dan mengganjal perut kosongnya.

"Apa ini karena aku tidak mau membuatkan makanan untuk perempuan sundel itu?" tanya Zaira geram, tapi Zein malah mengangkat bahunya acuh. Namun, ia tersenyum kepada kakaknya. Remaja tujuh belas tahun ini memang terlihat sangat dewasa dalam bersikap, kalem dan juga jarang bicara. Ia juga sangat menyayangi kakaknya. Baginya di dunia ini hanyalah Zaira saja keluarganya. Karena ayahnya sudah bukan menjadi miliknya lagi.

"Oh ya ampun, kepalaku sakit jika ingat pada nenek grandong itu!"

"Kalau begitu jangan diingat," ucap Zein santai.

"Aku ini bukan kau yang mempunyai seribu pintu kesabaran, yang bisa tenang menghadapi perempuan gila itu!"

"Kau orang baik, Kak. Aku tahu hatimu sangat luas dan kesabaranmu sungguh luar biasa, bahkan kesabaranku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan denganmu," ucap Zein sambil terus meminum air putih itu. Kalau boleh jujur perutnya saat ini terasa sangat lapar, bagaimana tidak bahkan dari pulang sekolah ia belum makanan apapun sampai malam .

"Tapi aku tidak akan menggunakan kesabaranku untuk wanita itu, jangan harap aku akan bersikap baik padanya," Zaira semakin memberenggut kesal.

"Kak,"

"Apa! Eh iya kemana ayah dan wanita gila itu?" tanya Zaira yang baru ingat jika sedari dari tadi ia tidak melihat perempuan yang sangat ia benci itu.

"Mereka pergi makan dengan ayah keluar," jawab Zein.

"Apa!!! Oh astaga, aku tidak percaya jika dia ayah kandung kita," Zaira geleng-geleng kepala. Ia berpikir jika sebenarnya ayah seperti apa Tama ini, yang rela mengantarkan anak kandungnya demi istri tercintanya sungguh sangat diluar nalar benar-benar membuat hati Zaira menjadi terluka.

"Kalau begitu, ayo kita makan diluar. Kita juga butuh makan, bukan!" ajak Zaira menggebu-gebu. Ia baru ingat jika tadi Zayan memberikan uang lebih kepadanya, dan dia merasa sangat beruntung karena uang itu bisa ia gunakan untuk ia makan malam bersama adiknya sekarang.

"Memangnya kakak punya uang?"

"Tentu saja, aku dapat uang lebih hari ini. Jadi ayo manjakan perutmu malam ini,"

"Benarkah?" Zein terlihat sangat senang, akhirnya perutnya akan diisi juga.

"Benar, ayo cepat bersiaplah kita pergi makan keluar sekarang. Memangnya kau mau makan es batu itu, dasar ayah durjana di rumah hanya menyediakan es batu untuk anaknya. Dia pikir aku ini corong ungu apa, yang suka memasak es batu!"

Terpopuler

Comments

Mamh Rahma

Mamh Rahma

lnjut thor smngt😊

2023-01-22

0

⭐️asteri

⭐️asteri

aku lagi mikir2. Tama ini siapa yaaa. apa aku harus baca lagi seri awalnya hahahhaha

2023-01-22

2

Defi

Defi

Semoga saja suatu saat nanti Ayah durjana itu mengemis2 padamu Zaira.. Ayo wujudkan mimpimu menjadi menantu keluarga Guntara

2023-01-21

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!