"Diam adalah jeritan hebat di tahan sesak di ungkapkan bisa rusak." Itulah kalimat yang Ranum ucapkan berulang-ulang kali di saat ia melihat tubuh sang ibu telah ditimbun oleh tumpukan tanah. Matanya yang sembab membuat pandangannya menjadi sedikit buram akan tetapi ia tidak menghiraukan itu semua.
"Mana janji Ibu yang akan selalu ada buat Ranum?"
"Mana janji Ibu juga yang tidak akan membiarkan aku dan Aish hanya berdua melewati arus dunia yang semakin hari semakin kejam?"
"Kenapa semua janji itu, Ibu ingkari?"
"Kenapa Ibu menjadi kejam begini? Telah tega meninggalkan aku dan Aish di saat Aish adik balitaku masih sangat membutuhkan kasih sayang seorang Ibu."
"Rasanya aku sudah tidak sanggup untuk menjalani hari-hariku lagi sekarang, setelah Ibu meninggalkanku."
"Tuhan jika boleh ambil juga nyawaku dan nyawa adikku karena orang miskin seperti kami tidak pantas dan layak untuk hidup, jika didunia ini hanya milik orang yang beruang."
Meski Ranum diam membisu di depan makam ibunya namun, siapa sangka di dalam benaknya ia terus saja berbicara sendiri. Mengucapkan berbagai kalimat-kalimat yang tersusun rapi di dalam relung hati kecilnya.
Langit yang tadi cerah kini berubah menjadi gelap gulita seakan menggambarkan suasana hati Ranum untuk saat ini. Tidak lama suara gemuruh mulai terdengar dari atas langit yang sepertinya sebentar lagi akan menumpahkan air. Meski begitu ia sama sekali tidak memiliki niat untuk beranjak dari makam ibunya walaupun Ijah yang menggendong adiknya beberapa kali memintanya untuk segera pulang. Seolah bagai angin lalu ia tidak merespon atau sekedar menjawab wanita yang selama ini membantunya itu.
Sehingga Rudy, sang ayah terpaksa membopong tubuh Ranum yang bagaikan kapas. "Jangan terlalu berlarut-larut dalam bersedih, biarkan ibumu beristirahat dengan tenang," kata Rudy berbisik di daun telinga putrinya yang terlihat seperti mayat hidup karena tidak memberontak ketika ia membopong tubuh itu dengan paksa. "Perjalanan hidupmu dan Aish masih sangat panjang, lihatlah masa depan kalian berdua begitu cerah sedang menanti di depan sana." Rudy terus berbicara kepada putrinya meski Ranum hanya diam saja dengan tatapan mata yang terlihat kosong.
Tepat ketika Rudy dan Ranum meninggalkan makam saat itu juga hujan langsung turun dengan sangat derasnya, disertai angin dan kilatan yang terlihat menyambar di atas langit yang hitam pekat.
*
*
"Mandi dan bersihkan tubuhmu, karena mulai sekarang kamu dan Aish akan tinggal disini dengan ayah," ucap Rudy ketika ia sudah membawa Ranum dan Aish masuk ke dalam rumah Angel. "Bi saya minta tolong bantu Ranum untuk membersihkan tubuhnya," lanjutnya lagi sebelum keluar dari kamar itu.
"Baik tuan, saya akan membantu Non Ranum," balas Inem menimpali Rudy. Sambil memapah Ranum yang berjalan dengan langkah gontai menuju kamar mandi. Ketika ia terus melangkah tiba-tiba ia berkata, "Saya turut berduka cita Non Ranum atas kepergian ibu, maafkan saya karena tidak bisa hadir di pemakaman ibu karena Nyonya Angel tidak mengizinkan saya." Asisten rumah tangga itu berkata jujur karena memang benar Angel tidak mengizinkannya untuk datang ke acara pemakaman ibunya Ranum.
Ranum yang dikenal dengan manusia paling ramah dan ceria untuk kali ini ia mengabaikan semua orang yang mengajaknya berbicara karena ia merasa pita suaranya sudah tidak berguna lagi untuk saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 363 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussabar
2024-03-28
0
guntur 1609
dasar kau orang tua sampah rud
2024-02-19
0
Bundanya Jamal
pergi aja ranum, pkng kermahmu sendiri jngan ikut ayahmu
2024-01-12
1