Setelah pembicaraan berat kemarin sore, Ayu tidak bisa tidur pulas. Namun demi menunaikan kewajibannya sebagai pendidik anak negri. Ayu menyemangati diri.
Seusai menyelesaikan ritual paginya seperti sholat dan membantu ibunya memasak di dapur. Bu Tumirah selalu mengajarkan Ayu tentang memasak. Kata Ibu, memasak itu adalah hal yang wajib bagi setiap perempuan.
Kini Ayu sedang bersiap untuk berangkat ke sekolah untuk mengajar murid TK.
Agus melihat Kakaknya sedang berkemas. "Mbak, dipanggil Bapak,"
"Memang ada apa Gus?" Ayu menjawab tanpa menoleh pada adiknya, karena ia sedang memasukan beberapa gambar untuk anak-anak mewarnai pagi ini.
"Nggak tau Mbak, tapi katanya penting." Agus menjawab sambil berlalu.
Ayu keluar dari kamar, ia melihat Bapak dan Ibunya sedang duduk di ruang tamu. Mata Ayu melihat seorang pria yang dirasa tidaklah asing. Tapi entah, Ayu pernah bertemu dimana.
"Bapak manggil Ayu?"
"Ayu, ikutlah Mas Tarjo. Seperti yang Bapak katakan padamu kemarin. Tuan Ashoka mau bertemu denganmu,"
Ayu tertegun, secepat inikah. Harus ada pertemuan. "Ayu harus ke sekolah, Pak,"
"Tuan Ashoka tidak ingin menunggu lama-lama, jadi sebaiknya Nona Ayu ikut saya sekarang."
Ayu melihat seorang pria bertubuh tegap itu seperti memaksanya. Ia seolah tidak ada lagi harga diri untuk sekedar menolak. Bahkan ia tidak tahu kehidupan apa yang akan dijalaninya nanti.
"Sudah ikut Mas Tarjo saja Yu." Kata Pak Bahar lagi.
Ayu melihat sang Ayah nampak sumringah, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang selalu saja nampak murung. Mungkin karena memikirkan hutang-piutang. Ayu berpikir, mungkinkah ini wujud baktinya pada sang ayah untuk membantu melunasi hutang.
Ayu tidak lagi menjawab ataupun membantah, ia mengikuti kemana langkah kaki lelaki yang bernama Tarjo. Sampai pada sebuah mobil yang terparkir di depan halaman rumah. Tarjo membukakan pintu untuknya. Dengan langkah kaki gamang, Ayu memasuki mobil. Ia melihat keluar jendela kaca mobil. Orangtuanya sedang berdiri di teras rumah, seolah ini adalah perpisahan untuk mengantarkan kepergiannya.
Sepanjang perjalanan Ayu melihat hamparan perkebunan teh. Keluarganya memang tinggal di daerah udara sejuk. Sebab itulah, hamparan teh dan kopi selalu menjadi pemandangan setiap harinya.
Pikiran Ayu sudah kemana-mana, antara memikirkan murid dan memikirkan masa depan yang seolah sedang dipertaruhkan.
Entah seperti apa rupa dari Ashoka Baratajaya. Karena ia belum pernah sekalipun berjumpa, kata Bapak. Ashoka Bratajaya berusia 34 tahun, dan Ashoka merupakan seorang duda.
Di usia 34 tahun, Ayu membayangkan jikalau Ashoka sudah sangat dewasa dan terlihat tua."Jangan-jangan, seperti pria hidung belang?" mata Ayu terbelalak.
"Tidak, tidak." gumam Ayu lirih, namun agaknya meskipun sangat lirih mengganggu pendengaran Tarjo.
"Tidak, kenapa nona?" Tarjo bertanya namun masih fokus mengemudi.
Ayu memasang senyuman kecut. "Enggak Om Tarjo." Dilihatnya, wajah Tarjo dari samping memang terlihat sangat tegas. Apakah pria itu brutal kala menagih hutang.
"Nona Ayu, kita sudah sampai." Kata Tarjo melihat gadis yang dijadikan tumbal pelunasan hutang.
Ayu tersadar dari lamunannya, dan melihat Tarjo sudah membukakan pintu mobil untuknya. Tatapan Ayu melihat bangunan restauran yang estetik dan nampak mewah bernama Brata Resto.
Huft... Ayu menarik oksigen guna memenuhi paru-parunya. Selepas itu, ia menghembuskannya perlahan. Gemetar dan gusar, itulah yang sedang ayu rasakan. Namun ia harus mengimbangi pertemuannya dengan Ashoka agar tak berkesan gugup dan gagap.
"Mari ikuti saya." pinta Tarjo.
"Baik." jawab Ayu singkat, lalu mengikuti kemana langkah Tarjo akan membawanya.
Tarjo membawa Ayu ke suatu tempat yang dijadikan ruangan pribadi Ashoka di restauran ini. "Silahkan Nona Ayu.." ucap Tarjo setelah membukakan pintu lebar-lebar.
Ayu mengedarkan pandangannya menatap keseluruhan ruangan. Ayu menelaah degup jantungnya yang berdetak kencang. Ia melihat Tarjo sekilas, lalu mulai mengayunkan langkah kakinya untuk masuk ke dalam ruangan yang terlihat berkelas.
Di sofa Ashoka melihat kedatangan gadis yang akan di tumbalkan untuk melunasi hutang. Netranya melihat dari ujung kaki sampai ujung rambut. "Ehem." dehem Ashoka melihat gadisnya terpanjat dan langsung menoleh.
Ayu kaget saat mendengar suara deheman yang sangat keras dari sebelah kanan ruangan. Secara refleks, Ayu melihat seorang pria yang sedang duduk di sofa king size. Sangat berbeda dengan imajinasinya, pria itu terlihat sangat tampan dan rupawan.
"Duduklah." Ashoka berkata dingin.
Ayu celingusan ke kanan dan ke kiri, namun di ruangan ini hanya ada dirinya dan pria yang terlihat dewasa, berwibawa dan tampan. Pria itu sedang melihat kearahnya.
"Duduklah." Ashoka bicara lagi, kali ini terdengar seperti perintah.
Kali ini Ayu menurut saja, toh hanya di suruh duduk. Setelah duduk, Ayu seolah merasakan aura magis yang terpancar dari pria yang memakai setelan jas dan celana panjang hitam.
"Namamu Ayuning Laras, usiamu 21 tahun? Pekerjaan sebagai guru TK, dan masih berstatus mahasiswi? Apa semua yang ku katakan benar?"
Ayu mengangguk, entah kenapa ia seperti sedang melamar pekerjaan. Degup jantungnya tidak kompromi, Ayu merasa sudah seperti berhadapan dengan seniornya di kampus, namun lebih garang dari senior. Maap senior.
"Anda tahu indentitas saya, jangan-jangan anda ini peramal?" Ayu bergurau menutupi kegelisahannya. Melihat pria itu terdiam dan menatapnya tajam, Ayu kembali mengatupkan bibirnya. Nah kan salah ngomong?
"Kau tahu apa yang membawamu kemari?" Ashoka bertanya dingin.
"Yang saya tahu, saya akan melunasi hutang Bapak." jawab Ayu seraya memilin jemarinya yang sudah berkeringat.
Ashoka tersenyum sinis. "Dengan cara apa kau melunasinya, kau tahu berapa hutang Bapakmu padaku? Dan kau tau aku siapa?"
Ayu menggeleng keringat mulai membasahi sekujur tubuhnya, ia meremass tangannya yang terkepal di atas paha yang tertutupi celana panjang culot navy.
"Aku adalah Ashoka Bratajaya, dan hutang Bapakmu sebesar 2 Milyar," Ashoka menyulut rokok nya, membuat kepulan asap membubung tinggi ke udara. "dan secara tidak langsung kau telah di jual oleh Bapakmu sebagai tebusan hutang. Kiranya gadis seperti mu, apa pantas di hargai 2 Milyar? Kau merasa kamu cantik? Apa kau merasa kau menarik? Atau kau merasa pantas untuk menjadi istri ku?" sambungnya bersuara ringan.
"Sebenarnya siapa dia, suaranya sudah seperti seorang pimpinan yang suka menindas bawahan." Ayu menepis perasaan gugupnya, lalu menjawab rentetan pertanyaan Ashoka yang sudah seperti rentengan petai.
"Hidup saya lebih berharga daripada uang 2 Milyar. Soal cantik, dan menarik, saya memang tidak lebih cantik daripada Lucita Luna, tapi saya adalah wanita yang mempunyai sejuta pesona, dan saya merasa tidak pantas untuk menjadi istri anda tuan Ashoka, tapi pantaskah anda untuk menjadi suami saya?"
Setelah mengatakan itu, degup jantung Ayu semakin meningkat. "OMG, lancar sekali aku menjawab?" Ayu menekan denyut nadinya, dan ia menyadari dirinya masih hidup.
Ashoka mendesis dingin mendengar semua jawaban Ayu.
"Dasar gadis bermulut besar!" kesalnya menatap Ayu. Akan tetapi sesaat kemudian, jiwa Ashoka merasa tertantang untuk bermain-main dengan gadis bermulut besar itu.
Ashoka melemparkan kertas di atas meja. "Aku akan menikahi mu, dan tanda tangani itu."
Ayu melihat lembaran kertas yang dilemparkan Ashoka di atas meja. Lalu mengambilnya dan membaca kwitansi pelunasan hutang. "Tidak adakah cara lain, selain saya harus menikah dengan anda tuan?"
"Ada!" jawab Ashoka santai. "uang 2 Milyar yang dipinjam Bapakmu harus segera dikembalikan saat ini dan detik ini juga!" sambungnya dengan gerakan jarinya yang menunjuk Ayu.
Ayu memejamkan matanya dalam-dalam membersamai dengan helaan nafas panjang. Ia tidak bisa berkutik untuk menjawab. "Gila! 2 Milyar? Aku dapat darimana uang sebanyak itu? Pegang uang seratus juga saja aku tak pernah. "
Ashoka melihat Ayu terdiam sembari menunduk, ia tersenyum miring. "Secara keseluruhan gadis ini dari keluarga baik-baik. Pendidikan yang baik, pintar dan merupakan guru TK."
Ashoka mempunyai rencana. Hanya dia dan Tuhan lah yang tahu apa rencananya.
"Bagaimana apa kau sanggup menghadirkan uang 2 Milyar saat ini juga?" Ashoka berkata ringan, lalu bersandar pada sandaran sofa.
Ayu mengangkat wajahnya menatap Ashoka. Lagi, tiada jawaban yang tepat. "Rasanya aku seperti sedang berkompromi dengan raja Firaun."
"Aku sudah memiliki seorang anak perempuan," ucap Ashoka melihat sorot mata Ayu tidak menyukainya. "Lahirkan anak laki-laki untukku, setelah anak itu lahir. Kau bisa bebas." ujarnya sambil tersenyum miring.
"Hah?" Ayu membelalakkan matanya. "Kesepakatan macam apa ini? Anda pikir saya wanita yang menjual rahim untuk melahirkan anak?"
Ashoka menggendikkan pundaknya. "Terserah, tapi kau tidak punya pilihan lain. Toh aku sudah berbesar hati mau menerima tawaran Bapakmu."
Ayu nelangsa, hutang Bapak benar-benar menjeratnya masuk kedalam kubangan keangkuhan Ashoka.
"Jika kau tidak bisa melunasi hutang 2 Milyar maka kebun teh dan pabrik Bapakmu ku sita, karena itu merupakan kesepakatan yang sudah di tandatangani 2 bulan lalu."
Ayu semakin terpojok dengan semua yang dikatakan Ashoka. Mengingat Bapak mengancam akan bunuh diri.
"Demi Bapak, aku setuju." sergah Ayu menghentikan racauan Ashoka.
Ashoka menaruh pulpen di atas kertas perjanjian. "Karena ini pernikahan yang sesuai dengan prinsip hukum, aku juga tidak mau anakku lahir tanpa identitas yang jelas. Kita daftar pernikahan besok."
Ayu menatap pulpen yang di tunjukan Ashoka. Gamang yang ia rasa. Lalu mengambil pulpen dan menandatangani kesepakatan.
Ashoka tersenyum tipis melihat Ayu menandatangani kwitansi dan surat perjanjian kesepakatan. "Besok Tarjo akan menjemputmu untuk fitting gaun pengantin."
Ashoka berdiri dengan berkacak pinggang. "Sekarang kau boleh pulang, aku masih banyak pekerjaan."
Ayu berdecih, maniknya menatap Ashoka tajam. "Dia pikir aku ini wanita panggilan, yang bisa di jemput dan di usir begitu saja. Kenapa sikap angkuhnya begitu menjengkelkan?"
Melihat Ayu tidak juga beranjak, Ashoka berkata. "Oy kenapa kau tidak juga beranjak, apa kau mau bikin anak sekarang?"
Ayu tergelak mendengar perkataan Ashoka. Ia segera berdiri dan pergi dari ruangan di mana Ashoka berada, di depan ruangan Ayu melihat Tarjo. "Dia pikir bikin anak pakai tepung?"
"Berikan itu untuk Nyonya Ayu." kata Tarjo pada seorang pelayan.
Ayu membulatkan matanya mendengar Tarjo lain menyebutnya. "Nyonya? Nyonya menir maksudnya?"
Sang pelayan memberikan bingkisan makanan pada wanita yang disebutkan Tarjo.
"Anda akan di antar supir di depan Nyonya." ujar Tarjo pada Ayu.
"Semua orang di sini sudah gila." gumam Ayu lalu melenggang pergi dari restoran tempat pertemuannya dengan Ashoka.
Selepas kepergian Ayu, Tarjo mendengar Ashoka memanggilnya.
"Tarjo."
Tarjo segera tanggap, lantas masuk ke dalam ruangan. "Siap Tuan."
"Buatkan jadwal terperinci tentang apa yang harus dia lakukan setelah menjadi istri ku, termasuk bagaimana caranya dia merawat Ayna. Semakin membuat gadis itu menggila, maka akan semakin terasa jika uang 2 Milyar ku tidak sia-sia." kata Ashoka menatap keluar jendela kaca.
Tarjo mengangguk singkat, "Baik tuan."
...*****...
Bersambung
[Jika kalian suka, jangan lupa tekan like ya bestie]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
El🌻
semangat kak💪🏻🔥
2023-01-20
1
khey
aku rasa bukan cuma ashoka dan Tuhannya yang tahu, tapi author juga tahu 😆😆
ya ngak?
2023-01-17
1
khey
ciee,, Lucinta luna 😆😆😆..
Bagus ,, jangan lemah 👍
2023-01-17
2