Ranum rasanya terhempas ke dasar jurang yang paling dalam di saat melihat tubuh ibunya dari jauh sudah ditutupi dengan kain putih. Lidahnya seolah kelu hanya untuk bertanya apa yang terjadi ia hanya bisa diam mematung dan menyaksikan beberapa perawat sedang mendorong brankar ke arahnya. Diikuti dengan Ijah yang sedang menggendong Aish di belakang para perawat yang terus bergerak mendorong brankar itu.
"Apakah orang sepertiku lahir hanya untuk merasakan penderitaan? Dan sekarang setelah aku mengorbankan segalanya Engkau malah mengambil Ibuku."
"Kenapa ini semua harus terjadi kepadaku? Jika hanya untuk merasakan penderitaan dan kesedihan untuk apa aku lahir ke dunia yang kejam ini?"
"Untuk apa aku masih hidup jika terus merasakan kesengsaraan seperti ini?"
"Kenapa Tuan, Kenapa? Hanya aku yang Engkau uji dengan cobaan yang datang bertubi-tubi seperti ini?"
"Ternyata doaku selama ini hanya sia-sia, dan apa yang telah aku lakukan juga semua sia-sia."
Ranum terus saja berbicara kepada dirinya sendiri di dalam benaknya, sehingga brankar itu tepat berhenti di depannya. Pada detik itu juga tangisnya pecah dan terdengar sangat memilukan sehingga siapa saja yang melihatnya tidak akan sanggup menyaksikan pemandangan itu semua.
"Bangun Ibu, buka mata Ibu aku sudah membawa uang untuk biaya operasi Ibu." Ranum memeluk tubuh ibunya sambil terus saja menggoyang-goyangkan tubuh yang sudah kaku itu. "Suster tolong selamatkan Ibuku, aku sudah punya uang sekarang lakukan saja operasinya dan aku akan membayar biaya administrasinya." Ia sekarang beralih menarik baju salah satu suster yang ikut mendorong brankar tadi. "Selamatkan Ibuku, aku mohon … ."
"Istighfar Ranum, ibu kamu sudah berpulang ikhlaskan Nak, supaya dia pergi dengan tenang. Jangan membuat perjalananya terhalang karena gara-gara kamu yang begini." Ijah mengingatkan Ranum sambil terus menggendong Aish yang juga dari tadi menangis terus. "Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan 'QS. Ali Imran : 185.' Semua yang bernyawa pasti akan mati sesuai ajalnya atas izin, takdir dan ketetapan-Nya. Siapapun yang ditakdirkan mati pasti akan mati meski tanpa sebab, dan siapapun yang dikehendaki tetap hidup pasti akan hidup."
Tiba-tiba saja sebuah telapak tangan menepuk pundak Ranum beberapa kali dengan pelan setelah kalimat Ijah selesai ia dengar.
"Ibumu sudah tidak merasakan sakit lagi jadi, kamu seharusnya bersyukur Allah telah mencabut nyawanya karena Allah rupanya sudah sangat merasa kasihan kepada ibumu," kata Rudy, ayahnya Ranum yang ternyata datang ke rumah sakit.
Ranum tersenyum getir sambil menatap ayahnya dengan mata yang memerah, ia juga menepis tangan Rudy dengan sangat kasar.
"Ranum, ibumu sudah tidak ada jadi, ayah datang kesini hanya untuk mengajakmu dan Aish untuk tinggal di rumah ayah. Sebagai bentuk tanggung jawab ayah kepada kedua putri ayah," ucap Rudy tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
Mulut Ranum terkunci seolah-olah enggan untuk sekedar membalas ucapan Rudy, karena ia merasa semua sudah terlambat jiwanya sudah diselimuti gumpalan awan hitam. Dimana ia sekarang berubah menjadi membenci sosok ayahnya sendiri.
"Semua akan ayah urus termasuk acara pemakaman ibumu, kamu cuma cukup ikut dengan ayah dan tidak perlu memikirkan tentang ini semua."
"Kenapa aku harus terlahir menjadi putri laki-laki yang sama sekali tidak memiliki hati nurani?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 363 Episodes
Comments
reza indrayana
Terlalu menyakitkan....😭😭😭
2024-04-01
1
Fifid Dwi Ariyani
trussehat
2024-03-28
0
Bundanya Jamal
jngan mau ranum ikut ayah kayak gitu, ingat ibu tirimu nnti kmu dianiaya lgi
2024-01-12
1